UUD memuat paradigma dan arah politik pemerintahan
daerah yang baru:
(1) Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 18 ayat (2)). Ketentuan ini menegaskan
bahwa pemerintahan daerah adalah suatu pemerintahan otonom dalam NKRI. Tidak
ada lagi unsur pemerintahan sentralisasi dalam pemerintahan daerah. Gubernur,
bupati, walikota semata-mata sebagai penyelenggara otonomi di daerah.
(2) Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal 18 ayat (5)). Untuk
menegaskan kesepakatan yang telah ada pada saat penyusunan UUD 1945 dan
menghindari pengebirian otonomi menuju sentralisasi, maka sangat tepat, Pasal
18 (baru) menegaskan pelaksanaan otonomi seluas-luasnya. Daerah berhak mengatur
dan mengurus segala urusan atau fungsi pemerintahan yang oleh undang-undang
tidak ditentukan sebagai yang diselenggarakan pusat.
(3) Prinsip kekhususan dan keragaman daerah (Pasal 18A ayat (1)). Prinsip
ini mengandung makna bahwa bentuk dan
isi otonomi daerah tidak harus seragam (uniformitas). Bentuk dan
isi otonomi daerah ditentukan oleh berbagai keadaan khusus dan keragaman setiap
daerah.
(4) Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya (Pasal 18B ayat (2)). Yang dimaksud masyarakat hukum
adat adalah masyarakat hukum (rechtsgemeenschap) yang berdasarkan hukum
adat atau adat istiadat seperti desa, marga, nagari, gampong, meusanah,
huta, negorij dan lain-lain.
Kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum ini tidak hanya diakui tetapi dihormati, artinya mempunyai hak hidup yang
sederajat dan sama pentingnya dengan kesatuan pemerintahan lain seperti
kabupaten dan kota.
Pengakuan dan penghormatan itu
diberikan sepanjang masyarakat hukum dan hak-hak tradisional masih nyata ada
dan berfungsi (hidup), dan sesuai dengan prinsip-prinsip negara kesatuan.
(5) Prinsip mengakui dan
menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa (Pasal 18B ayat (1)). Ketentuan ini mendukung
keberadaan berbagai satuan pemerintahan bersifat khusus atau istimewa (baik di
tingkat provinsi, kabupaten dan kota, atau desa).
(6) Prinsip badan perwakilan
dipilih langsung dalam suatu pemilihan umum (Pasal 18 ayat (3)). Hal ini telah terrealisir dalam pemilihan umum
anggota DPRD tahun 2004. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai
kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara
demokratis.
(7) Prinsip hubungan pusat dan
daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil (Pasal 18A ayat (2)). Prinsip ini diterjemahkan
dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan menyatakan bahwa
hubungan itu meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
sumber daya alam, dan sumber daya lainnya, yang dilaksanakan secara adil dan
selaras (Pasal 2 ayat (5) dan (6)).
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT UUD 1945
|
Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik (Pasal 1 ayat (1))
|
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan
kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah, yang diatur dengan undang-undang (Pasal 18 ayat (1))
|
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang (Pasal 18B ayat (1))
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang (Pasal 18B ayat (2))
|
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah
negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan
hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 25A)
|
Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan (Pasal 37 ayat (5))
|
HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN
PEMERINTAH DAERAH
|
Hubungan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau
antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
(Pasal 18A ayat (1))
|
Hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang
(Pasal 18A ayat (2))
|
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang
(Pasal 18B
ayat (1))
|
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang
(Pasal
18B ayat (2))
|
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI
DAERAH
I. KETETAPAN MPR RI NO.
IV/MPR/2000 TENTANG REKOMENDASI KEBIJAKAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI
DAERAH
KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DIARAHKAN KEPADA
PENCAPAIAN SASARAN-SASARAN SBB:
1. PENINGKATAN PELAYANAN
PUBLIK DAN PENGEMBANGAN KREATIFITAS MASYARAKAT SERTA APARATUR PEMERINTAHAN DI
DAERAH
2. KESETARAAN HUBUNGAN
ANTARA PEMERINTAH PUSAT DENGAN PEMERINTAH DAERAH DAN ANTAR-PEMERINTAH DAERAH
DALAM KEWENANGAN DAN KEUANGAN.
3. UNTUK MENJAMIN
PENINGKATAN RASA KEBANGSAAN, DEMOKRASI DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI DAERAH
4.
MENCIPTAKAN RUANG YANG LEBIH LUAS BAGI KEMANDIRIAN DAERAH.
|
PERMASALAHAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH:
1.
PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH OLEH PEMERINTAH
PUSAT SELAMA INI CENDERUNG TIDAK DIANGGAP SEBAGAI AMANAT KONSTITUSI SEHINGGA
PROSES DESENTRALISASI MENJADI TERSUMBAT.
2.
KUATNYA KEBIJAKAN SENTRALISASI MEMBUAT SEMAKIN
TINGGINYA KETERGANTUNGAN DAERAH-DAERAH KEPADA PUSAT YANG NYARIS MEMATIKAN
KREATIFITAS MASYARAKAT BESERTA SELURUH PERANGKAT PEMERINTAHAN DI DAERAH.
3.
ADANYA KESENJANGAN YANG LEBAR ANTARA DAERAH DAN
PUSAT DAN ANTAR-DAERAH SENDIRI DALAM KEPEMILIKAN SUMBER DAYA ALAM, SUMBER
DAYA BUDAYA, INFRASTRUKTUR EKONOMI, DAN TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA.
4.
ADANYA KEPENTINGAN MELEKAT PADA BERBAGAI PIHAK
YANG MENGHAMBAT PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH.
|
REKOMENDASI:
UU TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI DAERAH ISTIMEWA
ACEH DAN IRIAN JAYA, SESUAI AMANAT KETETAPAN MPR RI No. IV/MPR/1999 TENTANG
GBHN TAHUN 1999-2004, AGAR DIKELUARKAN SELAMBAT-LAMBATNYA 1 MEI 2001 DENGAN
MEMPERHATIKAN ASPIRASI MASYARAKAT DAERAH YBS.
II. KETETAPAN MPR RI NO. IV/MPR/1999:
DALAM RANGKA PENGEMBANGAN OTONOMI DAERAH DI DALAM WADAH NKRI, SERTA UNTUK MENYELESAIKAN
SECARA ADIL DAN MENYELURUH PERMASALAHAN DI DAERAH YANG MEMERLUKAN PENANGANAN
SEGERA DAN BERSUNGGUH-SUNGGUH, MAKA PERLU DITEMPUH LANGKAH-LANGKAH SBB:
A. DAERAH ISTIMEWA ACEH:
1. MEMPERTAHANKAN INTEGRASI BANGSA DALAM WADAH
NKRI DENGAN MENGHARGAI KESETARAAN DAN KERAGAMAN KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
MASYARAKAT ACEH, MELALUI PENETAPAN DAERAH ISTIMEWA ACEH SEBAGAI DAERAH
OTONOMI KHUSUS YANG DIATUR DENGAN UU.
2. MENYELESAIKAN KASUS ACEH SECARA BERKEADILAN
DAN BERMARTABAT DENGAN MELAKUKAN PENGUSUTAN DAN PENGADILAN YANG JUJUR BAGI
PELANGGAR HAM, BAIK SELAMA PEMBERLAKUAN DAERAH OPERASI MILITER MAUPUN PASCA
PEMBERLAKUAN DAERAH OPERASI MILITER.
B. IRIAN JAYA:
1. MEMPERTAHANKAN INTEGRASI BANGSA DALAM WADAH
NKRI DENGAN TETAP MENGHARGAI KESETARAAN DAN KERAGAMAN KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
MASYARAKAT IRIAN JAYA, MELALUI PENETAPAN DAERAH OTONOMI KHUSUS YANG DIATUR
DENGAN UU.
2. MENYELESAIKAN KASUS PELANGGARAN HAM DI IRIAN
JAYA MELALUI PROSES PENGADILAN YANG
JUJUR DAN BERMARTABAT.
|
III. UU NO.
21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI
PROVINSI PAPUA
1. PROPINSI PAPUA ADALAH
PROVINSI IRIAN JAYA YANG DIBERI OTONOMI KHUSUS DALAM KERANGKA NKRI.
2. OTONOMI KHUSUS ADALAH
KEWENANGAN KHUSUS YANG DIAKUI DAN DIBERIKAN KEPADA PROVINSI PAPUA UNTUK
MENGATUR DAN MENGURUS KEPENTINGAN MASYARAKAT SETEMPAT MENURUT PRAKARSA
SENDIRI, BERDASARKAN ASPIRASI DAN HAK-HAK DASAR MASYARAKAT PAPUA.
3. GUBERNUR PROVINSI PAPUA
SELANJUTNYA DISEBUT GUBERNUR, ADALAH KEPALA DAERAH DAN KEPALA PEMERINTAHAN
YANG BERTANGGUNGJAWAB PENUH MENYELENGGARAKAN PEMERINTAHAN DI PROVINSI PAPUA
DAN SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI PROVINSI PAPUA.
4. MAJELIS RAKYAT PAPUA,
YANG SELANJUTNYA DISEBUT MRP, ADALAH REPRESENTASI KULTURAL ORANG ASLI PAPUA,
YANG MEMILIKI WEWENANG TERTENTU DALAM RANGKA PERLINDUNGAN HAK-HAK ORANG ASLI
PAPUA DENGAN BERLANDASKAN PADA PENGHORMATAN TERHADAP ADAT DAN BUDAYA,
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, DAN PEMANTAPAN KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA SEBAGAIMANA
DIATUR DALAM UU INI.
|
IV. UU No. 18
TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH SEBAGAI
PROVINSI NANGGROE ACEH DAERUSSALAM
1.
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM ADALAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH YANG
DIBERI OTONOMI KHUSUS DALAM KERANGKA NKRI.
2. WALI
NANGGROE DAN TUHA NANGGROE ADALAH LEMBAGA YANG MERUPAKAN SIMBOL BAGI
PELESTARIAN PENYELENGGARAAN KEHIDUPAN ADAT, BUDAYA, DAN PEMERSATU MASYARAKAT
DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM.
3. MAHKAMAH SYAR’IYAH PROVINSI NANGGROE ACEH
DARUSSALAM ADALAH LEMBAGA PERADILAN YANG BEBAS DARI PENGARUH PIHAK MANAPUN DALAM WILAYAH PROVINSI
NANGGROE ACEH DARUSSALAM YANG BERLAKU UNTUK PEMELUK AGAMA ISLAM.
4. QANUN
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM ADALAH PERATURAN DAERAH SEBAGAI PELAKSANAAN
UU DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN
OTONOMI KHUSUS.
|
TUGAS, WEWENANG DAN
KEWAJIBAN KEPALA DAERAH
1. MEMIMPIN PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DAERAH BERDASARKAN KEBIJAKAN YANG DITETAPKAN BERSAMA DPRD;
2. MENGAJUKAN RANCANGAN
PERDA;
3. MENETAPKAN PERDA YANG
TELAH MENDAPAT PERSETUJUAN BERSAMA DPRD;
4. MENYUSUN DAN MENGAJUKAN
RANCANGAN PERDA TENTANG APBD KEPADA DPRD UNTUK DIBAHAS DAN DITETAPKAN
BERSAMA;
5. MENGUPAYAKAN
TERLAKSANANYA KEWAJIBAN DAERAH;
6. MEWAKILI DAERAHNYA DI
DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN, DAN DAPAT MENUNJUK LUASA HUKUM UNTUK MEWAKILI
SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN; DAN
7. MELAKSANAKAN TUGAS DAN
WEWENANG LAIN SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
|
TUGAS WAKIL KEPALA DAERAH
1. MEMBANTU KEPALA DAERAH
DALAM MENYELENGGARAKAN PEMERINTAHAN DAERAH;
2. MEMBANTU KEPALA DAERAH
DALAM MENGOORDINASIKAN KEGIATAN INSTANSI VERTIKAL DI DAERAH, MENINDAKLANJUTI
LAPORAN DAN/ATAU TEMUAN HASIL PENGAWASAN APARAT PENGAWASAN, MELAKSANAKAN
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PEMUDA, SERTA MENGUPAYAKAN PENGEMBANGAN DAN
PELESTARIAN SOSIAL BUDAYA DAN LINGKUNGAN HIDUP;
3. MEMANTAU DAN MENGEVALUASI
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN DAN KOTA BAGI WAKIL KEPALA DAERAH
PROVINSI;
4. MEMANTAU DAN MENGEVALUASI
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI WILAYAH KECAMATAN, KELURAHAN DAN/ATAU DESA
BAGI WAKIL KEPALA DAERAH KABUPATEN/KOTA’
5. MEMBERIKAN SARAN DAN
PERTIMBANGAN KEPADA KEPALA DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN KEGIATAN PEMERINTAHAN
DAERAH;
6. MELAKSANAKAN TUGAS DAN
KEWAJIBAN PEMERINTAHAN YANG DIBERIKAN OLEH KEPALA DAERAH; DAN
7. MELAKSANAKAN TUGAS DAN
WEWENANG KEPALA DAERAH APABILA KEPALA DAERAH BERHALANGAN.
|
LARANGAN BAGI KEPALA DAERAH
DAN WAKIL KEPALA DAERAH
a. MEMBUAT KEPUTUSAN YANG SECARA KHUSUS
MEMBERIKAN KEUNTUNGAN BAGI DIRI, ANGGOTA KELUARGA, KRONI, GOLONGAN TERTENTU,
ATAU KELOMPOK POLITIKNYA YANG
BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, MERUGIKAN KEPENTINGAN UMUM,
DAN MERESAHKAN SEKELOMPOK MASYARAKAT, ATAU MENDISKRIMI-NASIKAN WARGA NEGARA
DAN/ATAU GOLONGAN MASYARAKAT LAIN;
b. TURUT SERTA DALAM SUATU PERUSAHAAN, BAIK
MILIK SWASTA MAUPUN MILIK NEGARA/DAERAH ATAU DALAM YAYASAN BIDANG APAPUN;
c. MELAKUKAN PEKERJAAN LAIN YANG MEMBERIKAN
KEUNTUNGAN BAGI DIRINYA, BAIK SECARA LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG, YANG
BERHUBUNGAN DENGAN DAERAH YANG BERSANGKUTAN;
d. MELAKUKAN KORUPSI, KOLUSI, NEPOTISME, DAN
MENERIMA UANG, BARANG DAN/ATAU JASA DARI PHAK LAIN YANG MEMPENGARUHI
KEPUTUSAN ATAU TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKANNYA;
e. MENJADI
ADVOKAT ATAU KUASA HUKUM DALAM SUATU PERKARA DI PENGADILAN SELAIN YANG
DIMAKSUD DALAM PASAL 25 HURUF f.
f. MENYALAHGUNAKAN WEWENANG DAN MELANGGAR
SUMPAH/JANJI JABATANNYA;
g. MERANGKAP JABATAN SEBAGAI PEJABAT NEGARA LAINNYA,
SEBAGAI ANGGOTA DPRD SEBAGAIMANA YANG DITETAPKAN DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN.
|
DALAM MELAKSANAKAN TUGAS TERSEBUT WAKIL KEPALA
DAERAH BERTANGGUNGJAWAB KEPADA KEPALA DAERAH.
WAKIL KEPALA DAERAH MENGGANTIKAN KEPALA DAERAH
SAMPAI HABIS MASA JABATANNYA APABILA KEPALA DAERAH MENINGGAL DUNIA, BERHENTI,
DIBERHENTIKAN, ATAU TIDAK DAPAT MELAKUKAN KEWAJIBANNYA SELAMA 6 (ENAM) BULAN
SECARA TERUS MENERUS DALAM MASA JABATANNYA.
KEWAJIBAN KEPALA DAERAH
DAN WAKIL KEPALA DAERAH
a. MEMEGANG TEGUH DAN MENGAMALKAN PANCASILA,
MELAKSANAKAN UUD 1945 SERTA MEMPERTAHANKAN DAN MEMELIHARA KEUTUHAN NKRI;
b.
MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT;
c. MEMELIHARA KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN
MASYARAKAT;
d.
MELAKSANAKAN KEHIDUPAN DEMOKRASI;
e. MENAATI DAN MENEGAKKAN SELURUH PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN;
f. MENJAGA ETIKA DAN NORMA DALAM
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
g. MEMAJUKAN DAN MENGEMBANGKAN DAYA SAING
DAERAH;
h. MELAKSANAKAN PRINSIP TATA PEMERINTAHAN YANG
BERSIH DAN BAIK;
i. MELAKSANAKAN DAN MEMPERTANGGUNGJAWABKAN
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH;
j. MENJALIN HUBUNGAN KERJA DENGAN SELURUH
INSTANSI VERTIKAL DI DAERAH DAN SEMUA PERANGKAT DAERAH;
k. MENYAMPAIKAN RENCANA STRATEGIS
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA DPRD.
|
KEDUDUKAN DAN TUGAS WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT UU
NO. 12 TAHUN 2008
1. Wakil kepala daerah mempunyai tugas (Pasal 26):
a. membantu
kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah;
b. membantu
kepala daerah dalam mengkoor-dinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah,
menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan,
melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan
pengembangan dan pelestarian sosial
budaya dan lingkungan hidup;
c. memantau
dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi;
d. memantau
dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan
dan/atau desa bagi wakil kepaa daerah kabupaten/kota;
e. memberikan
saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan daerah;
f.
melaksanakan tugas dan kewajiban
pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; dan
g. melaksanakan
tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.
2. Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, wakil kepala daerah
bertanggung jawab kepada kepala daerah.
3. Wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa
jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan,
atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 bulan secara terus menerus
dalam masa jabatannya.
4. Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah tersebut (angka 3)
yang berasal dari partai politik dan masa jabatannya masih tersisi 18 bulan
atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 orang calon wakil kepala daerah
berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan
calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk
dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD.
5. Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah tersebut (angka 3)
yang berasal dari calon perseorangan dan masa jabatannya masih tersisi 18
bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 orang calon wakil kepala daerah
untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD.
6. Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal
dari partai politik atau gabungan partai politik karena meninggal dunia,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6
bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisi
18 bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 orang calon wakil kepala
daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang
pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD.
7. Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal
dari calon perseorangan karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau
tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 bulan secara terus menerus dalam
masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisi 18 bulan atau lebih, kepala
daerah mengajukan 2 orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat
Paripurna DPRD.
|
VARIABEL BESARAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI MENURUT PP No. 41
TAHUN 2007
No.
|
Variabel
|
Kelas Interval
|
Nilai
|
1.
|
JUMLAH
PENDUDUK (jiwa)
Untuk
Provinsi di Pulau Jawa
|
<
7.500.000
7.500.001
– 15.000.000
15.000.001
– 22.500.000
22.500.001
– 30.000.000
>
30.000.000
|
8
16
24
32
40
|
2.
|
JUMLAH
PENDUDUK (jiwa)
Untuk
Provinsi di luar Pulau Jawa
|
< 1.500.000
1.500.001
– 3.000.000
3.000.001
– 4.500.000
4.500.001
– 6.000.000
>
6.000.000
|
8
16
24
32
40
|
3.
|
LUAS
WILAYAH (Km2)
Untuk
Provinsi di Pulau Jawa
|
<
10.000
10.001
- 20.000
20.001
– 30.000
30.001
– 40.000
>
40.000
|
7
14
21
28
35
|
4.
|
LUAS
WILAYAH (Km2)
Untuk
Provinsi di luar Pulau Jawa
|
<
20.000
20.001
- 40.000
40.001
– 60.000
60.001
– 80.000
>
80.000
|
7
14
21
28
35
|
5.
|
JUMLAH
APBD
|
<
Rp 500.000.000.000,00
Rp 500.000.000.001,00
– Rp 1.000.000.000.000,00
Rp 1.000.000.000.001.
– Rp 1.500.000.000.000,00
Rp 1.500.000.000.001.
– Rp 2.000.000.000.000,00
>
Rp 2.000.000.000.000,00
|
5
10
15
20
25
|
VARIABEL BESARAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MENURUT PP No. 41
TAHUN 2007
No.
|
Variabel
|
Kelas Interval
|
Nilai
|
1.
|
JUMLAH
PENDUDUK (jiwa)
Untuk
Kabupaten di Pulau Jawa dan Madura
|
<
250.000
250.001
– 500.000
500.001
– 750.000
750.001
– 1.000.000
>
1.000.000
|
8
16
24
32
40
|
2.
|
JUMLAH
PENDUDUK (jiwa)
Untuk
Kabupaten di luar Pulau Jawa dan Madura
|
<
150.000
150.001
– 300.000
300.001
– 450.000
450.001
– 600.000
>
600.000
|
8
16
24
32
40
|
3.
|
LUAS
WILAYAH (Km2)
Untuk
Kabupaten di Pulau Jawa dan Madura
|
<
500
501
– 1.000
1.001
– 1.500
1.501
– 2.000
>
2.000
|
7
14
21
28
35
|
4.
|
LUAS
WILAYAH (Km2)
Untuk
Kabupaten di luar Pulau Jawa dan Madura
|
<
1.000
1.001
- 2.000
2.001
– 3.000
3.001
– 4.000
>
4.000
|
7
14
21
28
35
|
5.
|
JUMLAH
APBD
|
<
Rp 200.000.000.000.
Rp 200.000.000.001.
– Rp 400.000.000.000.
Rp
400.000.000.001. – Rp 600.000.000.000.
Rp
600.000.000.001. – Rp 800.000.000.000.
>
Rp 800.000.000.000.
|
5
10
15
20
25
|
VARIABEL BESARAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KOTA MENURUT PP No. 41 TAHUN
2007
No.
|
Variabel
|
Kelas Interval
|
Nilai
|
1.
|
JUMLAH
PENDUDUK (jiwa)
Untuk
Kota di Pulau Jawa dan Madura
|
< 100.000
100.001
– 200.000
200.001
– 300.000
300.001
– 400.000
>
400.000
|
8
16
24
32
40
|
2.
|
JUMLAH
PENDUDUK (jiwa)
Untuk
Kota di luar Pulau Jawa dan Madura
|
< 50.000
50.001
– 100.000
100.001
– 150.000
150.001
– 200.000
>
200.000
|
8
16
24
32
40
|
3.
|
LUAS
WILAYAH (Km2)
Untuk
Kota di Pulau Jawa dan Madura
|
< 50
51 –
100
101
– 150
151
– 200
>
200
|
7
14
21
28
35
|
4.
|
LUAS
WILAYAH (Km2)
Untuk
Kota di luar Pulau Jawa dan Madura
|
< 75
76 -
150
151
– 225
226
– 300
>
300
|
7
14
21
28
35
|
5.
|
JUMLAH
APBD
|
< Rp
200.000.000.000.
Rp
200.000.000.001. – Rp 400.000.000.000.
Rp
400.000.000.001. – Rp 600.000.000.000.
Rp
600.000.000.001. – Rp 800.000.000.000.
>
Rp 800.000.000.000.
|
5
10
15
20
25
|
BESARAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DITETAPKAN BERDASARKAN VARIABEL:
- JUMLAH PENDUDUK
- LUAS WILAYAH; DAN
- JUMLAH ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
SKOR DAN BESARAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA
SKOR
|
SETDA (ASISTEN)
|
DINAS
|
LTD
|
< 40
|
3
|
12
|
8
|
40 – 70
|
3
|
15
|
10
|
> 70
|
4
|
18
|
12
|
David
Osborne dan Goebler menawarkan konsep “reinventing government” bagi
model pemerintahan di era new public management. Konsep reinventing
government menawarkan 10 prinsip dasar bagi sebuah model baru pemerintahan
di masa yang akan datang.
1. Pemerintahan
Katalis: fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik.
Pemerintah daerah harus menyediakan (providing) beragam pelayanan
publik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses produksinya (producing).
Sebaiknya pemerintah daerah memfokuskan diri pada pemberian arahan, sedangkan
produksi pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta dan/atau sektor ketiga
(LSM dan nonprofit lainnya).
2. Pemerintah
milik masyarakat: memberi wewenang (pada masyarakat) daripada melayani.
Pemerintah daerah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga
mereka mampu menjadi masyarakat yang mandiri (community self-help).
3. Pemerintah
yang kompetitif: menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan
publik. Kompetisi adalah salah satu cara untuk menghemat biaya sekaligus untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
4. Pemerintah
yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan
menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
5. Pemerintah
yang berorientasi hasil: membiayai hasil bukan masukan.
6. Pemerintahan yang berorientasi pada pelanggan,
yakni pelayanan yang diberikan adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat bukan
birokrat.
7. Pemerintahan
wirausaha yang mampu memberikan pendapatan bukan hanya sekedar
membelanjakannya.
8. Pemerintahan
yang antisipatif, yaitu berupaya untuk mencegah daripada mengobati.
9. Pemerintahan
desentralisasi menuju partisipatif dan tim kerja.
10.Pemerintahanan yang berorientasi pada (mekanisme)
pasar yang mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme
administrasi (sistem prosedur dan bukan pemaksaan).
Dalam
pelaksanaan desentralisasi masih banyak perbaikan yang harus dilakukan:
- Klarifikasi mengenai grand design desentralisasi di Indonesia bisa menjadi awal yang konstruktif sehingga tidak ada lagi kesimpangsiuran dan kebingungan mengenai arah desentralisasi itu sendiri.
- Desentralisasi kewenangan yang jelas bagi setiap level pemerintahan, tanpa meninggalkan terlalu banyak grey area. Disarankan agar pembagian kewenangan memakai model the centralized constraints, dimana pemerintah pusat menerapkan dengan tegas batas-batas yang tidak boleh dilanggar setiap level pemerintahan tetapi memberikan otonomi penuh kepada pemerintah daerah untuk melakukan semua hal yang masih berada dalam batas atau toleransi yang dijinkan.
- Segera dilaksanakannya standar pelayanan minimum secara nasional. Standar tersebut juga dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi pelaksanaan otonomi daerah bagi pemerintah daerah sendiri, terutama daerah hasil pemekaran.
- Masalah institusi. Harus ada institusi yang bertanggungjawab mensukseskan desentralisasi dan melakukan fungsi koordinasi. Mengingat desentralisasi adalah kegiatan yang lintas bidang, memang diperlukan suatu institusi yang bisa berdiri di atas semua bidang/sektor serta mempunyai kepemimpinan yang kuat.
Beberapa prinsip
dasar yang harus diperhatikan dalam mendesain konsep desentralisasi:
- Konsep desentralisasi harus dibangun dengan mengintegrasikan empat aspek utama, yaitu: struktur, fungsi, lingkungan struktur (internal dan eksternal), serta aspek perilaku aktor dalam struktur.
- Eksistensi desentralisasi harus dimaknai hanya sebagai “salah satu alat” untuk mewujudkan demokratisasi dan kesejahteraan rakyat (social welfare).
- Definisi operasional dari desentralisasi harus dirumuskan secara jelas.
- Tujuan desentralisasi harus dirancang berdasarkan kerangka kerja ekonomi-politik (political economy frame-work), dan disertai dengan ukuran-ukuran yang jelas.
Dalam
mendesain kebijakan desentralisasi, di antara aspek-aspek penting yang harus
diperhatikan adalah:
1. karakteristik dan potensi (sosial, ekonomi, dan
politik) riil yang dimiliki oleh daerah;
2. fungsi
aktivitas dari kewenangan yang akan didesentralisasikan;
3. tingkatan,
dan/atau area dari kewenangan yang akan didesentralisasikan;
4. kemampuan
kelembagaan dan keuangan pemerintah daerah;
5. keterkaitan
antara kebijakan desentralisasi dengan kebijakan-kebijakan lainnya; dan
6. perangkat hukum dan administratif yang diperlukan
untuk mengatur mekanisme pendelegasian wewenang, maupun dalam implementasi
kewenangan itu sendiri.
Ada dua alasan mengapa pemilihan langsung dianggap perlu:
1. untuk lebih membuka pintu bagi tampilnya presiden yang sesuai dengan
kehendak mayoritas rakyat sendiri.
2. untuk menjaga stabilitas pemerintahan agar tidak mudah dijatuhkan di
tengah jalan.
|
PEMILIHAN KEPALA DAERAH &
WAKIL KEPALA DAERAH
Menurut UUD 1945:
Pasal 18 ayat (4): Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai
kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara
demokratis.
Menurut UU:
1. Menurut UU No. 22 Tahun 1999: kepala daerah dan wakil kepala daerah
dipilih oleh DPRD dari bakal calon yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik.
2. Menurut UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD):
Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi NAD dipilih secara langsung setiap 5
(lima) tahun sekali melalui pemilihan yang demokratis, bebas, rahasia serta
dilaksanakan secara jujur dan adil.
3. Didalam UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua: pemilihan kepala daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Papua
(DPRP) dengan memperhatikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon
dari Majelis Rakyat Papua (MRP).
4. Di dalam UU No. 13 Tahun 2012, di Daerah Istimewa Yogyakarta,
gubernur dan wakil gubernur tidak dipilih oleh DPRD ataupun rakyat secara
langsung tetapi melalui penetapan/pengangkatan. Pengangkatan Gubernur dengan
mempertimbangkan calon dari keturunan Sultan Yogyakarta dan Wakil Gubernur
dengan mempertimbangkan calon dari keturunan Paku Alam yang memenuhi syarat.
5. Menurut UU No. 32 Tahun 2004 (Pasal 56): kepala daerah dan wakil
kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara
demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pasangan calon diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
6. Menurut Pasal 65 UU No. 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh: Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil
Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota dipilih secara langsung oleh rakyat
setiap 5 (lima) tahun sekali melalui pemilihan yang demokratis, bebas,
rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil.
|
Calon Perseorangan dalam Pilkada
1. Pasal 67 UU No. 11 Tahun 2006: Pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur,
Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota diajukan oleh:
a.
partai
politik atau gabungan partai politik;
b.
partai
politik lokal atau gabungan partai politik lokal;
c.
gabungan
partai politik dan partai politik lokal; dan/atau
d.
perseorangan.
2.
Pasal 56 UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah:
“kepala daerah
dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan
secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil. Pasangan calon diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik,
atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan
sebagaimana ketentuan dalam UU ini.
PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT-DAERAH (UU No. 33 TAHUN
2004)
SUMBER
|
PUSAT
|
DAERAH
|
|
MINYAK
|
84,5
|
15,5
|
|
Propinsi
Kabupaten/Kota
Penghasilan
Kabupaten/Kota
Lain
Tambahan
anggaran pendidikan dasar
|
3
6
6
0,5
|
||
GAS ALAM
|
69,5
|
30,5
|
|
Propinsi
Kabupaten/Kota
Penghasilan
Kabupaten/Kota
Lain
Tambahan
anggaran pendidikan dasar
|
6
12
12
0,5
|
||
TAMBANG
|
20
|
80
|
|
Iuran tetap (lend-rent)
Propinsi
Kabupaten/Kota
Pengasil
|
16
64
|
||
Iuran Eksplorasi dan Ekspoitasi (royalti)
Propinsi
Kabupaten/Kota Penghasil
Kabupaten/Kota Lain
|
16
32
32
|
||
HUTAN
|
20
|
80
|
|
Iuran HPH
Propinsi
Kabupaten/Kota
Penghasilan
Propinsi SDH
Propinsi
Kabupaten/Kota
Penghasilan
Kabupaten/Kota
Lain
|
16
64
16
32
32
|
||
ALOKASI UMUM
|
75
|
25
|
|
Propinsi
Kabupaten/Kota
|
2,5
22,5
|
||
REBOISASI
PERIKANAN
PBB
BPHTB
|
60
20
10
20
|
40
80
________________90_________________
Provinsi
Kabupaten/Kota
Biaya
Pemungutan
80
|
16,2
64,8
9
|
Provinsi
Kabupaten/Kota
|
16
64
|
>>>Baca juga : HUKUM WANITA MENJADI IMAM SHOLAT BAGI JAMAAH LAKI-LAKI