Pembangunan Ekonomi dan Hak Ekonomi Masyarakat

bagaimana pembangunan ekonomi dan hak ekonomi masyarakat
ADMIN

A.  Pembangunan Ekonomi dan Hak ekonomi Masyarakat

a.       Pengertian Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi[1] menurut kebanyakan teori ekonomi islam bersifat komprehensif, tidak terbatas pada variable-variabel ekonomi semata, akan tetapi seperti ditegaskan oleh khursyid meliputi aspek moral dan social[2], material dan spiritual. Di samping itu kata khursyid pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan bagi setiap individu pada seluruh generasi, meghapus riba dan mewajibkan zakat. Pendapat lain menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi bertujuan untuk membersihkan dan mencucikan akidah dan membenarkan iman. Dengan demikian, terdapat perbedaan mendasar antara konsep pertumbuhan ekonomi menurut islam dengan kapitalisme dan sosialisme. System ekonomi islam menurut pandangan khursyid berasaskan filsafat yang berhubungan dengan al-tauhid, al-rububiyah dan al-istikhlaf.[3] Namun menurut Al-fasi perbedaan tersebut lebih disebabkan oleh system kapitalisme yang membolehkan riba dan system sosialisme yang tidak terikat dengan agama.[4]
Sebagian penulis seperti Yususf berpendapat bahwa pemberlakuan al-urf untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi tidak relevan dengan masyarakat muslim.[5] Ketidaksesuaian ini kata Abdul Manan karena adanya persoalan-persoalan yang tidak popular yang tidak dapat dijadikan dasar bagi pembangunan ekonomi bagi masyarakat non muslim. Pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat muslim berdasarkan prisnsip menggembirakan (at-targib) yang terdapat di dalam Al-quran dan As-sunnah.[6]
Mayoritas penulis tentang ekonomi islam memahami konsep pembangunan ekonomi dari beberapa ayat Al-quran seperti Q.S. Hud, 61. Ayait ini mengandung dua makna yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi. Pertama makna al-wujub atau kewajiban umat manusia untuk mengelola bumi sebagai lahan pertanian dan pembangunan.[7] Kedua, ayat tersebut mengandung perintah tuhan kepada umat menusia untuk membangun jagad raya.[8] Perintah Allah tersebut bersifat wajib dan mutlak. Mayoritas penulis berpendapat kata al-imarah (memakmurkan) identic dengan kata at-tanmiyah al-iqtisadiyah (pembangunan ekonomi).
Ayat lain yang juga relevan dengan pembangunan ekonomi adalah Q.S. Al-Muluk ayat 15. Ayat ini mengandung makna wujub al-infaq (kewajiban mengeluarkan beaya) dan membangun fasilitas yang mendukung keberhasilan kewajiban tersebut. Hukum membangun fasilitas yang mendukung realisasi terhadap perintah yang bersifat wajib adalah wajib pula. Di dalam kaidah fiqhiyah disebutkan : ma la yatimmu al-wajibu illa bihi fahuwa wajibun. Dengan demikian, bekerja (al-kasbu) adalah suatu kewajiban alami dan al-kasbu menurut sebagian penulis adalah nama lain dari al-intaj (produksi). Dari sini kemudian para penulis muslim memahami adanya konsep pembanguanan ekonomi di dalam ajaran syariah.[9]

b.      Tujuan Pembangunan Ekonomi

Teori ekonomi konvensional setidaknya memperkenalkan dua hal fundamental berkaitan dengan tujuan pembanguan ekonomi. Pertama memperbaiki tingkat pendapatan riil individu. Kedua, menegakkan keadilan distribusi pendapatan. Dua tujuan tersebut menjadi focus pembicaraan di kalangan penulis muslim. Quhaf misalnya, mengatakan tujuan pembangunan ekonomi untuk membentuk iklim yang kondusif bagi keagungan nilai-niali islam dalam suatu masyarakat yang sejahtera secara material.[10] Dengan demikian, pembangunan ekonomi yang memiliki karakteristik islami harus dapat meningkatkan komitmen umat islam terhadap agamanya. Al-Rubi mengkorelasikan pembangunan ekonomi dengan kewajiban-kewajiban agama. Menurutnya, tujuan pembangunan ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan sehingga setiap individu dapat melaksanakan dan komitmen terhadap ajaran agama mereka.[11] Sedangkan menurut Yusuf, tujuan pembangunan ekonomi untuk merubah masyarakat sehingga mendapat ridha Allah.[12]
Di antara tujuan pembangunan ekonomi yang sering disebutkan dalm karya-karya kontemporer adalah untuk memenuhi kebutuhan yang memadai (al-had al-kifayah) bagi setiap masyarakat muslim. Asas yang mendasari ide al-had al-kifayah dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan Abu Ubaid, As-Sarakhsi dan Al-mawardi, dan kadang-kadang makna al-had al-kifayah tersebut secara implisit terdapat dalam beberapa hadist nabi tentang zakat. Al-Fanjari boleh dikatakan seorang penulis yang paling banyak menghubungkan konsep al-had al-kifayah dengan pembangunan ekonomi.[13]
Secara umum dapat dipahami bahwa menegakkan keadilan distribusi pendapatan, pemanfaatan sumber-sumber ekonomi secara ideal dan fungsional, meningkatkan kapasitas produksi dan sumber daya manusia sejalan dengan islam. Quhaf menambakan perlunya menselarasikan pembangunan ekonomi di berbagai daerah. Sedangkan naqwa mengingatkan perlunya mempertimbangkan kebutuhan generasi mendatang dalam pemanfaatan sumber ekonomi.
Khursyid menambahkan bahwa tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk merealisasikan desentralisasi.[14] Sedangkan menurut Siddiqi tujuan pembangunan untuk mewujudkan keseimbangan dan memperbaiki pradaban.
c.       Elemen-Elemen Strategis Yang Penting
            1.       Penyaringan Yang Merata atas klaim yang berlebihan
                   Problem pertama yang dihadapi setiap masyarakat dalam mengaktualisasikan sasaran-sasaran
                   egalitariannya adalah bagaimana klaim-klaim yang tidak terbatas terhadap sumber-sumbe
                   daya dalam suatu cara tertentu dimana hanya klaim-klaim yang lolos tes efesiensi dan
                   pemerataan saja yang boleh diakui. Mekanisme harga memang bisa bertindak sebagai filter,
                   namun hal itu beroperasi dalam pola yang merata. Karena itu, isalm melengkapinya dengan
                   menambah satu filter lagi yang akan menjamin pemerataan.[15]
                   Saringan moral ini akan menyerang langsung jantung permasalahan kebutuhan-kebutuhan yang
           tidak terbatas yaitu kesadaran individu yang paling dalam dengan mengubah skala preferensi
           mereka supaya mengikuti prioritas-prioritas social dan membuat klaim-klaim mereka terhadap
         sumber-sumber daya suatu fungsi bagi kesejahteraan manusia. Hal itu menghilangkan atau paling tidak meminimalkan, klaim-klaim yang tidak esensial dan tidak adil dilihat dari pencapaian sasaran-sasaran social. Sebagai contoh misalnya, filter itu tidak memperbolehkan penggunaan sumber-sumber daya untuk aktivitas-aktivitas yang secara moral dilarang , aktivitas yang hanya akan membunuh dan membahayakan manusia, binatang, atau tanaman, baik sekarang maupun yang akan dating sehingga akan mereduksi kesejahteraan mereka. Filter ini membuat suatu gaya hidup yang bersahaja, dan tidak mengizinkan gaya ekstravaganza atau penggunaan sumber-sumber daya untuk pamer diri atau untuk konsumsi yang tidak ada manfaatnya, konsumsi-konsumsi yang sebenarnya tidak membedakan secara riil kesejahteraan manusia. Filter itu juga tidak mengizinkan perusakan atau penggunaan yang berlebihan terhadap sumber-sumber daya seperti (membakar makanan untuk menaikkan harga dan lain-lain). Filter itu juga mengorganisasikan lembaga-lembaga keuangan sehingga mampu mempersiapkan diri secara komplementer terhadap filter harga dalam membantu menekan klaim terhadap sumber-sumber daya sehingga berada dalam batas-batas kemanusiaan.[16]

2.       Motivasi
Masalah kedua yang dihadapi oleh setiap masyarakat adalah bagaimana memotivasi individu untuk melayani kepentingan social seiring dengan filter moral meskipun ketika berbuat demikian merugikan kepentingannya sendiri. Ini disebabkan oleh semua individu selalu ingin melayani kepentingannya sendiri, seperti yang telah dicoba oleh sosialisme akan menemui kegagalan. Apa yang dilakukan oleh Adam Smith dalam rangka mengatasi konflik antara dua kepentingan adalah mencoba menunjukkan bahwa malayani kepentingan diri sendiri oleh setiap individu pada hakikatnya adalah melayani kepentingan social.
Oleh karena hal itu tidak selalu benar, seperti yang sudah dikemukakan, maka dalam rangka mewujudkan harmonisasi kepentingan individu dan social, individu harus disiapkan sedemikian rupa sehingga mengakui kebalikan apa yang dikatakan oleh Adam Smith, yaitu bahwa melayani kepentingan social pada hakikatnya melayani kepentingan diri sendiri, ini adalah pendekatan islam. Islam tidak melarang individu memenuhi kepentingan sendiri, tetapi dengan memberikan kepentingan diri sendiri dimensi spiritual dan berjangka panjang yang menembus wilayah kehidupan ini. Apabila hal ini diterima, yaitu bahwa maslahat individu dapat dipenuhi dengan nafsu keakuhannya sekalipun, maka maslahat diakhirat tidak akan dapat dipenuhi kecuali dengan berperilaku yang tidak merugikan kepentingan orang lain karena sama-sama berkedudukan sebagai khalifah Allah, sama-sama memiliki hak dan kewajiban serta satu dengan yang lain bersaudara, sehingga kebutuhan mereka harus dipenuhi melalui pemanfaatan bersama secara fair sumber-sumber daya yang telah disediakan oleh Allah.[17]
3.       Restrukturasi (penataan kembali) Sosioekonomi
Meskipun demikian, boleh jadi nilai-nilai tersebut dilanggar dan gagasan mengenai pertanggungjawaban di depan Allah SWT, dalam banyak kasus terlalu lemah pengaruhnya pada perilaku manusia, bahkan dalam suatu masyarakat yang bermuatan moral sekalipun, individu mungkin cenderung untuk tidak mengindahkan masalah-masalah kelangkaan dan prioritas-prioritas social dalam alokasi sumber-sumber daya,bila keadaan sosioekonomi tidak kondusif. Mereka mungkin tidak menyadari kebutuhan-kebutuhan orang lain yang lebih urgen dan yang belum dapat dipenuhi, dan kalaupun mereka berbuat, mungkin secara tidak disadari telah mengikuti trend (kecendrungan) social yang tidak sehat dan memalingkan sumber-sumber daya yang terbatas dari upaya untuk memenuhi kebutuhan orang, dalam rangka memuaskan keinginan-keinginan mereka yang secara relative kurang penting. [18]
Karena itu sangatlah perlu memperkuat nila-nilai moral dengan melakukan restrukturasi sosioekonomi dalam suatu cara yang memungkinakn individu memenuhi kepentingan diri mereka hanya dalam batas-batas kesejahteraan social dan stabilitas ekonomi. Restrukturasi itu harus bertujuan :
a.       Mentranformasi factor manusia dalam pembangunan untuk menjadikannya mampu berperan aktif dan konstruktif dalam alokasi sumber daya yang efesien dan merata,
b.       Mereduksi konsentrasi kepemilikan sarana-sarana produksi yang kini sedang berjalan sebanyak mungkin untuk melengkapi peran transformasi moral dalam meminimalkan pengaruh kekuasaan dan kekayaan dalam alokasi dan distribusi sumber-sumber daya,
c.       Mengeleminasi (pengeluaran) atau meminimalkan segala bentuk konsumsi berlebihan dan tidak perlu baik pada tingkat swasta maupun pemerintah dalam rangka meningkatkan tabungan dan memperbesar volume sumber daya yang tersedia untuk investasi dan pemenuhan kebutuhan, dan
d.       Melakukan reformasi system keuangan sedemikian rupa sehingga mampu berperan secara komplementer dalam restrukturasi di atas.

4.       Peran Negara
Sebuah restrukturasi seperti di atas tidak mungkin dapat dilaksanakan secara efektif kecuali bila semua kekuatan yang terlibat di dalamnya bekerja seperti dalam sebuah konser music. Dalam hal ini pemerintah harus berperan positif dan berorientasi pada sasaran di dalam ekonomi. Hal ini bukan suatu jenis peran yang akan mengarah kepada pembentukan suatu tatanan totaliter seperti yang terjadi pada uni soviet dahulu, cina dan bekas Negara-negara blok komunis. Peran ini hanya bersifat kompelementer yang dimainkan oleh pemerintah lewat internalisasi nilai-nilai islam dalam masyarakat, penciptaan iklim sosioekonomi yang sehat, dan pengembangan institusi yang tepat, dan bukannya melalui control-kontrol yang berlebihan, pelanggaran yang tidak perlu terhadap kebebasan individu serta peniadaan hak-hak untuk memiliki properti.[19]




[1] Wacana pembangunan ekonomi dalam karya-karya muslim klasik lazimnya dihubungkan dengan konsep ‘imarah al-ard (memakmurkan masjid) yang dipahami dari Q.S. Hud ayat 61. Istilah memakmurkan bumi yang dikaitkan dengan pembangunan ekonomi dapat ditemukan dalam perkataan Ali bin Abi Thalib ketika menyampaikan pesan kepada seorang gubernur yang akan di tugaskan di mesir: isi pesan tersebut “hendaklah perhatian kamu terhadap pemakmuran bumi (tanah) lebih besar dari pada perhatian kamu terhadap pemungutan pajak, karena pajak sendiri hanya bisa dioptimalkan dengan memakmurkan bumi (membangun pertanian). Memungut pajak dengan tanpa memperhatikan pemakmuran bumi, dapat mengakibat Negara menjadi hancur.
[2] Khursyid Ahmad. 85 Al-Tanmiyah al-iqtisodiyah fi ithorin islamiyin, tejemah Rafiq Al-misri, Majalah Abhas al-iqtisod al-islami, nomor 2, bagian 2, hlm.29
[3] Ibid.
[4] Al-Syaikh ‘Allal Al-Fasi, al-islam wa mutatollabat al-tanmiyah fi mujtama al-yaum, (Dahran: Multaqa al-fikr al-islami, 1971), hlm 29.
[5] Ibrahim Yusuf, Istiratijiyatu wa tiknik al-Tanmiyah al-Iqtisodiyah fi al-Islam, (Kairo: Al-Ijitihad al-Dauli li Al-bunuk al-Islamiyah, 1981), hlm 221
[6] Muhammad Abd al-Mannan,tt, Al-Iqtisad al-islami baina al-nazariyat wa al-tathbig (Al-Maktab al-arabi al-hadis), hlm 27.
[7] Ahmad Ibn Ali Al-Jassas, H. Ahkam Al-quran (Kairo: Mathbah’ah al-Auqof al-Islmaiyah, 1335), 3/342.
[8] Muhammad Ibn Ahmad Al-Qurtubi, H. Al-Jami’li- Ahkam Al-quran (Dar al-Kutub al-misriyah, 1369), hlm 9/648.
[9] Dunya, Tamwil al-tanmiyah fi al-Iqtisod al-islami, (Beirut: Muassasah al-risalah, 1984), hlm, 89.
[10] Al-qiro, Isti’radh, hlm 356.
[11] Mahmud Al-Rubi, al-Minhaj al-Islami fi al-Tanmiyah al-Iqtisodiyah wa al-Ijitima’iyah dalam majallat al-dirasat al-tijariyah wa al-Islamiyah, (Markaz solih Abdulloh kamilli al-dirasat al-tijariyah wa al-islamiyah,1984), nomor 3 hlm 31.
[12] Yusuf, Istirotijiyah, hlm 221.
[13] Muhammad Syauqi Al-Fanjari, Al-Islam wa al-Musykillah al-iqtisodiyah, (Maktabah al-Anglo al-Misriyah), hlm, 81.
[14] Khursyid, Tanmiyah, hlm 59.
[15] M.Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, (Depok: Gema Insani dan Tazkia Institute, 2005), hlm 80.
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] Ibid, hlm 82-83.
[19] Ibid, hlm 83-84.

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.