Artikel Neraca Perdagangan : Pendekatan Parsial

Neraca Perdagangan, Pengertian Neraca Perdagangan, Ekonomi International
ADMIN

Neraca Perdagangan : Pendekatan Parsial
Konsepsi kurva permintaan dan penawaran pasar dapat dipergunakan untuk menerangkan baik perdagangan antar-daerah maupun perdagangan antar-Negara. Oleh karena itu konsep ini hanya memperhatikan sebagian kecil saja dari perekonomian, yaitu bahkan hanya memperhatikan satu komoditi saja, dan tidak memperhatikan sama sekali pantulan yang mungkin timbul dari sektor – sektor lainnya dalam perekonomian, maka pendekatan ini dapat dikategorikan sebagai pendekatan Parsial atau lebih lengkapnya “partial ecuilibrium analysis”.


A.     Perdagangan Antar Daerah
Dengan menyadari adanya perbedaan – perbedaan antar daerah dalam hal jumlah penduduk, pendapatan masyarakat baik total, perkapita ataupun pendistribusiannya, kesukaan, selera atau cita rasa penduduk, keaneka ragaman barang dan jasa yang tersedia, dan seterusnya, maka kirannya mudah dipahami bahwa kurva permintaan kurva akan barang yang sama tendensinya berbeda – beda antar daerah yang satu dengan daerah yang lain.
Seperti halnya dengan kurva permintaan, kurva penawaran pasar akan suatu barang juga tendensinya berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya baik kuantitas, kualitas maupun komposisi sumber – summber daya yang ada di daerah yang satu berbeda dengan yang ada di daerah lain.

Kalau misalnya mula – mula sama sekali tidak ada kontak antara penduduk pulau A dengan penduduk pulau B. dalam keadaan demikian maka keadaan ekuilibrium pasar di pulau A dan di pulau B akan terbentuk dengan nilai – nilai ekuilibrium :
1.       Di pulau A :
(a)    Harga ekuilibrium barang X = OPA /X
(b)   Jumlah konsumsi barang X = OXA /bulan
(c)    Jumlah produksi barang X = OXA / bulan

2.       Di pulau B :
(a)    Harga ekuilibrium barang X = OPB /X
(b)   Jumlah konsumsi barang X = OXB /bulan
(c)    Jumlah produksi barang X = OXB /bulan

Dalam keadaaan tertutup, yaitu tidak ada hubungan dagang dengan daerah lain, dalam keadaan ekuilibrium jumlah peoduksi selalu sama dengan jumlah konsumsi.
Bila terjadi kontak, dengan sendirinya dengan adanya kontak tersebut para konsumen di pulau A akan mengetahui bahwa harga barang X dipulai B lebih rendah bila dibandingkan dengan harga barang X di pulau tempat kediamannya sendiri, sehingga mereka akan berusaha untuk membeli barang X dari pulau B. sebaliknya yang terjadi di pulau B ialah bahwa harga satuan barang X di pulau A lebih tinggi dari pada harga persatuan barang X di pulau tempat tiggal mereka. Oleh karena itu para produsen di pulau B, didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi, akan berusaha menjual hasil produksinya berupa barang X kepulau A. oleh karena keinginan para konsumen di pulau A untuk membeli barang X di pulau B mempunyai sifat komplementer dengan keinginan para produsen di pulau B untuk menjual hasil produksinya ke pulau A, maka kiranya mudah dipahami kalau kemudian terjadi jal belli barang X antara penduduk pulau B dengan penduduk pulau A.

B.      Perdagangan Antar Bangsa

Perbedaan jumlah penduduk, perbedaan pendapatan, perbedaan selera, dan perbedaa keaneka-ragaman barang dan jasa yang tersedia bagi konsumen menyebabkan permintaan pasar akan suatu barang berbeda dari Negara yang satu dengan negra yang lain. Di lain pihak apa yang biasa di sebut factor endowmen, yaitu kuantitas, kualitas dan komposisi seumber – sumber  daya, berbeda antara Negara yang satu dengan Negara yang lain menyebabkan kurva penawaran pasar akan suatu barang atau jasa juga berbeda antara Negara yang satu dengan Negara yang lain. Dapat di tarik kesimpulan bahwa analisis perdagangan antar daerah yang mengguanakan konsepsi permintaan dan penawaran sepenuhnya dapat di pergunakan untuk menerangakn perdaganganp antar bangsa.
Ada dua hal pokok yang banyak di jumpaidalam lalu-lintas perdagangan antar bangsa tetapi jarang di jumpai dalam lalu-lintas perdagangan antar daerah yaitu :
1.      Mata uang yang berlaku di Negara pengimpr pada umumnya berbeda dengan mata uang yang berlaku di Negara pengekspor. Kenyataan ini menyebabkan timbulnya masalah – masalah, seperti misalnya : kurs devisa, risiko perubahan kurs devisa, cadangan valuta asing dan lain – lain lagi.
2.      Kebijakan pemerintah, seperti misalnya : bea atau tariff, kuota, subsidi dan sebagainya, banyak dikenakan pada perdagangan antar daerah.

Akibat berbedanya mata uang yang di gunakan di Negara pengimpor degangan yang di gunakan di Negara pengekspor timbul berbagai masalah, antara lain ialah kurs valuta. Kurs valuta asing merupakan harga valuta asing persatuan uang dasar dinyatakan dalam mata uang Negara bersangkutan. Kalau misalnya dikatakan bahwa kurs dolar Australia setinggi Rp 700,- maka kalau seorang importer ingin melunasi hutangnya sebesar $A 100, ia harus mengeluarkan uang rupiah sebanyak Rp 70.000,- untuk dibelikan dolar Australia, yang kemudian dikirimkan kepada pihak eksportir di Australia.
Apabila ingin menggunakan model analisi perdagangan antar-daerah dengan menggunakan konsepsi permintaan dan penawaran untuk menerangkan perdagangan antar Negara, maka perlu memasukkan untus kurs valuta kedalam model analisis. 
Dari gambar dapat disaksikan bahwa sebelum adanya perdagangan, harga ekuilibrium barang X di Indonesia adalah Rp 700/X, yang kalau dinyatakan dalam satuan uang Australia, yaitu dengan jalan memproyeksikan pada sumbu $A melalui garis OK, mempunyai nilai sama dengan satu dolar Australia. Harga ekuilibrium barang X di Australia. Di lain pihak, adalah setinggi $A 0.60, yang mempunyai nilai ekuivalen Rp 420,-.
Melihat harga yang lebih tinggi di Indonesia, para produsen barang X di Australia tertarik untuk menjual hasil produksinya ke Indonesia. Sebaliknya para konsumen di Indonesia melihat bahwa di Australia harga barang X hanya setinggi Rp420,-/X tertarik untuk membeli barang tersebut dari Australia. Sebagai akibatnya timbul perdagangan, dimana Australia bertinfak sebagai Negara pengekspor, dan Indonesia bertindak sebagai Negara pengimpor. Sebagai akibat dari transaksi perdagangan tersebut di Negara pengkspor, yaitu dalam hal ini Negara Australia, harga barang X tersebut naik. Di lain pihak di Negara pengimpor yaitu Indonesia, harga barang X turun. Selama masih terjadi jumlah yang ingin di impor oleh Indonesia lebih banyak dari jumlah kesanggupan Negara pengekspor untuk mengekspornya maka harga barang X di Australia bertendensi naik,l sebaliknya di Negara mengimpor yaitu Indonesia bertendensi turun.akan tetapi bila yang terjadi sebaliknya, yaitu dimana jjumlah kesediaan mengekspor dari Negara pengekspor lebih besar daripada jumlah kesediaan pengimpor untuk mengimpornya, harga di Negara pengekspor akan turun dan di Negara pengimpor hharga barang X tersebut akan naik.. keadaan ekuilibrium terjadi apabila pada keadaan dimana pada harga barang yang berlaku, jumlah kesediaan Negara pengekspor untuk mengekspornya sama dengan jumlah kesediaan Negara pengimpor untuk mengimpornya. Dalam contoh di atas ekuilibrium terjadi pada harga sekitar Rp560,-/X atau $A 0.80,-/X. pada harga – harga tersebut, Negara Indonesia mengimpor barang X sebanyak M1, yang jumlahnya sama dengan yang di eksporAustralia, yaitu sebanyak XA.

C.      Permintaan Impor dan Penawaran Ekspor
Dari setiap pasang kurva permintaan pasar dan penawaran pasar dapat diturunkan kurva permintaan impor dan oenawaran ekspor. Dari pasangan kurva tersebut dapat di turunkan:
1.   Kurva permintaan impor Negara A akan barang X. kurva ini dapat pula di sebut sebagai kurva permintaan Negara A akan barang X buatan luar negeri. Kurva tersebut merupakan kurva yang menunjukkan kuantitas – kuantitas barang X yang masyarakat Negara A ingin dan sanggup untuk mengimpornya dari Negara lain pada berbagai kemungkinan harga barang X tersebut. Dalam gambar yang dimaksud dengan kurva permintaan impor barang X Negara tersebut ialah kurva PAHDA.
2.    Kurva penawaran ekspor barang X Negara A. kurva ini menunjukkan jumlah – jumlah barang X yang masyarakat Negara A ingin dan sanggup untuk mengekspornya ke Negara lain pada berbagai kemungkinan harga barang X. kurva penawaran barang ekspor yang dimaksud ialah kurva PAFSA.
 
Dasar pemikiran dari penurunan kedua kurva tersebut ialah sebagai berikut. Pertama menggunakan asumsi bahwa X yang dihasilkan oleh Negara A identik dengan barang X yang dihasilkan oleh Negara lain. Apabila harga barang X buatan Negara lain setinggi OPA, maka tidak ada gunanya bagi masyarakat Negara A untuk mengimpor maupun mengekspor barang X tersebut, oleh karena bagi konsumen, membeli barang X buatan dalam negeri sama menguntungkannya dengan membeli membeli barang X buatan luar negeri. Demikian juga bagi produsen, tidak ada gunanya untuk menjual hasil prduksinya keluar negeri, sebab harga jualnya di dalam negeri sama dengan di luar negeri, dan pada harga tersebut jumlah kesediaan produsen dalam negeri untuk menghasilkan barang X, yaitu sebanyak PAE persis sama dengan jumlah keinginan konsunen dalam negeri untuk mengkonsumsinya.


Neraca Perdagangan : Pendekatan Nasional

Para pemikir ekonomi menemukan bahwa ada hubungan timbal balik antara nilai pos – pos tertentu neraca pembayaran luar negeri suatu Negara dengan tingkiat pendapatan nasionalnya. Hubungan ini dapat diterangkan dengan meggunakan pendekatan analisi pendapatan nasional.
Dua di antara berbagai macam pendekatan analisis pendapatan nasional yang dapat dipergunakan untuk menerangkan hubungan timbal balik antara tingkat pendapatan nasional dengan pos – pos tertentu neraca pembayaran luar negeri yaitu:
1.     Pendekatan angka pengganda luar negeri atau foreign trade multiplier approach. Model analisi ini hanya memperhatikan satu pasar atau sector saja, yaitu pasar komoditi, yang biasa disebut juga sektor nyata  atau real sector, sektor pengeluaran atau expenditure sector. Lebih lanjut model angka pengganda perdagangan luar negeri ini dapat di bedakan antara:
(a)    Model angka pengganda tanpa pantulan. Yang akan kita bahas lebih lanjut.
(b)   Model angka pengganda dengan pantulan. Model angka penggandaan luar negeri ini memperhatikan kemungkinan timbulnya pantulan terhadap perubahan nilai ekspor dan atau impornya, yang di pantulkan oleh perekonomian yang mempunyai hubungan dagang dengan perekonomian. Untuk perekonomian yang nilai ekspor dan nilai impornya mempunyai angka persentase yang tinggi terhadap nilai total transaksi perdagangan pasar dunia, misalnya saja perekonomian amerika serikat, unsure pantulan atau repercussionnya perlu sekali untuk diperhatikan.
2.   Pendekatan IS-LM. Pendekatan ini di samping memperhatikan sektor nyata juga memperhatikan sektor moneter atau pasar uang.

A.      Asumsi Khusus yang Di Pakai

Untuk perekonomian terbuka kesamaan antara pendapatan nasional, output nasional dan pengeluaran total nasional tidak lagi berlaku. Kesamaan antara pendapatan nasional dengan output nasional masih tetap berlaku selama jumlah pendapatan modal yang dibayar oleh penduduk Negara tersebut kepada para investor asing sama dengan jumlah pendapatan yang diterima penduduk ngara tersebut berasal dari penanaman modalnya di luar negeri.

B.      Pendapatan Nasional Ekuilibrium Dalam Perekonomian Terbuka
Untuk perekonomian terbuka dimana pendapatan modal pada neraca pembayaran mempunai saldo nol berlaku kesamaan – kesamaan pendapatan nasional di bawah ini:
(a)    Y = C + I + X – M …………………………………………………………………………………………………………………(9.2.1.)
(b)   Y = C + S ………………………………………………………………………………………………………...………..………(9.2.1.A)
Dimana :
X = nilai ekspor
M = nilai impor
Dengan demikian berarti:
C + C = C + I + X – M
S + M = I + X …………………………………………………………………………………………………………………….…(9.2.2.)
  
Persamaan (9.2.2.) mempunyai makna bahwa syarat ekuilibriumnya perekonomian ialah kesamaan nilaii (S + M) dengan (I + X). saving tidak lagi harus sama dengan nilai impor. Demikian pula nilai ekspor tidak perlu sama dengan neraca perdagangan yang positif, yaitu neraca perdagangan dimana X>M, akan mencapai keadaan ekuilibrium justru dimana I<S; demikian pula sebaliknya.
Dalam model ini pengeluaran investasi dan ekspor duanya diperlukan sebagai variable yang eksogen, sedangkan S dan M masing – masing diperlukan sebagai variable yang endogen dengan persamaan  persamaan seperti dibawah ini :
S = So + sY …………………………………………………………………………………………………………………………………(9.2.3.)
M = Mo + mY ………………………………………………………………………………………………………………………….…(9.2.4.)
Dimana:
So = Besarnya saving pada tingkat pendapatan nasional sebesar nol, yang kita sebut pula sebagai intersep fungsi saving atau intersep saving.
s =  = marginal propensity to save
Mo = Besarya impor pada tingkat pendapatan nasional sebesar nol yang kita sebut juga inersep fungsi impor atau intersep impor.
m =  = marginal propensity to impor.

Dengan memasukkan (9.2.3.) dan (9.2.4.) ke dalam persamaan ekuilibrium (9.2.2.) kita menemukan :
So + sY + Mo + mY = I + X
sY + mY                     = I + X – So - Mo
(s+m)Y                      = I + X – So – Mo
Y  =  ……………………………………………………………….....…………(9.2.5.)
Untuk dapat menghayati pemanfaatan rumus (9.2.5.) perhatika contoh sebagai berikut:
Sebuah perekonomian mempunyai data sebagai berikut:
Fungsi saving :                                 S = -40 + 0,3Y
Fungsi impor :                                  M = 20 + 0,2Y
Pengeluaran investasi:                I = 280
Ekspor:                                               X = 100

Berdasarkan data tersebut kita menemukan :
(a)    Pendapatan nasional ekuilibrium:
Y =  ……………………………………………………………………………………………………………….(9.2.5.)
Y =  = 800
(b)   Saving ekuilibrium:
S = -40 + 0,3Y
   = -40 + 0,3 x 800
   = -40 + 240 = 200


(c)    Impor ekuilibrium:
M = 20 + 0,2Y
     = 20 + 0,2 x 800
     = 20 + 160 = 180
(d)   Konsumsi ekuilibrium
Y = C + I + X – M …………………………………………………………………………………………………………….…..(9.2.1.)
800 = C + 280 + 100 – 180
C = 800 – 200 = 600
Dengan cara lain:
C = Y – S
   = 800 – 200 = 600
(e)   Neraca perdagangan ekuilibrium
X = 100, dan M = 180
Ini berarti bahwa neraca perdagangan berada dalam keadaan pasif dengan impor netto sebesar :
M – X = 180 – 100 = 80

Secara grafik keadaan perekonomian dengan data – data seperti diuraikan di atas terlihat seperti dalam gambar





                            
Daftar Pustaka

                Rosyidi, Suherman. 2011. Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro Dan Makro. Jakarta. Rajawali Pers.
                Soediyono Reksoprayitno. 1983. Ekonomi mikro: Perilaku Harga Pasar Dan Konsumen. Edisi Kedua. Yogyakarta. Liberty.
                Soediyono Reksoprayitno. 1983. Ekonomi makro: Analisis IS-LM dan Permintaan Penawaran Agregatif. Edisi kedua. Yogyakarta. Liberty.
                M. Sanusi. 2010. Ekonomi Internasional : Neraca Perdagangan Internasional. Jakarta. Erlangga.

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.