KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

Kebijakan Pemerintah Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia
ADMIN
Refleksi terhadap Pemikiran Ekonomi, Studi Pembangunan dan Hukum di Negara Berkembang
Hukum, Ekonomi dan Pembangunan
Kajian hukum dan ekonomi pembangunan adalah kajian yang bersifat interdisipliner. Kerjasama antar disiplin yang ada dapat dilihat sebagai suatu kajian yang beroperasi pada irisan kedua disiplin, sehingga tugasnya ialah menentukan apa yang dapat diperoleh dari analisis yang dihasilkan ketika dua disiplin yang berbeda tersebut berinteraksi. Dengan adanya interaksi yang ada ini diharapkan para ahli hukum dapat memasukkan pertimbangan pembangunan, sementara pertimbangan hukum dapat diperhitungkan oleh orang-orang yang belajar tentang pembangunan.
            Pendapat lain melihat kajan hukum dan ekonomi pembangunan sebagai sebuah “Doktrin” untuk mengubah sistem hukum atas nama pembangunan. “doktrin” ini dapat dipahami sebagai irisan dari pemikiran-pemikiran saat ini dalam lingkup teori ekonomi,ide-ide hhukum, serta kebijakan dan praktik dari lembaga-lembaga pembangunan. Ketiga bidang ilmu (hukum, ekonomi dan pembangunan) ini dapat dilihat secara analitik terpisah satu sama lain, tapi secara praktis saling berhubungan secara kompleks dan mempengaruhi satu sama lain.Teori dan praktik dalam kajian hukum dan pembangunan dibentuk dan membentuk teori ekonomi, teori hukum dan praktik sebuah institusi.
            Model relasi antara ekonomi, hukum dan pembangunan yang kedua ini terlihat lebih lengkap dalam menggambarkan kondisi nyata. Kelengkapan ini terlihat dari pengamatan yang dilakukannya, yaitu dengan mengamati interaksi tiga faktor (ekonomi, hukum dan pembangunan) apabila dibandingkan dengan pengamatan terhadap dua faktor saja(ekonomi pembangunan dan hukum). Model pertama hanya menyarankan pengamatan yang saling mempertimbangkan satu sama lainnya sementara model kedua menunjukkan selain adanya hubungan namun juga pengaruh dari irisan masing-masing ranah kajian.
Dalam setiap irisan (pertemuan,pertukaran dan penggabungan), terjadi pasang surut dan perebutan domisili antar berbagai madzhab. Kenyataan ini sering luput dari perhatian para akademisi yang melakukan pengkajian. Hal itupun kerap dianggap bahwa setiap domain tersebut sudah tiba pada kebenaran yang ajeg sementara pendekatan lainnya sudah tidak dapat digunakan lagi. Kesimpulan yang begitu simplistis ini sering diambil dalam rangka meredukasi kerumitan yang ada, sehingga analisis yang dikembangkan bisa difokuskan, daripada mengamati banyak fokus tapi semuanya dangkal. Pada bagian pembahasan berikut, akan digambarkan pasang surut pengaruh berbagai madzhab ketika kajian hukum dan pembangunan beroperasi dalam irisan disiplin ilmu yang ada.
Hubungan Hukum dan Ekonomi Pembangunan dalam Pasang Surut Pemikiran
Setiap disiplin mengandung pasang surut relasi antar berbagai mdzhab di dalamnya, walaupun periodisasinya berbeda namun terlihat bahwa kedudukan mazhab yang ada dalam setiap ranahnya masih belum mencapai kondisi yang ajeg.
Berikut adalah pemaparan beberapa potret pasang surut kajian disiplin hukum, pembangunan dan ekonomi menjadi penting dalam rangka untuk menempatkan secara benar kajian antar disiplin dan juga untuk memahami realita yang ada.
1.      Tiga Momen Pemikiran Hukum dan Pembangunan Ekonomi
Bagi Trubek dan Santos, mengamati sejarah pemikiran mengenai hukum dan pembangunan ekonomi tidak bisa hanya dilakukan pada tataran kerja akademis saja tetapi juga harus melibatkan dan melihat pandangan serta pengalaman para praktisi pembangunan yang bertanggungjawab terhadap alokasi dana dan desain proyek.
Sebagai ide pemikiran, hukum dan pembangunan terus berevolusi. Dalam rentang periodisasi perkembangan terlihat bahwa pada satu kurun tertentu sebuah ide pemikiran menjadi panutan utama, dan selanjutnya ia digantikan oleh idea yang lain. Hal ini oleh Truebek dan Santos disebut dengan momen.
Selanjutnya mereka mengusulkan tiga momen, momen pertama disebut dengan “ Hukum dan Negara Pembangunan” (Law and Developmental State) yang mempercayai bahwa substitusi impor untuk memenuhi kebutuhan suatu negara merupakan mesin pertumbuhan sehingga tabungan yang langka harus diarahkan menjadi investasi-investasi yang penting.
Pada momen pertama ini fokusnya ialah memodernisasi regulasi dan profesi para ahli hukum dengan penekanan pada hukum publik, pencangkokan berbagai regulasi dari negara maju ke negara berkembang, dan pendidikan hukum.
Momen kedua disebut dengan “Hukum dan Pasar Neoliberal” (Law and the Neoliberal Market). Di momen kini kebijakan pembangunan disusun berdasarkan pada keyakinan keunggulan pasar neoliberal. Ia percaya bahwa bahwa cara terbaik untuk mencapai pertumbuhan ialah melakukannya dengan mekanisme pasar dan harga yang tepat, melakukan pengetahuan fiskal, menghilangkan gangguan-gangguan yang timbul akibat intervensi negara, mempromosikan perdagangan bebas, serta mendorong investasi publik. Untuk menuju bekerjanya “operasi pasar neoliberal”, hukum digunakan untuk mempercepat transaksi privat sehingga menjamin hak milik privat dan pertukaran melalui kesepakatan yang jelas sehingga menuju pembatasan yang ketat pada intervensi negara dan menjamin perlakuan setara dari modal asing. Penekanan dari momen kedua ini adalah pada peran peraturan perundang-undangan baik untuk mengurangi peran negara maupun untuk memfasilitasi pasar dengan kepercayaan bahwa pasar di manapun di dunia ini adalah pasar neoliberal dan oleh karena itu landasan hukum yang sama harus bisa diterapkan dimanapun.
Pada pergantian Milenium, reaksi terhadap program neoliberal di berbagai negara berkembang menjadi semakin kuat dari hari ke hari. Banyak negara berkembang dan negara transisi (dari ekonomi sosialis ke perekonomian liberal) mengalami krisis ekonomi yang parah setelah menerapkan resep-resep neoliberal. Di sinilah orang mengenal bahwa bukan hanya negara yang bisa gagal namun pasar juga bisa gagal karena para pembuat kebijakan tidak memperhatikan keberadaan institusi lokal dan waktu serta urutan untuk melakukan reformasi.
Momen kedua sudah dihadapkan pada tekanan untuk berubah secara serius, namun demikian momen ketiga pun dikatakan belum muncul secara eksplisit karena masih dalam proses pembentukan. Momen ketiga ini mengakomodasi ide bahwa pasar bisa gagal, intervensi yang mengkompensasi pada saat kegagalan terjadi menjadi sangat penting, pembangunan lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi tapi meluas sampai pembangunan manusia, serta peran partisipatif masyarakat. Keberadaan peraturan perundang-undangan tetap merupakan aktor sentral dan reformasi hukum masih merupakan fokus utama bagi bantuan pembangunan
2.      Tiga Globalisasi Pemikiran Hukum
Duncan Kennedy menghubungkan perkembangan pemikiran kajian hukum dan pembangunan dengan dua periode institusionalisasi dan perubahan konseptual yang saling beririsan di Barat  pada jangka waktu 1850-2000 yang disebutnya sebagai “tiga globalisasi dari hukum dan pemikiran hukum”. Ketiga globalisasi ini terdiri atas: tumbuhnya pemikiran hukum klasik (1850-1914), pemikiran hukum yang berorientasi sosial (1900-1968), serta transformasi dari kedua pemikiran itu melalui proses difusi terpisah dari keduanya di berbagai belahan dunia.
Globalisasi pertama, yaitu pada tahun 1850-1914 dan diakhiri oleh Perang Dunia 1, memandang hukum sebagai suatu sistem ranah otonomi baik untuk aktor privat dan publik dengan pembatasan ranah melalui analisis logika hukum sebagai praktik keilmuan. Mekanisme dari globalisasi ini ialah pemaksaan Barat pada koloni-koloninya untuk membuka rezim-rezim non-Barat yang tidak mengikuti hukum Barat. Hukum negara Barat yang “maju” dimengerti sebagai pelaksanaan rasional dari berbagai hal yang harus dilindungi oleh pemerintah dalam menjaga hak-hak hukum seseorang –hal ini berarti pula membantu mereka untuk menyadari kemauan-kemauan mereka-dan pada saat yang bersamaan mengizinkan orang lain untuk melakukan hal yang sama. Karena menekankan pengaturan dari kemauan, maka landasan dari pemikiran hukum klasik ini disebut juga dengan “the will theory”.
Selain aliran pengaruh dari Barat ke Kolonial, pada masa ini ada upaya pembuatan hukum ekonomi internasional yang didasarkan pada perdagangan bebas, standar keuangan pada harga emas serta hukum internasional privat(yang sering dilandaskan oleh para arbitrator)untuk menyelesaikan sengketa. Uang didepolitisasi dan pasar modal internasional-yang menyertai diplomasi kapal perang-muncul ke dunia. Kombinasi dari perdagangan dunia dan investasi baik untuk infrastruktur maupun produk primer pertanian dari Barat ke dunia kolonial memberi kesempatan pada transformasi sosial yang tidak bisa dikembalikan ke masa lalu dengan mengatasi dikotomi tradisi dan modernitas.
Kemudian antara tahun 1900-1968, hukum dipandang sebagai aktivitas dengan tujuan yang jelas yaitu sebagai mekanisme pengaturan yang dapat dan harus memfasilitasi evolusi kehidupan sosial dengan memperhatikan saling ketergantungan antar masyarakat pada semua tingkatan. Agen globalisasi pada globalisasi kedua ini ialah gerakan-gerakan reformasi di negara-negara Barat, sedangkan di dunia kolonial adalah gerakan-gerakan nasionalisme dan elite baru negara-negara yang baru merdeka setelah tahun 1945. Kritik inti dari globalisasi kedua ini adalah bhwa globalisasi pertama terlalu berbasis pada individualisme sehingga globalisasi kedua ini sering disebut juga sebagai “The Social”.
Ide dasar dari para pendukung globalisasi kedua ini adalah kondisi pada akhir abad XIX menggambarkan transformasi sosial yang terdiri atas urbanisasi, industrialisasi, masyarakat yang terorganisir, globalisasipasar-yang kesemuanya yang dirangkum pada gagasan saling ketergantungan. Sementara “the will theory” berangkat dari individualisme sehingga menutup mata terhadap saling ketergantungan ini dan mendorong tumbuhnya berbagai macam perilaku anti-sosial.
Setelah tahun 1919, para pendukung globalisasi kedua meneruskan analisis berbagai masalah yang muncul untuk merefleksikan perang dunia yang dimengerti sebagai produk dari kegagalan tata dunia internasional, karena mendasarkan pada logika kedaulatan yang analogis terhadap masalah-masalah yang muncul pada pada pasar karena adanya logika kepemilikan.
Pada saat itu terjadi sederetan “kemenangan” internasional, yaitu (1) terbentuknya negara-negara kapitalis inti yang dapat mempengaruhi dan mengatur perekonomian dunia baik di dalam negerinya maupun secara internasional, (2) globalisasi dari sistem Bretton Woods, (3) globalisasi reformasi sosial yang progresif dalam melakukan restrukturisasi relasi kuasa yang diekspor dari para pemenang ke para negara taklukan dan dan dari dunia pertama ke dunia ketiga sebagai basis dari ekonomi kapitalis yang mengejar strategi kedamaian sosial melalui pembangunan ekonomi.
Ada dua fase yang bisa dicatat di sini. Fase pertama terjadi segera setelah Perang Dunia II ketika sekutu secara digdaya dan sistematis mentransformasi sistem Jepang, Jerman, dan Italia dari fasisme ke versi sosial yang progresif, dan kemudian memberlakukan transformasi yang serupa kepada Korea Selatan dan Taiwan sebagai benteng terhadap komunis Cina.Land reform menjadi bagian penting dari transformasi disertai dengan  pengaturan serikat pekerja dan pasar keuangan.Fase kedua ialah terjadinya perluasan strategi industrialisasi substitusi impor di Amerika Latin, berbagai negara baru merdeka dan negara-negara besar seperti India, Mesir, Turki dan Iran, dan dilanjutkan setelah tahun 1960 ke negara-negara Afrika kecil yang baru merdeka. Strategi industrialisasi substitusi import ini mengandalkan intervensi besar-besaran pada hukum dan pemerintahan yang didukung oleh badan-badan PBB, Bank Dunia dan USAID sebelum akhirnya-seperti di Korea Selatandan taiwan-berhasil bergeser menjadi pertumbuhan yang dimotori oleh ekspor.
Antara tahun 1945 dan 2000, diusahakan secara pragmatis untuk menyeimbangkan pemikiran-pemikiran yang saling bertentangan dalam pengaturan sistem yang diciptakan oleh para ahli hukum sosial. Pada saat yang bersamaan ada harapan untuk menggunakan hukum sebagai pelindung hak-hak asasi manusia, hak milik dan sistem relasi antar negara melalui perluasan secara bertahapsupremasi hukum. Kurun ini pula ditandai oleh kemenangan Amerika Serikat dalam Perang Dunia Kedua dan Perang Dingin serta penyebaran kesadaran hukum ke berbagai negara-bangsa melalui partisipasi pada pasar dunia yang kondisinya ditentukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional serta lembaga-lembaga pengatur kebijakan. Muncul pula dalam era terakhir dari kurun ini kebanggaan terhadap budaya Amerika Serikat.
Globalisasi ketiga dapat dilihat sebagai thesis dan antithesis dan sekaligus sebagai sintesis dari keduanya. Globalisasi ketiga hadir dalam elemen-elemen tertransformasi baik dari pemikiran hukum klasik maupun sosial yang terjadi pada periode sebelumnya. Pada pemikiran hukum klasik, transformasi kunci yang terjadi ialah neoformalisme yang berasal dari dedukasi dalam sistem hukum positif yang dianggap koheren. Sementara pada pemikiran sosial, transformasi kuncinya ialah analisis kebijakan tetapi didasarkan pada pertimbangan adanya kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan.
Hukum yang dihasilkan bersifat kompromistis dibandingkan dengan hukum atau peraturan perundang-undangan yang ada pada globalisasi pertama dan globalisasi kedua. Berkaitan dengan aspek hak; bila pemikiran hukum klasik menekankan hak individual dan hak milik, sementara pemikiran sosial cenderung pada hak kelompok dan hak sosial, maka globalisasi ketiga mendorong penghormatan hak-hak asasi manusia. Globalisasi kedua mengedepankan semangat keadilan sosial melalui solidaritas, evolusi dan ilmu sosial.
Ide mengenai negara yang muncul pada globalisasi pertama pun lebih condong pada negara-bangsa yang satu. Pada globalisasi kedua pada idea mengenai korporatisme, sedangkan pada globalisasi ketiga pemikiran mengenai negara lebih mencondongkan diri pada federalisme dimana masyarakatnya diakui mempunyai identitas yang beragam dalam masyarakat sipil.
3.      Empat Common Sense Pemikiran Pembangunan
David Kennedy berupaya lebih lanjut menyibak pemikiran yang membentuk kajian hukum dan pembangunan dengan melalui apa yang disebutnya sebagai common sense dlam pemikiran pembangunan.Kennedy mengidentifikasi ada empat fase dalam common sense pemikiran pembangunan yang berbobot politis-dalam arti mempengaruhi distribusi sumber daya dari berbagai kelompok dan individual (laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, orang desa dan orang kota, utara dan selatan, serta pertanian dan industri) serta bagaimana para ahli juga melakukan agenda politis ketika mereka berupaya mempengaruhi distribusi kekuasaan sepanjang posisi-posisi ideologis yang sering diasosiasikan orang dengan kontestasi politik dari ideologi kanan, tengah dan kiri. Namun demikian, fakta di lapangan menunjukkan bahwa para ahli pembangunan pada masa pasca perang secara politis terbagi kedalam aliran: anti komunis dan sosial demokrat dengan berbagai variannya, dan hanya beberapa yang terlibat dengan kegiatan politis secara jelas. Walaupun sering dipersepsikan terlibat aliran tertentu seperti para pendukung neoliberalisme dengan ideologi kanan, namun para ahli dan pemikir pembangunan sebenarnya lebih condong merupakan reformis yang moderat dan pembela status quo dari sisa-sisa pembuatan kebijakan pacaperang.
            Keempat common sensepemikiran pembangunan itu ialah (1) fase konsensus intervensionis moderat pascaperang dunia (1945-1970), (2) fase krisis dan penciutan (1970-1980), (3) fase konsensus untuk transisi dari sosialisme-pertama-tama- di dunia ketiga kemudian di dunia kedua (1980-1995), serta (4) fase keraguan, pengkajian ulang dan elektisme dimana konsensus Washington yang neoliberal naik, dikritik dan direformasi. Seringkali fase-fase ini dilabelkan secara simplistis dimana fase pertama disebut sebagai “fase kiri”, fase kedua disebut dengan eksperimen yang gagal dari “fase kiri yang lebih radikal”, fase ketiga sebagai “fase reaksi dari kanan” serta fase keempat sebagai “fase keseimbangan dan eklektisisme dari kubu tengah”.
            Pengamatan keempat fase tersebut mengungkapkan bahwa setiap fase disertai dengan latar belakang dan penggerak politik yang kental. Namun demikian, para profesional dan pemikir pembangunan – yang kebanyakan mempunyai latar belakang disiplin ekonomi-seringkali menunjukkan dirinya sebagai para profesional yang bebas dari kepentingan politik. Mereka memang memberikan berbagai saran kepada pengambil keputusan dan penyelenggara negara berdasrkan keilmiahan pandangan mereka dalam membantu suatau negara mengatur distribusi berbagai sumber daya yang ada di tingkat masyarakat, namun saran-saran ini lebih lahir sebagai hasil dari kepakaran mereka yang tentu berbeda dengan pilihan politis mereka.
Menurut David Kennedy, hal yang tidak bisa dipungkiri ialah bahwa analisis dalam pembangunan menggunakan berbagai disiplin meliputi analisis ekonomi telah bercampur dengan berbagai preferensi awal dari ilmu hukum, sosiologi dan etika. Selain itu adalah adanya kecenderungan bahwa definisi pembangunan dan seluruh profesi yang menunjang pembangunan masuk semakin jauh pada era hukum. Ide-ide dan proyek-proyek ideologi bisa muncul ke permukaan bidang studi melalui analisis kebijakan hukum. Oleh karena itu, bagi Kennedy tidaklah berlebihan kalau teori pembangunan sendiri akhirnya menjadi common sense dari asumsi, argumen dan kontra argumen berkaitan dengan hukum dan kebijakan pembangunan.
          Dalam common sense tersebut, kepentingan politis menjadi lebih utama daripada pertimbangan politik dan ideologi itu sendiri, sementara arah dan model pembangunan pun seringkali tergantung pada mainstream pemikiran yang sedang menjadi dominan seperti pada era neoliberal sekarang ini dimana agenda distribusi dianggap sudah selesai pada mekanisme pasar.
         Hal lain yang juga tidak bisa dilupakan ialah peran hukum yang harusnya menjamin tersedianya arena untuk pencarian ide-ide pembangunan terbaik serta ruang untuk melakukan percobaan yang dilakukan untuk kesejahteraan umat manusia-bukan sebaliknya.
Namun demikian, pada saat membahas konsep pembangunan dan kemudian menurunkan operasionalisasinya, termasuk pada konsep hukum, banyak orang yang memnganggap bahwa mainstream pemikiran ekonomi merupakan pemikiran final yang sesuai untuk menjawab berbagai permasalahan terkini. Contohnya adalah banyak orang yang berbicara lebih mengenai pasar sempurna yang tetap merupakan kondisi ideal yang harus dituju (bukan hanya sebatas visi) dan juga bahwa fondasi inti pembangunan merupakan prioritas dibandingkan dengan model-model lain seperti negara yang aktif, yang juga mengembangkan pasar dalam negeri. Tidak hanya pasar yang sempurna tapi lebih menjamin kepentingan dalam negeri. Bagi banyak orang, pemikiran pembangunan yang dikenal saat ini sudah lahir dari analisis ilmiah yang sehatdan oleh karena itu sahih. Padahal banyak tekanan dn pemaksaan politik berkontribusi di dalamnya.

Paparan di atas menunjukkan adanya pasang surut dalam pemikiran baik itu dalam bidang hukum maupun ekonomi dan ekonomi pembangunan. Dengan demikian bila kita dapat melihat bahwa relasi antar berbagai disiplin itu begitu dinamis.
Download Button
Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.