Baca Juga:
Kumpulan Ebook Buku, Novel, Artikel dan Kitab Terbaru
Cara Mendapatkan Uang di Internet
Kumpulan Judul Skripsi Hukum Perdata, Hukum Tata Negara
Cara Mendapatkan Uang di Internet
Kumpulan Judul Skripsi Hukum Perdata, Hukum Tata Negara
A. Latar Belakang
Hubungan antar negara dalam interaksi internasional
merupakan hal yang niscaya. Keniscayaan hubungan antar negara, selain sebagai hal yang normal dan alamiah dalam interaksi internasional, namun juga sebagai wahana
untuk terlibat dalam proses-proses yang berlangsung dalam segala bentuk dinamika di lingkungan
internasional. Dalam kerangka hubungan
antar negara, selain mengacu kepada aturan hukum (konstitusi) negara-negara
yang terlibat
kerjasama tersebut, tetapi juga berbasis pada aturan hukum internasional sebagai pijakan bersama dalam konteks
hubungan multilateral antar negara. Adapun dalam pembuatan makalah ini, kami selaku
penulis mencoba mengangkat dan membahas
posisi Indonesia di tengah konflik israel dan palestina.Ada banyak permasalahan diantara kedua belah pihak ini yang kiranya sangat
menarik untuk di bahas melalui perspektif hukum (UUD 1945) kita.
Seiring
dengan perjalanan waktu, tampaknya masalah kedaulatan antara Israel dan
Palestina semakin meruncing.Oleh karena itu, dalam makalah ini kami berusaha
untuk menunjukan apa dan bagaimana Indonesia di tengah konflik mereka tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana politik yang digunakan Indonesia dalam
pergaulan internasional?
2. Bagaimana Sejarah konflik Israel-Palestina?
3. Apa Usaha –usaha yang telah dilakukan lembaga internasional
untuk meredakan konflik Israel-Palestina
?
4. Bagaimana hubungan diplomatik dengan Palestina?
5. Bagaimana hubungan diplomatik dengan Israel?
6. Apa yang bisa dilakukan Indonesia untuk meredakan
konflik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Politik yang digunakan
Indonesia dalam pergaulan internasional
Berdasarkan
undang-undang dasar (UUD) 1945, politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif
berorientasi pada kepentingan nasional, menitik beratkan pada solidaritas antar
negara berkembang, mendukung kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan
dalam segala bentuk, serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerjasama
internasional bagi kesejahteraan rakyat.[1]
Berdasarkan
UUD diatas menunjukkan, bahwa dalam hal kebijakan politik luar negeri
Indonesia harus berbasis pada semangat dan nilai-nilai kemerdekaan, anti-kolonialisme,
berorientasi pada kepentingan nasional dan mandiri dalam artiti dakterkooptasi
atau diintervensi oleh hegemoni negara-negara tertentu maupun kekuatan-kekuatan
asing. Politik luar negeri Indonesia selain bersifat bebas dan aktif juga
mempunyai sifat-sifat berikut:Anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala hal bentuk
manifestasinya dan ikut serta menjelaskan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Mengabdi kepada kepentingan nasional dan amanat penderitaan rakyat. Disamping itu, Prinsip-prinsip Politik Luar Negeri Indonesia antara lain
sebagai berikut:
a) Negara Indonesia menjalankan politik damai.
b) Indonesia membantu pelaksanaan keadilan sosial internasional
dengan berpedoman pada piagam PBB.
c) Indonesia bersahabat dengan segala bangsa atas dasar
saling menghargai dengan tidak mencampuri urusan pemerintahan dalam negeri
negara lain[2]
B. Sejarah konflik Israel-Palestina
a. Latar Belakang Terjadinya konflik Israel dan Palestina
Setelah
adanya kasus holocoust, kaum yahudi akhirnya terpencar dan tidak memiliki
tempat tinggal. Namun dengan adanya upaya untuk mendirikan suatu negara lagi,
kaum yahudi ini berusaha lewat jalur diplomasi dan berhasil pada 2 November
1917 melalui deklarasi Balfour. Surat itu menyatakan posisi yang disetujui pada
rapat Kabinet Inggris pada 31 Oktober 1917, bahwa pemerintah Inggris mendukung
rencana-rencana Zionis buat ‘tanah air’ bagi Yahudi di Palestina, dengan syarat
bahwa tak ada hal-hal yang boleh dilakukan yang mungkin merugikan hak-hak dari
komunitas-komunitas yang ada di sana .Pada saat itu Negara Arab masih dibawah
teritorial Inggris raya.Inilah awal dari sebuah konflik berkepanjangan israel
dan palestina.
Setelah
hasil dari deklarasi Balfour kondisi kaum yahudi masih sama yaitu tetap tidak
memiliki negara. Mereka hanya memiliki hak untuk tinggal di wilayah Palestina
tanpa ikut dalam sistem pemerintahan. Namun pada tanggal 29 November 1947, PBB
mulai membagi wilayah mandat Britania atas Palestina (deklarasi Balfour) dengan
komposisi 55% wilayah untuk Israel dan 45% wilayah untuk Palestina. Sedangkan
kotaYerusalem yang dianggap suci, tidak hanya oleh orang Yahudi tetapi juga
orang Muslim dan Kristen, akan dijadikan kota internasional.
Melihat
keputusan tersebut Bangsa-bangsa timur tengah lainnya tidak terima apalagi
ditambah dengan didirikannya negara Israel pada tanggal 14 Mei 1948 secara
sepihak oleh kaum yahudi membuat bangsa-bangsa Timur tengah (Palestina. Mesir,
Suriah, Irak, Libanon, Yordania, dan Arab Saudi) menabuh genderang perang
melawan Israel.
Perang
dimulai pada tahun 1948 antara Israel dan bangsa-bangsa liga arab (palestina,
Mesir, Suriah, dll) dengan kemenangan ditangan Israel. Kemenagan ini
tidak hanya mempertahankan wilayahnya dan bahkan merebut kurang lebih 70% dari
luas total wilayah daerah mandat PBB Britania Raya, Palestina. Perang ini
menyebabkan banyak kaum Palestina mengungsi dari daerah Israel. Tetapi di sisi
lain tidak kurang pula kaum Yahudi yang diusir dari negara-negara Arab lainnya.[3]
C. Usaha –usaha yang telah dilakukan lembaga
internasional untuk meredakan konflik Israel-Palestina
1. Roadmap for peace (2002)
sebuah peta jalan perdamaian bagi konflik
Israel-Palestina yang dinamai Road Map for Peace ini berlangsung pada 2002,
disponsori oleh empat kekuatan dunia – AmerikaSerikat, Uni-Eropa, Rusiadan
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Meski demikian prinsip-prinsip dasar perdamaian
antara Israel-Palestina ini dirancang oleh George W. Bush.Roadmap ini diharapkan
menjadi sebuah awal terjadinya perdamaian di Timur Tengah, selain itu agar
keamanan di dua negara berkonflik tersebut aman, damai dan demokratis.
2. Beirut summit (2002)
2. Beirut summit (2002)
Pembicaraan
mengenai penghentian konflik sengketa sekaligus perdamaian antara Israel dan
Palestina ini berlangsung pada Maret 2002 di Beirut, Lebanon. Pertemuan kedua
negara yang selalu bersitegang itu disponsori dan ditengahi oleh anggota negara
Liga Arab. Liga Arab yang dipimpin Saudi Arabia mengumumkan bahwa mereka telah
memungut suara dan mengakui Negara Israel dan menormalkan hubungan, selama
Israel setuju untuk kembali kedaerah kekuasaan sebelum tahun1967, menyelesaikan
masalah pengungsi Palestina, dan mendirikan Negara Palestina merdeka dengan
Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
3. Camp David Summit (2000)
Usaha pembicaraan damai antara Israel dan Palestina
pun berlangsung di Camp David pada Juli 2000, pertemuan yang dikenal pula
dengan Middle East Peace Summit ini ditengahi oleh Presiden Bill Clinton dan
dihadiri oleh pembesar kedua negara, Perdana Menteri Ehud Barak dan
Yasser Arafat. Namun pertemuan ini tidak menghasilkan sesuatu yang berarti bagi
konflik antara Israel dan Palestina.
4. Israel-Jordan Treaty of Peace (1994)
Treaty of
Peace merupakan pertemuan Damai Israel dan Yordania ditanda tangani pada 1994.
Pertemuan tersebut membahas usaha penghentian konflik antara Israel
denganYordania sekaligus mengaji ulang batas-batas kedua negara. Pertemuan yang
dikabarkan telah menghabiskan 18,3 milyar dolar AS, juga berhubungan dengan
konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina yang diwakilioleh PLO sebagai
pihak penyelenggara pemerintahan Palestina.[4]
5. Oslo Accords (1993)
Oslo
Accords yang berlangsung ditahun 1993 dikenal dengan Declaration of Principles
on Interim Self-Government Arrangements or Declaration of Principles (DOP),
merupakan langkah besar untuk mengusahakan terjadinya perdamaian antara Israel
danPalestina. Di dalam pertemuan tersebut wakil kedua negara yang berkonflik
berhadapan secara langsung, dan saling mengungkapkan keinginan kedua belah
pihak. Namun peristiwa terbunuhnya Yitzhak Rabin olehYigal Amir di Tel
Aviv pada 4 November 1995, kesepakatan yang telah disetujui oleh kedua pihak
pun sirna bahkan tidak dapat diwujudkan.[5]
D. Hubungan Diplomatik Indonesia Dan
Palestina
Negara
Indonesia dan Palestina memiliki hubungan yang sangat erat di dalam sejarah
perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, Ketika kemerdekaan
bangsa Indonesia diproklamirkan oleh Sukarno & Hatta,
pada tanggal 17 Agustus 1945, tidak ada satu Negara-pun yang mengakui
kemerdekaan Indonesia pada saat itu, hari berganti pekan, pekan berganti bulan,
bulan berganti tahun belum ada juga Negara yang mengakui kemerdekaan Indonesia,
walaupun sudah dikirim delegasi ke Eropa Timur dan Timur Tengah untuk melakukan
lobi agar kemerdekaan Indonesia dapat diakui oleh masyarakat dunia, barulah
setelah Jama'ah Ikhwanul Muslimin di Mesir yang dipimpin Imam Hasan Al Banna
dan Mufti Palestina, Syaikh Muhammad Amin Al Husaini membantu pemimpin
Indonesia melobi pemimpin-pemimpin Arab, sehingga pada 22 Maret 1946 Kerajaan
Mesir mengakui defacto Republik Indonesia dan ini merupakan
pengakuan pertama dari Negara sahabat terhadap kemerdekaan Indonesia.
Bahkan Mufti Palestina,
Syaikh Muhammad Amin Al Husaini mensedekahkan uangnya dan juga membantu
menggalang dana kepada rakyat Palestina untuk membantu perjuangan kemerdekaan
RI selama masa Penjajahan Belanda meskipun mereka didera penjajahan
oleh Israel. Pada tanggal 18 Nopember 1946 Dewan Menteri Luar Negeri Liga
Arab memutuskan supaya Negara-negara anggotanya mengakui kemerdekaan Indonesia
dan kedaulatannya defacto dan dejure.
Dan Pada tanggal
3 Sya'ban 1366, bertepatan 2 Juli 1947 telah ditandatangani perjanjian
persahabatan, Hubungan Diplomatik dan Konsuler antara RI dan Republik Suriah.
Kemudian
Pada tanggal 8 Muharram 1367, bertepatan dengan 21 Nopember 1947 Kerajaan Arab
Saudi telah mengakui kemerdekaan dan Kedaulatan Republik Indonesia dan juga
menyetujui mengadakan hubungan diplomatik antara kedua Negara.
Adapun
Hubungan Negara Indonesia yang lainnya dengan Palestina di antaranya membantu
atau menyumbangkan sedikit banyaknya dari segi fisik maupun material dalam
mengatasi peperangan dengan Israel[6]
E. Hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel
Berdasarkann
UUD 1945, politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif berorientasi pada
kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas antar negara berkembang,
mendukung kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan dalam segala bentuk,
serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerja sama internasional bagi
kesejahteraan rakyat. Substansi konstitusi tersebut menunjukkan, bahwa
dalam hal kebijakan politik luar negeri Indonesia harus berbasis pada semangat
dan nilai-nilai kemerdekaan serta anti-kolonialisme, berorientasi pada
kepentingan nasional dan mandiri dalam arti tidak terkooptasi atau diintervensi
oleh negara-negara tertentu maupun hegemoni kekuatan-kekuatan asing. Dalam hal
kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Israel, pijakan konstitusional
tersebut menjadi basis legal-formal dalam tataran implementasi kebijakan di
lingkungan pergaulan internasional.
Penolakan
berbagai elemen di tanah air terhadap upaya pembukaan hubungan diplomatik
dengan Israel berdasarkan penafsiran terhadap konstitusi yang ada. Dalam
konstitusi yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
pada alinea pertama, dikatakan “bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri
keadilan”. [7]
Mengacu
pada isi konstitusi tersebut, sulit kiranya bagi Indonesia untuk membuka
hubungan diplomatik dengan Israel. Hal ini disebabkan karena pengarus-utamaan
opini publik global terhadap fakta politik yang ada terkait dengan penjajahan
yang dilakukan oleh Israel terhadap bangsa Palestina. Sehingga kalau Indonesia
membuka hubungan dengan Israel, dianggap sama saja dengan menjustifikasi dan
melegitimasi penjajahan Israel terhadap bangsa Palestina, maka secara otomatis
merupakan suatu pelanggaran terhadap prinsip-prinsip konstitusional.
Di sisi
lain ,hal utama yang seharusnya ditempatkan adalah peran aktif Indonesia
dalam perdamaian, bukan hubungan diplomatik Indonesia-Israel. Pembukaan
hubungan diplomatic dengan Israel bisa dilakukan manakala ada kebutuhannya
terhadap Israel. Pandangan yang buruk terhadap Israel harus diletakkan
dalam porsi yang tepat. Jika tidak, Indonesia akan terjebak pada kebencian tak
berujung yang mampu menghambat peran aktif Indonesia dalam perdamaian abadi
Timur Tengah.[8]
F. Apa
yang mungkin dilakukan Indonesia untuk meredakan konflik Israel-Palestina
Persoalannya
adalah peran dan langkah-langkah konkrit apakah yang dapat dilakukan Indonesia
demi mendukung terwujudnya perdamaian Palestina-Israel? Menurut pandangan
kelompok kami peran yang sebaiknya dimainkan Indonesia perlu
memperhitungkan karakteristik konflik Palestina-Israel dan potensi-potensiriil
yang dimiliki Indonesia.
Potensi
pertama yang nampaknya oleh pemerintah telah ditekadkan sebagai wahana
perjuangan penyelesaian damai konflik Palestina-Israel ialah kedudukan
Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB. Pemerintah telah
berketetapan bahwa penyelesaian damai konflik Palestina-Israel merupakan salah
satu isu besar yang akan menjadi prioritas perjuangan selama Indonesia duduk
sebagai anggota tidak tetap DK PBB setahun kedepan. Meski demikian, prioritas
diplomasi Indonesia di dalam dan melalui DK PBB tentu masih sangat ditentukan
oleh agenda-agenda DK PBB yang bisanya lebih banyak dipengaruhi oleh lima
anggota tetap DK PBB. Selain itu, bisa dipastikan bahwasanya sandungan besar
tentu akan dihadapi Indonesia manakala inisiatif-inisiatif yang diupayakan
untuk perdamaian Palestina-Israel berhadapan langsung dengan kepentingan
AmerikaSerikat (AS) yang sejauh ini terus menunjukkan sikap tidak kompromi
untuk berada di balik posisi Israel.[9]
Potensi
lain yang dapat dimanfaatkan Indonesia adalah kedudukan dan keikutsertaan dalam
Organiasi Konferensi Islam (OKI). Bersama negara-negara Islam anggota OKI
lainnya, seruan terhadap perdamaian Palestina-Israel bukanlah hal baru, karena
sejak lama soal ini menjadi perhatian negara-negara anggota OKI. Pertanyaannya
adalah, seberapa besarkah pengaruh Indonesia di dalam OKI? Memang patut diakui
bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Tetapi
sayangnya, nampaknya OKI lebih banyak didominasi dan dipengaruhi negara-negara
Arab Teluk yang secara financial memang lebih mampu dibandingkan dengan
Indonesia. Dukungan dana Indonesia terhadap OKI jauh dibandingkan dengan
dukungan negara-negara Arab, sehingga pengaruh Jakarta di dalam OKI pun kurang
jika dibandingkan negara-negara Arab. Atas dasar itu, hamper dapat
dipastikan bahwa suara dan inisiatif Indonesia untuk soal perdamaian
Palestina-Israel melalui forum OKI sampai titik tertentu masih sangat
dipengaruhi oleh suara kekuatan-kekuatan inti Arab di dalam OKI.[10]
Menghadapi
sejumlah kenyataan di atas, nampaknya peluang kita untuk mendapatkan hasil yang
maksimal melalui jalur diplomasi biasa tidak terlalu menjanjikan. Oleh karena
itu, langkah-langkah berikut ini nampaknya cukup realistis bagi Indonesia untuk
ditempuh dalam rangka mendukung terwujudnya prospek perdamaian Palestina-Israel
ke depan.
Pertama,
dalam jangka pendek Indonesia perlu meneruskan dan memaksimalkan berbagai
pendekatan melalui jalur diplomasi yang agak berbeda yang mengandalkan jalur
dan kekuatan di luar pemerintah. Dalam konteks ini, pemerintah dapat
menggunakan tokoh-tokoh terpandang (respected leaders) semisal ulama-ulama
berpengaruh. Lawatan Menlu belum lama berselang ke beberapa negara Timur Tengah
bersama Kiai H. Hasyim Muzadi adalah langkah awal yang perlu diteruskan dan
dimaksimalkan. Melalui tokoh-tokoh inilah suara Indonesia dapat didengar secara
langsung oleh pihak-pihak yang bertikai.
Kedua,
dalam jangka panjang wacana mengenai perlunya membuka dan meningkatkan hubungan
dengan Israel (walaupun tidak harus langsung dalam bentuk hubungan diplomatik
resmi) perlu digulirkan kembali. Peningkatan hubungan dengan Israel akan juga
memberi peluang yang lebih besar kepada Indonesia untuk memainkan “tidak
resmi”sehingga seperti halnya dengan pihak Palestina dan sejumlah negara Arab
lainnya, suara Jakarta bisa didengar langsung oleh pihak Israel melalui
keterlibatan tokoh-tokoh berpengaruh di luar pemerintahan.[11]
BAB III
KESIMPULAN
Bila kita
mengamati konflik antara Israel palestina ini, kita akan melihat sebuah konflik
yang sangat rumit.Dimulai dari faktor sejarah yang panjang sampai dengan kultur
yang bercampur isu riligius yang membuat konflik antara keduanya menjadi
semakin meruncing.Posisi Indonesia yang selama ini telah berkotmitmen untuk
membantu perdamaian di kawasan timur tengahpun seakan menemui
kegagalan-kegagalan.Namun kami menyimpulkan beberapa hal cukup
urgent.Diantaranya kita harus membuka pintu dialog dengan Israel secara terbuka
meskipun dengan membuka pintu dialog dengan Israel. Yang paling tahu tentang
bagaimana caranya berdamai pada dasarnya adalah pihak-pihak yang berkonflik itu
sendiri, bukan pihak yang lain. Sebab, mereka sendirilah yang berkepentingan
dengan konflik atau perdamaian itu.
Adapula
kemungkinan Indonesia memaksimalkan peranannya sebagai anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB.seharusnya Indonesia harus lebih bisa meminta kepada rapat
dewan PBB untuk mengangkat isu Konflik Palestina-Israel menjadi pokok pembhasan
utama. Apalagi selama ini agenda yang menjadi isu di Dewan Keamanan PBB
sebatas apa yang 5 negara besar pemegang hak veto usulkan
DAFTAR
PUSTAKA
Rahmat, musthafa, Abd, .2002.
Jejak-JejakJuangPalestina, Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Ø Soetomo, Rusnandi. 1979. HubunganAntara
Indonesia Dan Timur Tengah. Analisa v111.
Ø Susan, Novri. 2009. Sosiologi Konflik Dan
Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta : Kencana
Ø Dipoyudo, Kirdi. 1981. Timur Tengah Pusaran
Strategis Dunia. Jakarta : CSIS
Ø http://ekomarhaendy.wordpress.comdiakses pada 20 Mei
2013 jam 20.00
Ø erangkinSyahmam, Ak. Hukum Diplomatik Dalam
Kerangka Analisis,2008,Jakarta: Rajawali Pers,
Ø Holsti.K.J. 1987.Politik Internasional Suatu
Kerangka Analisis.Bandung: Bina cipta.
1]Kerangkin Syahmam, Ak.. Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Analisis, 2008, Jakarta : Rajawali Pers, hal. 237
2]ibid
3]http://ekomarhaendy.wordpress.comdiakses
pada 20 Mei 2013 jam 20.00
4]Soetomo,
Rusnandi. 1979. HubunganAntara Indonesia Dan Timur Tengah.Analisa v111.
5]Soetomo,
Rusnandi. 1979. HubunganAntara Indonesia Dan Timur Tengah.Analisa v111.
6]Rahmat,musthafa,Abd,
.2002. Jejak-JejakJuangPalestina, Jakarta: PenerbitBukuKompas
7]Susan,
Novri. 2009. Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta :
Kencana
8]Dipoyudo,
Kirdi. 1981. Timur Tengah Pusaran Strategis Dunia. Jakarta : CSIS
9]Dipoyudo,
Kirdi. 1981. Timur Tengah PusaranStrategisDunia. Jakarta : CSIS
10]Susan, Novri.
2009. SosiologiKonflik Dan Isu-IsuKonflikKontemporer. Jakarta : Kencana
11]Susan,
Novri. 2009. Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta :
Kencana
# Download File Klik Disini >Google Drive<