Seorang korban bernama Imam A. Syafei (31) seorang bos servis komputer
ditemukan tewas di bagasi mobil di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Otak
pembunuhan tersebut adalah TD dan dalam aksinya TD dibantu oleh WS (eksekutor). Sabtu 16 maret 2013, korban yang
punya rumah di Bekasi datang ke rumah TD(41), di Cakung, Jakarta Timur. Keduanya
kemudian naik mobil korban dan membicarakan masalah bisnis. TD dijelaskan
sebagai teman dekat Imam. Mereka selama ini berbisnis komputer, sejak kenal
tahun 2000 dan kerap menggarap bersama proyek tender komputer. Akibat urusan
bisnis TD sakit hati, karena TD merasa Korban tak adil dalam pembagian
penghasilan usaha bisnis yang mereka jalani. Apalagi setelah itu usaha komputer
milik TD bangkrut. Dia pun sejak awal Maret berencana membunuh korban. Aksi
dijalankan pada Sabtu pekan lalu dengan alasan bisnis TD mengundang Imam,
Dalam perjalanan, mereka menjemput satu orang rekan, TD bernama AS. Ketiga
pengusaha komputer ini naik dalam satu mobil. TD beralasan mengajak korban ke
bazar komputer murah yang pada kenyataannya bazar tersebut tidak ada. saat dalam
perjalanan di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng korban dibunuh Sabtu sore
itu juga dengan cara dijerat dengan tali. Yang menjerat adalah AS yang duduk di
kursi belakang. Korban duduk di kursi penumpang bagian depan, di sebelah
sopir.Dalam perjalanan itu pula tersangka memindahkan korban ke bagasi mobil di
bagian belakang. Kemudian korban diikat dan dilakban. Karena sejak awal tidak
ada tujuan dan TD sudah terlanjur berkendara masuk ke jalan tol bandara.
Akhirnya TD berpikir untuk berhenti di bandara. Lalu mereka meninggalkan
korban di sana. Barang bukti berupa kawat untuk mencekik leher
dan mengikat kaki korban masih ditemukan polisi di dalam mobil minibus Grand
Vitara tersebut.
Sumber diambil dari website resmi
(http://id.berita.yahoo.com/polisi-urai-cerita-pembunuhan-bos-komputer-bekasi-065117380.html/) TEMPO.CO – Kam,
21 Mar 2013 Polisi Urai Cerita Pembunuhan Bos Komputer Bekasi
- Penggolongan dan Unsur-Unsurnya
Pasal 340 KUH Pidana:
“Barangsiapa sengaja dan dengan rencana
lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan
rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
Unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal 340 KUH
Pidana yaitu :
- Barangsiapa, artinya siapapun dapat melakukan hal tersebut. Tidak mengacu pada jabatan atau hal-hal tertentu yang dimiliki individu yang melakukannya untuk berbuat.
Dalam hal ini, yang
dapat dimintai pertanggungjawaban adalah TD sebab dia merupakan pelaku tunggal
dimana dia mengakui dirinya telah membunuh Imam dan tidak memenuhi
pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III
KUHP tersebut.
2.
Sengaja,
artinya pelaku sadar akan konsekuensi dari tindakannya dan akibat yang akan
ditimbulkannya. Serta Pelaku tahu dan mengkhendaki akan konsekuensinya tetapi
tetap menjalankan hal tersebut dengan tenang.
Dalam kasus ini, Pelaku
memiliki kehendak untuk membunuh korban sebab didorong oleh motif ingin
Membunuh korban lantaran sakit hati serta mengetahui dengan pesti konsekuensi
yang timbul dari perbuatannya itu. Tindak pidana tersebut telah diatur dalam
pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana
3.
Dengan rencana lebih dahulu, artinya
terdapat waktu jeda antara perencanaan dengan tindakan yang memungkinkan adanya
perencanaan secara sistematis terlebih dahulu lalu baru diikuti dengan
tindakannya
Dalam kasus, Pelaku
telah merencanakan untuk membunuh korban sejak awal maret 2013 didorong oleh
motif ingin Membunuh korban lantaran sakit hati.“Dalam hal ini pelaku
berinisial TD terbukti memenuhi unsur-unsur yang ada pada pasal 340 KUHP”.
Pasal 338 KUH Pidana:
“Barangsiapa sengaja merampas nyawa
orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun.”
Unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal 338 KUH
Pidana yaitu :
- Barangsiapa, artinya siapapun dapat melakukan hal tersebut. Tidak mengacu pada jabatan atau hal-hal tertentu yang dimiliki individu yang melakukannya untuk berbuat.
Dalam hal ini, yang
dapat dimintai pertanggungjawaban adalah AS sebab dia merupakan pelaku tunggal
dimana dia mengakui dirinya telah membunuh Imam dan tidak memenuhi
pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III
KUHP tersebut.
- Sengaja, artinya pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk menimbulkan akibat tertentu yang telah diatur dalam perundang-undangan yang didorong oleh motif. Serta sadar akan konsekuensi dari tindakannya dan akibat yang akan ditimbulkannya.
Dalam hal ini tersangka
AS terbukti menjerat korban bernama Imam dengan tali dalam keaddan sadar dan
mengetahui dampak ang akan timbul dari perbuatannya. Serta melakukannya dengan
kehendak dan kemauannya.
- Menghilangkan nyawa orang lain. Dalam hal ini akibat yang terjadi adalah terjadi hilangnya nyawa seseorang bernama Imam yang dibunuh dengan cara dijerat oleh oleh AS . sehingga menyebabkan korban tewas akibat jeratan tersebut.
“Dalam hal ini pelaku AS terbukti memenuhi
unsur-unsur yang ada pada pasal 338 KUHP”.
- Teori Tempus Delicti dan Locus Delicti
A. Teori Tempus
Delicti
Sebelum dikaitkan dengan Teori Tempus Delicti, maka pertama-tama harus mengacu
pada asas legalitas yang tertera pada pasal 1 ayat 1 KUHP.
“ Tiada suatu perbuatan dapat dipidana
kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah
ada, sebelum perbuatan dilakukan”
Dalam hal ini yang
dimaksud dengan pasal diatas adalah bahwa tidak ada suatu tindak pidana apapun
yang dapat dipidana tanpa ada peraturan tertulis yang mengaturnya terlebih
dahulu. Dalam pasal 1 ayat (1) tersebut terdapat asas hukum pidana yakni Asas
legalitas yang berbunyi “Nullum Dellictum, Nulla Poena Sine
Praevia Lege Poenali”. Yang artinya Tiada delik dan hukuman tanpa suatu
peraturan terlebih dahulu menyebut perbuatan itu sebagai delik dan memuat suatu
hukuman yang dapat dijatuhi hukuman.
Berdasarkan
asas Legalitas ini pasal 338 KUHP, pasal 340 KUHP adalah peraturan-peraturan
yang sudah diatur sebelum tindak pidana pembunuhan dan pembunuhan berencana
tersebut dilakukan, maka tindak pidana tersebut dapat diproses menurut
pasal-pasal tersebut yakni pasal 338 KUHP, pasal 340 KUHP.
Yang dimaksud dengan
Teori Tempus Delicti adalah waktu terjadinya delik. Teori-teorinya
sebagai berikut :
- Teori Perbuatan Fisik, yaitu teori yang menentukan kapan suatu tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil) dilakukan. Dalam hal ini adalah terjadinya penjeratan dengan tali oleh AS terhadap korban pada sore hari Sabtu (16/3/13) di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng .
- Teori Bekerjanya Alat yang Digunakan, yaitu teori yang menentukan kapan suatu tindak pidana terjadi berdasarkan waktu saat alat bekerja. Dalam kasus ini benda/alat yang digunakan AS untuk menjerat adalah sebuah tali yang memberikan efek langsung terhadap korban di saat itu juga (sore hari, Sabtu 16/3/13 ).
- Teori Akibat, yaitu teori yang menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Pada kasus ini adalah penjeratan yang dilakukan oleh AS atau pembunuhan berencana yang telah direncanakan oleh TD sehingga menyebabkan kematian korban.
- Teori Waktu yang Jamak, yaitu penggabungan diantara ketiga hal diatas yaitu karena memenuhi lengkap ketiga teori diatas, maka lengkaplah sudah.
B. Teori Locus Delicti
Sebelum dikaitkan dengan Teori Tempus Delicti, maka pertama-tama harus mengacu
pada asas-asas dalam KUHP yang diantaranya adalah, sebagai berikut:
1. Asas
Teritorial (Pasal 2 dan Pasal 3 KUHP)
Dalam Pasal 2 KUHP asas-asas Teritorial berbunyi
sebagai berikut:
“Aturan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam
Indonesia”
Dan dalam Pasal 3 KUHP adalah berbunyi sebagai
berikut :
“Ketentuan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar Indonesia
melakukan delik pidana di dalam perahu atau pesawat udara Indonesia.”
Dalam kedua pasal diatas yang dimaksud dengan
wilayah Indonesia adalah :
- Seluruh daratan di wilayah negara Republik Indonesia.
- Perairan Indonesia yaitu laut wilayah Indonesia dan perairan pedalaman Indonesia ( termasuk diantaranya Sungai dan Danau)
- Udara di wilayah indonesia
- Kapal laut berbendera Indonesia, yang termasuk didalamnya adalah kapal dagang di laut bebas dan kapal perang Indonesia di manapun.
- Pesawat Indonesia berdasarkan Pasal 95 KUHP.
Berdasarkan Kasus diatas, tindak pidana yang terjadi
adalah di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng yang merupakan daratan
Indonesia sehingga dalam hal ini memiliki syarat untuk disebut wilayah
Indonesia, sehingga hukum pidana Indonesia dapat diberlakukan dan pengadilan
Indonesia-lah yang berwenang dan akan mengadili mereka.
- Asas Nasionalitas Aktif
Berdasarkan asas Nasionalitas Aktif adalah bahwa setiap negara yang berdaulat
wajib sejauh mungkin mengatur sendiri warga negaranya sendiri. Dalam hal ini
Warga Negara Indonesia (WNI) tanpa mempersoalkan dimana orang tersebut berada
baik di dalam maupun diluar wilayah Indonesia berhak diadili oleh hukum
negaranya. Berdasarkan kasus diatas, karena kasus yang terjadi adalah
pembunuhan dan bukan termasuk dalam kejahatan yang disebutkan dalam pasal 5-7,
maka asas ini tidak digunakan.
2.
Asas Nasionalitas Pasif (Pasal
4 KUHP)
Berdasarkan asas setiap negara berdaulat wajib menjaga kepentingan hukum
negaranya atau kepentingan nasionalnya. Dalm kasus ini Asas Nasionalitas Pasif
tidak digunakan karena tidak kaitannya/menyangkut dengan kepentingan nasional
Republik Indonesia.
3.
Asas Universalitas
Asas ini dipergunakan untuk melindungi seluruh masyarakat dunia. Berdasarkan
kasus tersebut, pembunuhan yang terjadi merupakan pembunuhan yang sudah diatur
dalam pasal 384, dan pasal 340 KUHP sehingga tidak perlu dipergunakan Asas
universalitas.
Setelah memahami
asa-asas dalam KUHP, Locus delicti artinya adalah lokasi
tindak pidana terjadi. Penentuan locus bertujuan untuk menentukan
- hukum pidana mana yang diberlakukan , apakah hukum Indonesia yang berlaku tau negara lain yang berlaku dalam tindak pidana tersebut (Pasal 2-8 KUHP)
- Kompetensi relatif pengadilan yang berhak mengadili perkara tersebut, kompetensi Relatif teagi atas :
ü Kompetensi absolut adalah
kompetensi Untuk menentukan pengadilan apa yang berhak mengadili
perkara tersebut. Dalam kasus tersebut adalah pengadilan Umum
ü Kompetensi relatif adalah
kompetensi Untuk menentukan pengadilan mana yang berhak mengadili
perkara tersebut. Untuk lebih lengkapnya penentuan pengadilan ini ditentukan
dengan menggunakan teori locus. Karena pembunuhan terjadi di daerah di tol
Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng maka pengadilan yang berhak adalah pengadilan
negeri di wilayah Cengkareng.
Cara menentukan locus adalah berdasarkan teori-tori
Locus adalah sebagai berikut :
- Teori perbuatan fisik yaitu teori yang Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil) dilakukan. Berdasarkan kasus ini, maka lokasi terjadinya pembunuhan adalah di di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng
- Teori bekerjanya alat yaitu teori yang menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu saat alat bekerja. Dalam kasus, pembunuhan dilakukan dengan menjerat menggunakan tali dan alat tersebut bekerja langsung di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng
- Teori munculnya akibat yaitu teori yang menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Dalam kasus akibat yang muncul adalah matinya korban yaitu di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng
- Teori gabungan yaitu Merupakan gabungan lokasi dari kesemua teori yang berdasarkan kasus terjadi pada tempat yang sama, yakni di tol Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng.
- Jenis-Jenis Delik
1. Delik Kejahatan Adalah
delik yang tercantum dalam buku II KUHP. Dalam Kasus pembunuhan berencana ini
telah diatur dalam pasal 338 dan 340 KUHP yang berada dalam buku II KUHP
tentang kejahatan, oleh karena itu perbuatan tersebut masuk kedalam delik
kejahatan dan bukan Delik pelanggaran.
2. Delik Materil Adalah
tindak pidana yang rumusannya melarang suatu perbuatan/tindakan dengan
mempersoalkan akibatnya. Kasus yang dilakukan oleh TD dan AS tersebut merupakan
kasus pembunuhan yang masuk kedalam delik Materil bukan delik formil, dimana
yang dilihat adalah akibat perbuatannya bukan pada caranya, serta selesainya
tindak pidana setelah sudah dilakukannya pembunuhan tersebut dengan
mempersoalkan akibatnya yaitu hilangnya nyawa seseorang. Sedangkan dalam delik
formil yang diperhatikan adalah sebaliknya
3. Delik Komisionis Adalah
perbuatan aktif yang dilarang, dan untuk pelanggarnya diancam pidana.
Dalam Kasus pembunuhan ini deliknya adalah delik komisi bukan Omisionis. karena
Pembunuhan yang dilakukan adalah tindakan aktif dari terdakwa AS yang merupakan
buah pemikiran terdakwa TD. Bukan delik omisi yang berupa larangan pasif.
4. Delik dolus (kesengajaan) Adalah tindak pidanan yang dilakukan dengan suatu kehendak atau keinginan untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh sebuah motif. Dalam kasus pembunuhan ini pelaku TD dan AS adalah delik dollus bukan delik culpa karena TD dan DS dengan sengaja merencanakan dan menjerat korban dan menyebabkan korban tewas.
5. Delik Biasa adalah tindak pidana yang penuntutannya bisa dilakukan bila dilaporkan atau tertangkap tangan. Dalam hal ini Kasus pembunuhan tersebut bisa dilaporkan siapa saja dan laporan tersebut tidak dapat dicabut kembali dan diselesaikan dengan cara damai. bahkan tidak perlu adanya laporan sebab polisi dapat langsung menyelesaikan delik tersebut.
6. Delik dikualivisir adalah merupakan delik yang dilakukan memiliki unsur memberatkan pidana. Terdakwa TD dalam hal ini menerima delik yang kuaalifisir, yaitu delik yang mempunyai unsur-unsur yang dipunyai delik biasa di samping unsur keadaan yang memberatkan pidana untuk delik diperberat. Dalam kasus tersebut, pasal 340 KUH Pidana yang mengatur tentang pembunuhan berencana termasuk delik yang diperberat karena ada perencanaan terlebih dahulu dalam selang waktu yang dimiliki.
7. Delik Selesai adalah delik tersebut sudah selesai dan tidak berlanjut. Dalam hal ini pembunuhan terhadap korban selesai saat itu juga, saat jeratan yang dilakukan oleh terdakwa AS kepada korban atas perintah terdakwa TD selesai dan tidak dilakukan terus menerus..
8. Delik Communaadalah delik yang bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa terbatas oleh kualifikasi/golongan. Dalam kasus pembunuhan ini deliknya adalah communa dan bukan propia. Dikarenakan adnya Unsur “Barangsiapa” pada pasal Pasal 338 dan 340 KUHP, dapat dilakukan oleh siapapun (WNI, WNA, atau tidak memiliki kewarganegaraan) tanpa tersbatas seseorang tersebut berasal dari golongan tertentu (Militer, Pegawai Negeri, dan lainnya) atau bukan.dan dalam hal ini juga tersangka AS dan TD adalah orang-orang yang bukan berasal dari kualifikasi atau golongan tertentu.
9. Delik Berdiri Sendiri adalah delik yang berdiri sendiri dan tidak perlu penggabungan tindak pidana. Pada kasus, pasal yang digunakan telahy jelas mengenai pembunuhan berencana.Kasus tersebut adalah pembunuhan yang hanya dilakukan satu kali selesai tanpa berlanjut.
10. Delik Tunggal adalah delik yang tidak dilakukan berulang-ulang sebagai mata pencaharian. Kasus tersebut adalah pembunuhan yang tidak dilakukan berulang-ulang. . Dalam kasus tersebut terdakwa AS dan TD hanya melakukan satu kali pembunuhan saja, yaitu terhadap korban.
4. Delik dolus (kesengajaan) Adalah tindak pidanan yang dilakukan dengan suatu kehendak atau keinginan untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh sebuah motif. Dalam kasus pembunuhan ini pelaku TD dan AS adalah delik dollus bukan delik culpa karena TD dan DS dengan sengaja merencanakan dan menjerat korban dan menyebabkan korban tewas.
5. Delik Biasa adalah tindak pidana yang penuntutannya bisa dilakukan bila dilaporkan atau tertangkap tangan. Dalam hal ini Kasus pembunuhan tersebut bisa dilaporkan siapa saja dan laporan tersebut tidak dapat dicabut kembali dan diselesaikan dengan cara damai. bahkan tidak perlu adanya laporan sebab polisi dapat langsung menyelesaikan delik tersebut.
6. Delik dikualivisir adalah merupakan delik yang dilakukan memiliki unsur memberatkan pidana. Terdakwa TD dalam hal ini menerima delik yang kuaalifisir, yaitu delik yang mempunyai unsur-unsur yang dipunyai delik biasa di samping unsur keadaan yang memberatkan pidana untuk delik diperberat. Dalam kasus tersebut, pasal 340 KUH Pidana yang mengatur tentang pembunuhan berencana termasuk delik yang diperberat karena ada perencanaan terlebih dahulu dalam selang waktu yang dimiliki.
7. Delik Selesai adalah delik tersebut sudah selesai dan tidak berlanjut. Dalam hal ini pembunuhan terhadap korban selesai saat itu juga, saat jeratan yang dilakukan oleh terdakwa AS kepada korban atas perintah terdakwa TD selesai dan tidak dilakukan terus menerus..
8. Delik Communaadalah delik yang bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa terbatas oleh kualifikasi/golongan. Dalam kasus pembunuhan ini deliknya adalah communa dan bukan propia. Dikarenakan adnya Unsur “Barangsiapa” pada pasal Pasal 338 dan 340 KUHP, dapat dilakukan oleh siapapun (WNI, WNA, atau tidak memiliki kewarganegaraan) tanpa tersbatas seseorang tersebut berasal dari golongan tertentu (Militer, Pegawai Negeri, dan lainnya) atau bukan.dan dalam hal ini juga tersangka AS dan TD adalah orang-orang yang bukan berasal dari kualifikasi atau golongan tertentu.
9. Delik Berdiri Sendiri adalah delik yang berdiri sendiri dan tidak perlu penggabungan tindak pidana. Pada kasus, pasal yang digunakan telahy jelas mengenai pembunuhan berencana.Kasus tersebut adalah pembunuhan yang hanya dilakukan satu kali selesai tanpa berlanjut.
10. Delik Tunggal adalah delik yang tidak dilakukan berulang-ulang sebagai mata pencaharian. Kasus tersebut adalah pembunuhan yang tidak dilakukan berulang-ulang. . Dalam kasus tersebut terdakwa AS dan TD hanya melakukan satu kali pembunuhan saja, yaitu terhadap korban.
- Ajaran Kausalitas
Teori kausalitas hanya dapat diterapkan pada jenis
delik tertentu saja, artinya ada beberapa delik tertentu yang memerlukan ajaran
kausalitas, yaitu :
- Delik Materil
- Delik Omisi tidak murni
- Delik yang diperberat/dikualifisir
Dalam hal ini kasus tersebut memerlukan ajaran kausalitas karena terdapat delik
materil dan delik yang diperberat/dikualifisir dalam kasus tersebut.
Dalam kasus tersebut dapat dicari hal sebab-akibat, hubungan logis antara
sebab-akibat, persoalan filsafat yang penting, sebab dan akibat membentuk
rantai yang bermula di suatu masa lalu. fokus perhatian ajaran kausalitas
adalah makna yang dilekatkan pada pengertian kausalitas agar kasus ini dapat
terjawab persoalan siapa yang dapat dimintai pertanggung jawaban atas suatu akibat
tertentu. Dan dalam kasus tersebutpertanggung jawaban atas akibat matinya
korban kareana dijerat dikenakan pada terdakwa TD sebagai pelaku utama dan AS
sebagai eksekutor pembunuhan.
- Melawan Hukum
Bersifat melawan hukum (wederechtelijk) berarti bertentangan dengan hukum atau
bertentangan dg hak orang lain (tegen eens anders recht), tanpa hak sendiri
(zonder eigen recht), tidak sesuai dengan larangan atau keharusan hukum atau
menyerang suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum dan tanpa alasan yg
wajar. dimana yang dimaksud hukum adalah hukum positif (ius constitutum). Jika
suatu perbuatan sudah memenuhi unsure-unsur dalam KUHP, perbuatan tersebut
pasti melawan hukum.
Berikut ini ajaran-ajaran mengenai sifat melawan
hukum:
- 1. Aliran Formil
Melawan hukum dalam aliran formil melihat bahwa
suatu sifat melawan hukum berarti perbuatan yang dilakukan melawan UU (hukum
positif tertulis ) sebab UU adalah hukum. Sehingga apabila suatu kelakuan
memenuhi unsur dalam ketentuan pidana yang bersangkutan (secara formil), baik
kata melawan hukum ditulis (harus dibuktikan) maupun tidak tertulis (tidak
perlu dibuktikan) dalam undang-undang, maka kelakuan tersebut sah dikatakan
sebagai tindak pidana
Berdasarkan kasus diatas , yang dipergunakan adalah
Pasal 338 dan 340 KUHP. Yang Dalam kasus, ternyata memenuhi semua unsur yang
terdapat dalam pasal (dibuktikan dalam bagian Unsur-Unsur Pasal 340 KUHP), maka
dapat disebut perbuatan tersebut dikatakan “melawan hukum”.
- 2. Aliran Materil
Sifat melawan hukum menurut aliran Materil berarti
tidak hanya melawan hukum tertulis, tetapi juga sebagai sesuatu yang melawan
hukum yang tidak tertulis, yakni yang melawan asas-asas hukum umum yang ada
dalam masyarakat. Atau dengan kata lain melawan hukum adalah melakukan perbuatan
yang masyarakat tidak perbolehkan.
Dalam kasus, pembunuhan yang dilakukan oleh AS dan
TD juga tidak dapat diterima oleh masyarakat. sehingga terpenuhilah unsur
melawan hukum.
- Kesalahan dan Pertanggungjawaban Pidana
Dalam hukum Pidana Terdapat suatu adagium mengenai
kesalahan yaitu “Geen straf zonder schuld” (tiada suatu hukuman tanpa
kesalahan atau tiada pemidanaan tanpa adanya kesalahan). Kesalahan dalam
arti luas adalah dolus/kesengajaan dan culpa/kelalaian.
- Kesengajaan/Dolus/Opzet
Adalah perbuatan yang dilakuakan dengan willens
an wetens atau dikehendaki dan diketahui menurut WvT . Gradasi
kesengajaan yaitu :
- Kesengajaan dengan maksud/tujuan (opzet als oogmerk), adalah terjadinya suatu tindakan atau akibat tertentu adalah perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan pelaku.
- Kesengajaan dengan kesadaran kepastian mengenai tujuan/keharusan/akibat perbuatan. (opzet bij zekerheidsbewustzijn)
- Kesengajaan dengan kesadaran kemungkinan (kesengajaan bersyarat) (opzet bij mogelijkheids-bewutzijn)
Dalam hal ini kasus pembunuhan yang dilakukan TD
terhadap korban tersebut dalam kesengajaan dengan tujuan, karena terjadinya
akibat tertentu yaitu kematian yang sudah direncanakan oleh TD untuk
menghilangkan nyawa korban. Kematian korban adalah perwujudan dari maksud dan
tujuan TD.
- Kealpaan/Culpa
Adalah kesalahan sebagai akibat kekurang
hati-hatian, teledor,sembrono dsb. Dalam kasus pembunuhan tersebut telah
dibuktikan bahwa kesalahan timbul akibat kesengajaan atau dolus bukan semata-mata
kesalahan atau culpa karena dilakuakn dengan sengaja.
- Percobaan (Pogging)
Adalah perluasan delik yang berarti Permulaan
kejahatan yang belum selesai atau dengan kata lain tindakan tersebut tidak
memenuhi seluruh unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan atau dirumuskan.
Pasal 53 KUHP ayat 1 adalah dasar hukum percobaan,
yang ayatnya berbunyi sebagai berikut:
“Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat
untuk itu telah ternyata dari adanya pemulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya
pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”.
Berikut adalah Syarat Percobaan yang dapat
dipidana sesuai pasal 53 ayat 1 KUHP adalah :
- Niat, dalam hal ini ada dua teori yang berpandangan tentang niat dalam pogging, yaitu:
ü Teori Percobaan Subjektif bahwa Seseorang
yang telah memiliki niat untuk melakukan tindak pidana atau menyatakan niatnya
dalam tindakan permulaan sudah harus dipidana meskipun belum terjadi suatu
kerugian kepentingan hukum sesuai dengan pasal yang dipidana.
ü Teori Percobaan Objektif bahwa Bertolak
pangkal kepada tindakan dari petindak yang telah membahayakan suatu kepentingan
hukum yang dilindungi oleh undang-undang. Beberapa penulis Belanda berpendapat
bahwa KUHP menganut teori objektif.
- Permulaan pelaksanaan tindakan
- Tidak selesainya delik bukan karena kehendak pelaku
Dalam kasus pidana pembunuhan ini, tidak
terjadi percobaan/poging karena tindak pidana telah memenuhi seluruh
unsur yang ada. Seandainya pada saat AS hendak menjerat korban, lantas
ada pengendara lain dijalur tol tersebut yang melihatnya dan menggagalkannya,
maka terjadilah poging (tidak selesainya delik bukan karena kehendak
pelaku). Ancaman hukumannya-pun dikurangi sepertiganya sesuai dengan
pasal 53 KUHP.