A. Latar Belakang
Masalah
Negara
Indonesia berpenghuni penduduk yang sangat banyak. Rata-rata usia produktif
lebih mendominasi disusul usia sekolah kemudian orang tua sisanya usia
anak-anak. Ini mengindikasikan bahwa Negara Indonesia membutuhkan banyak
lapangan kerja. Namun kenyataan dilapangan berkata bahwa jumlah angkatn kerja
tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Berarti disisi
ini sudah ada kesenjangan. Hal ini berbuntut
pada kesewenang-wenangan dari
penyedia lapangan kerja (umumnya perusahaan). Ini tentunya tidak bisa didiamkan
dan dibiarkan.
Sementara
di sudut lain wanita turut meramaikan bursa lapangan kerja. Mereka dengan gagah
berani turut andil dalam perputaran roda ekonomi dengan menjadi tenaga kerja.
Tentu merupakan indikasi yang positif sebagai implikasi dari lahirnya persamaan
jender. Namun apakah sepenuhnya tenaga kerja wanita stangguh tenaga kerja pada
umumnya (lelaki)? Tentu mereka memilki batasan-batasan berdasarkan kodratnya,
seperti tidak mungkin lembur sampai larut malam apalagi sampai pagi karna
mereka punya tanggungan anak dan suami. Kemudian pada masa tertantu mengalami
kehamilan. Ini tentu perlu sebuah pemahaman dan peraturan yang mampu
melindungi, membina dan dan mengawasi baik tenaga kerja wanita itu maupun
penyedia pekerjaan.
Selain
itu saat ini telah banyak anak-anak yang sudah harus bekerja. Mereka menjalani
rutinitas yang belum semestinya. Bekerja bersama-sama orang dewasa dalam sebuah
lingkungan yang belum seharusnya dia geluti.padahal mereka adalah masa depan
Negara ini. Dipundak merekalah kelangsungan, kemajuan dan kejayaan bangsa ini.
Namun bila usia yang seharusnya digunakan untuk membentukdan membekali diri
guna menghadapi masa depana yang lebih baik senyatanya untuk bekerja. Memang
tidak bisa dipungkiri atas hal tersebut, namun setidaknya ada sebuah upaya agar
hak-hak meraka selama bekerja tetap terpenuhi selama bekerja. Ini tentunya tugas
pemerintah dan msyarakat. Pemerintah sebagai pihak yang nerkewajiban harus
mampu menetapkan dan menegakkan perundang-undangan yang mampu mengatsi masalah
tersebut.
Imbas lainnya adalah para pencari pekerja
mencari pekerja ke luar negeri. Ini menambah masalah, khususnya kementerian
tenaga kerja dan tranmigrasi. Sebab berhubungan dengan birokrasi internasional
yang membutuhkan unifikasi antar Negara yang bersangkutan. Dipihak lain tenaga
kerja perlu perlindungan dan pembinaan serta pengawasan baik dari pemerintah
Indonesia maupun pemerintah Negara
tujuan kerja.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini sebagai berikut :
1. Apa saja ruang lingkup dan cakupan tentang hukum perburuhan
di Indonesia?(tentang gambaran umum)
2. Bagaimana pemerintah
dalam menyikapi masalah perburuhan di Negara Indonesia ini?
3. Bagaimana pemerintah dalam membuat perundang-undangan yang
efektif dan benar-benar mampu melindungi kepentingan buruh yang berbeda-beda
baik dari perspektif tempat bekerja, usia dan jenis kelamin?
C.
Tujuan
Dan Kegunaan Penulisan
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka
tujuan penulisan makalah ini adalah:
a. Menjelaskan
dan mendeskripsikan tentang masalah perburuhan di Indonesia.
b. Menjelaskan
dan mendeskripsikan sikap pemerintah
atas permasalahan perburuhan di Negara ini.
c. Menjelaskan,
mendeskripsikan dan menjabarkan pemerintah dalam menyusun dan menetapkan
perundang-undangan yang efektif atas
keragaman tenaga kerja (buruh) baik dari segi tempat bekerja, usia kerja dan
jenis kelamin pekerja.
2. Manfaat Penulisan
Penulisan ini diusahakan supaya bisa berguna dan bermanfaat bagi penulis dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan, yaitu bagi :
a)
Dunia hukum (khususnya perburuhan)
Dapat
memberikan masukan yang berguna agar lebih meningkatkan supremasi hukum
terutama dibidang hukum tenaga kerja.
b)
Penulis
Untuk
dapat membandingkan antara konsep-konsep yang telah dipelajari dengan
prakteknya di dunia nyata yang ada kaitanya perburuhan di Indonesia.
c)
Penulis Lain
Penulis
mengharapkan tulisan ini dapat berguna
bagi kajian lebih lanjut mengenai masalah yang berhubungan dengan tema tulisan ini.
d)
Pekerja
Para
pekerja yang selama ini kurang mengetahui tentang hak dan kewajiban.
e)
Masyarakat.
BAB
PEMBAHASAN
A.
Tinjauan Umum Hukum Perburuhan
Hukum Perburuhan adlah hukum yang mengatur mengenai hubungan antara
buruh, pengusaha, dan pemerintah. Hukum perburuhan berfungsi melindungi kepentingan
buruh dari kekuasaan tidak terbatas pihakmajikannya/pengusaha/pemberi kerja.
Untuk
menghindari kesewenang-wenangan pengusaha diperlukan adanya campur tangan
pemerintah melalui peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaanya.
Aparat pemerintah mendorong pihak pengusaha dan buruh untuk melaksanakan atau
menjalankan peraturan perburuhan serta mengawasinya. Setiap pelanggaran
peraturan pperburuhan dapat dikenai sanksi.
Perlindungan
terhadap buruh diatur dalam berbagai peraturan yang kemudian menghasilkan
hak-hak normative buruh. Hak berarti
sesuuatu yang dimiliki dan harus dilaksanakan serta dilindungi. Sedangkan
normative berasal dari kata norma yang berarti aturan atau ketentuan. Jadi, hak
normative buruh dapat dikatakan sebagai hak
buruh yang terdapat dalam perarturan.
Hak normative muncul
setelah peraturan perburuhan tersebut mulai berlaku. Peraturan yang dimaksud
adalah peraturan perburuhann yang
terdapat dalam:
a.
Undang-Undang
(UU).
b.
Peraturan
Pemerintah (PP).
c.
Keputusan
Menteri (Kepmen).
d.
Peraturan Menteri (Permen).
e.
Instruksi
sampai dengan perrjanjian kerja (PK).
f.
Perjanjian
Kerja Bersama (PKB).
g.
Peraturan
Perusahaan (PP).
Di antara sekian banyak peraturan, ada
beberapa peraturan yang sebaiknya diketahui semua buruh, yaitu:
1.
UU
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hamper semua hak normative buruh
baik sebelum bekerja, katika bekerja, sampai dengan setelah bekerja, terdapat
dalam UU ini.
2.
UU
Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh. Isinya tentang
cara mendirikan serikat, sampai dengan perrlindungan mendirikan, menjalankan
serta menjadi anggota serikat.
3.
UU
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. UU ini mengatur kewajiban
pengusaha untuk menyediakan tempat yang sehat dan aman bagi buruh dalam
lingkungan kerja.
4.
UU
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. UU ini mengatur
mengenai macam jaminan social tenaga kerja (Jamsostek) dan pelaksanaanya.
5.
UU
Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. UU ini mengatur mengenai lembaga-lembaga yang dapat mengelola
dana pension beserta mengelola dana pension.
6.
UU
Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan. UU ini mengatur tentang
peranan pemerintah dalam mengawasi pelaksanaan semua peraturan perburuhan.
7.
UU
Nomor 7 tahun 1981tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan. UU ini
mengatur tentang kewajiban perusahaan untuk melaporkan kondisi ketenagakerjaan
pada saat mendirikan perusahaan, menghentikan perusahaan, menjalankan kembali
perusahaan, dan membubarkan perusahaan.
8.
UU
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. UU
ini mengatur tentang macam-macam perselisihan dan bagaimana mekanisme
penyelesaian perselisihan yang timbul antar buruh dan majikan/pengusaha/pemberi
kerja.
9.
UU
Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatann dan PerlindunganTenaga Kerja Indonesia
di Luar Negeri. UU ini berisi mengenai tata cara penempatan dan perlindungan
bagi TKI yang bekerja di luar wilayah territorial Indonesia.
B.
Pokok Bahasan dalam Hukum Perburuhan
1.
Penempatan
Buruh melalui:
a.
Lembaga Pemerintah (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi).
b.
Lembaga
Swasta (Outsourcing)
2.
Memahami
Hubungan Kerja
3.
Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
4.
Perjanjian
Kerja Waktu Tidak Tertentu
5.
Pemagangan
6.
Penyerahan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.
7.
Tenaga
Kerja Asing.
C.
Buruh
Migran dan Perlindungannya di Indonesia
Perlindungan buruh
migrant asing yang bekerja di Indonesia diatur dalam konvensi internasional
tentang perlindungan hak semua buruh migrant dan anggoota keluarganya tahun
1990. Di samping itu ada konvensi internasional lainnya, seperti: konvensi mengenai
migrasi untuk bekerja no. 97.
Di sini hanya akan
dibahas konvensi internasional tahun
1990 karena konvensi ini mengatur lengkap (komprehensif) dan rinci
mengenai hak-hak buruh migrant asing yang berlaku universal. Pada saat ini,
Indonesia menjadi Negara yang ikut menandatangani, tapi belum meratifikasi
konvensi tahun 1990.
Seementara itu,
perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) diatur dalam salah satu bab dari
Undang-undang No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan tenaga
kerja Indonesia di luar negeri. UU ini sedikit mengadopsi beberapa ketentuan
yang diatur dalam keputusan menteri No: Kep-104 A/Men/2002 tentang Penempatann
Tenaga Kerja Indonesia ke luar Negeri.
Perlindungan dalam bentuk
lainnya adalah perlindungan yang diberikan pemerintah berdasarkan konstitusi
Negara, sebagaimana dilakukan oleh kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI.
Perlindungan yang diberikan kepada WNI dan badan hukum Indonesia bedasarkan UU
No. 1 tahun 1982 tentang ratifikasi konvensi Wina tentang hubungn diplomatic
dan konvensi Wina 1983 tentang hubungan konsuler, dan UU No. 37 tahun 1999
tentang hubungan Luar Negeri.
Perlindungan TKI adalah
segala upaya untuk melindungi kepenytingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan
terjaminnya hak-haknya sesuai dengan peraturan perundangf-undangan, baik
sebelum, selama, maupun sesudah bbekerja.
Kelemahan terberat dari
UU ini adalah belum menciptakan system penempatan buruh migrant Indonesia yang
berpihak pada mereka. Rekruitmen, penampunan, pelatihan, dokumentasi,
penempatan, perlindungan sejak pra penempatan, pada masa penempatan dan pada
pasca-penempatan dibebankan pada perusahaan penempatan TKI yang berorientasi
bisnis.
UU No. 39 tahun 20004
secara khusus mengatur erlindungan TKI dalam bab 6 tentang perlindungan TLI
pasal 77-84 dan bab X tentang badan
nasional penempatan dan perlindungan TKI pasal 94-99.
D.
Buruh Anak Dan
Perlindungannya Di Indonesia
1. Perlindungan Menurut
Hukum Dasar
Dalam pembukaan uu dasar 1945 terdapat perihal yang mengatakan tentang
perlindungan buruh anak, yakni:
a. Alenia ke-4
yang berbunyi:
“kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara indonesia
yang melindungi segenap bangsa indonesia dan segenap tanah tumpah darah
indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial,...”
b. Batang tubuh
undang-undang 1945dalam pasal 31 mengenai hak warga negara atas pengajaran.
2. Perlindungan Dalam Peraturan Peundangan Lainnya
a. Dalam bidang
kesejahteraan:
Undang-undang No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Memelihara,
membina, dan meningkatkan kesejahteraannya di bebankan kepada orang tua di lingkungan keluarga. Bila mana
orang tua tidak mampu, maka pihak lainlah yang diserahi hak dan kewajiban itu.
Jika tidak ada pihak lain maka pelaksanaan hak dan kewajiban menjadi tanggung
jawab negara.
b. Bidang
pendidikan
Undang-undang No. 2 tahun 1989 Tentang sistem Pendidikan Nasional. Dalam
Diktum undang-undang ini di paparkan:
“pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah uapaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia indonesia dalam mewujudkan
masyarakat yang maju, adil dan makmur serta meningkatkan para warganya
megembangkan diri baik berkenaan dengan sapek jasmaniah maupun rohaniah
berdasarkan dengan pancasila dan UUD 1945”.
Peraturan pelaksaan undang-undang No. 2 1989
adalah peraturan pemerinatah No. 28 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Dasar yang
dimaksudkan dengan pendidikan adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan
tahun, diselenggarakan selama enam tahun di sekolah dasar dan tiga tahun di
sekolah lanjutan .
Sejalan dengan perkembangan zaman tunutan
keadaan maka lahirlah undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang perlindungan
anak. Dalam bab IX bagian ketiga pasal 48 disebutkan “Pemerintah
wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua
anak”. Dan pasal 49, “Negara,
pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada anak untuk
memperoleh pendidikan”.
c.
Bidang ketenagakerjaan
Undang-undang
No. 20 Tahun 1999 tentang pengesahan komvensi ILO No. 138, mengenai usia
minimum untuk diperbolehkan bekerja, untuk pekerjaan yang membahayakan
kesehatan, keselamatan dan moral. Anak diupayakan untuk tidak bekerja pada usia
kurang dari 18 tahun, kecuali pekerjaan ringan tidak boleh kurang dari 16
tahun.
Setahun kemudian
menyusul Undang-undang No. 1 tahun 2000 Tentang pengesahan Konvensi ILO No.
182mengenai pelarangan dan tindakan segera untuk penghapusan bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk pada anak. Negara anggota ILO yang mengesahkan
Konvensi ini wajib mengambil tindakan segera dan efektif untuk menjamin pelarangan
dan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
2. "Anak"
berarti semua orang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun.
3. Pengertian
"bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak" adalah :
(a)
segala bentuk perbudakan atau praktek sejenis perbudakan, seperti penjualan dan
perdagangan anak, kerja ijon (debt bondage), dan perhambaan serta kerja paksa
atau wajib kerja, termasuk pengerahan anak secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan
dalam konflik bersenjata;
(b)
pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi
pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno;
(c)
pemanfaatan, penyediaan atau penawaran
anak untuk kegiatan terlarang, khususnya untuk produksi dan perdagangan
obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional yang relevan;
(d)
pekerjaan yang sifat atau keadaan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat
membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak.
4.
Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi ini wajib menyusun program aksi untuk
menghapus bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
5.
Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi ini wajib mengambil
langkah-langkah agar ketentuan Konvensi ini dapat diterapkan secara efektif,
termasuk pemberian sanksi pidana.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerja. Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskrtiminasi. Menurut perundang-undangan anak adalah setiap
orang yang berusia di bawah 18 tahun. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
Pelanggaran dari ketentuan ini dapat dike nai sangsi pidana penjara dan sangsi
pidana denda.
Mesi
demikian, hal ini dapat mengecualikan yaitu bagi anak yang berumur antara 13
tahun sampai 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan social.
Pengecualian ini harus memenuhi sarat-sarat:
1. Mendapat
izin tertulis dari orang tua atau wali.
2. Perjanjian
kerja dibuat antara pengusaha dan orang tua atau wali.
3. Waktu
kerja dilakukan pada siang hari di luar wakytu sekolah.
4. Waktu
kerja maksimum perhari adalah 3 jam.
5. Adanya
jaminan keselamatan dan kesehatan kerja.
6. Adanya
hubungn kerja yang jelas.
7. Menerima
upah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Pelanggaran
terhadap ketentuan di atas merupakan tin dan pidana kejahatan, sehingga dapat
dikenai sangsi pidana penjara dan sangsi pidana denda. Anak yang berumur paling
sedikit 14 tahun dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan
bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang dengan syarat:
1. Diberi
petunjuk yang jelas tentang cara-cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan
pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan.
2. Diberi
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Tempat
kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja buruh dewasa. Siapa pun dilarang
mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk,
yaitu:
1. Segala
pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya.
2. Segala
pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran,
produksi pornografi, pertunjukan porno atau perjudian.
3. Segala
pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi
dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropioka, dan zat adiktif lainnya.
4. Segala
pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
Pelanggaran
dari ketentuan di atas merupakan tindak pidana kejahatan sehingga dapat dikenai
sangsi pidana penjara dan sangsi pidana denda. Anak dapat melakukan pekerjaan
untuk mengembangkan minat dan bakatnya dengan syarat:
1. Di
bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali.
2. Waktui
kerja paling lama 3 jam sehari.
3. Kondisi
dan lingkungan tidak mengganggu perkembangan fisik, mental dan social.
4. Waktu
sekolah
Pelanggaran
dari ketentuan di atas merupakan tindak pidana penjara dan sangsi pidana denda.
E.
Hak-Hak Buruh Perempuan
Buruh adalah
tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang no. 14 tahun 1969 pasal 1
tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai buruh. GBHN 1988 dalam bidang
peranan wanita dalam pembangunan bangsa, wanita baik sebagai warga negara
maupun sebagai sumber instansi bagi pembangunan, mempunyai hak, kewajiban dan
kesempatan yang sma dengan pirria di segala bidang kehidupan bangsa dalam segenap kegiatan pembangunan.
Demikian juga
jika tenaga kerja wanita yang bekerja di perusahaan atau yang menjual jasa dari
tenaganya, harus mendapat perlindungan yang baik atas keselamatan, keselamatan,
serta kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan
martabat manusia dan moral agama. Hal ini telah diterapkan dalam “pasal 10 UU
No. 1969, yang berlaku baik tenaga kerja pria maupun wanita.
Secara umum hak
dan kewajiban bagi buruh/tenaga kerja laki-laki maupun perempuan adalah sama.
Bahkan peraturan/perburuhan ketenagakerjaan melarang adanya diskriminasi antara
perempuan dan laki-laki di dalam hubungan kerja, dalam bentuk dan bidang
apapun. Peraturan buruh/ketenagakerjaan mengakui kesamaan hak antara buruh perempuan
dan buruh laki-laki[1].
Seperti halnya:
a.
Pengaturan
jam kerja/lembur.
b.
Waktu
kerja dan istirahat.
c.
Peraturan
tentang istirahat/cuti tahunan, serta
d.
Jaminan
sosial, pengupahan dan sebagainya.
Namun,
disamping hak yang sama antara laki-laki dan perempuan, ada juga hak yang
bersifat khusus bagi perempuan, yaitu:
1.
Kerja
Malam
Berdasarkan peraturan perundangan
pada prinsipnya buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas)
tahun, dilarang untuk dipekerjakan antara pukul 23.00-07.00 pagi. Akan tetapi,
mengingat berbagai alasan yang menuntut buruh wanita untuk bekerja pada malam
hari, mulai dari alasan sosial, teknis maupun ekonomis, maka tenaga kerja
perempuan diizinkan untuk bekerja pada malam hari.
Adapun ketentuan yang mengatur kerja
malam buruh wanita tercantum di dalam
pasal 07 ayat 1 UU No. 12 tahun 1984 yang berbunyi: “ orang wanita tidak boleh
menjalankan pekerjaan pada malam hari, kecuali jikalau pekerjaan itu menurut
sifat, tempat, dan keadaan seharusnya dijalankan oleh wanita.
2.
Cuti
Haid.
Buruh perempuan mendapatkan waktu
istirahat pada saat hari pertama dan
kedua masa haid, dengan catatan memberikan keterangan dokter terkait keadaan
fisiknya tidak memungkinkan untuik melakukan pekerjaan. Hal ini diatur dalam UU
No. 1 tahun 1951, pasal 13 ayat 01 yang berbunyi: “ buruh wanita tidak boleh
diwajibkan bekerja pada hari pertama dan hari kedua waktu haid.
3.
Cuti
Hamil, melahirkan dan Gugur Kandungan.
Bagi tenaga kerja wanita yang hamil,
berhak mendapatkan cuti kerja dan dilindungi oleh UU dalam pasal 13 ayat 2 dan
ayat 3 yang menyatakan:
-
Buruh
wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia
melahirkan menurut perhitungan dan satu setengah bulan setelah melahirkan anak
atau keguguran.
Ketentuan
tersebut dinyatakan berlaku dengan peraturan pemerintahan Nomor 4 Tahun 1951
[asal 1 sub passal 1 yang berbunyi: “bagi tenaga kerja yang akan menggunakan
hak cutinya diwajibkan:
-
mengajukan
permohonan yang dilampiri surat keterangan dokter, bidan atau keduanya tidak
ada, dapat dari pegawai pamong praja atau sederajatnya camat.
-
Permohonan
diajukan selambatnya 10 hari sebelum waktu cuti mulai.
Cuti sebelum saatnya melahirkan dimunginkan untuk diperpanjang
apabila ada keterangan dokter yang menerangkan bahwa yang bersangkutan perlu
mendapatkan istirahat untuk menjaga kehamilannya. Perpanjangan waktu istirahat
sebelum melahirkan memungkinkan sampai selama-selamamya tiga bulan.
4.
Kesempatan
Menyusukan Anak.
Bagi tenaga kerja wanita yang masih
menyusukan anak harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusukan anak. Di
dalam penjelasan pasal 13 ayat 4 tersebut ditentukan bahwa dipikirkan oleh
pemerintah kemungkinan mengadakan tempat penitipan anak. Di samping itu buruh
wanita yang sedang menyusui harus diberikan ruangan khusus di wilayah
perusahaan untukmenyusui.[2]
5.
Buruh
perempuan tetap mendapatkan upah penuh melaksanakan waktu istirahat hamil atau
keguguran.
Pelanggaran dari ketentuan di atas
termasuk pelanggaran pidana sehingga dapat dikenai sanksi pidana penjara dan
sanksi pidana denda. Hal itu dilaksanakan dengan harapan agar tercapainya
hubungan industrial Pancasila, adanya rasa saling membutuhkan antara pihak
pengusaha dan tenaga kerja.
DOWNLOAD GRATIS EBOOK/BUKU (Klik Disini)
CARA MENDAPATKAN UANG DI INTERNET (Klik Disini)
KUMPULAN SKRIPSI H.PERDATA (Klik Disini) , H.TATA NEGARA (Klik Disini)
[1]Agustinus
Edy kristianto dan A. Patra M. Zen (ed.), Panduan Bantuan Hukun Di Indonesia,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), hlm. 245.
[2] Ibid.,
hlm. 245.
Sumber : Kristanto, Agustinus Edy dan A. Patra M. Zen, Panduan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008).