A.
Asal Masalah
Angka-angka yang merupakan bagian tertentu ahli waris adalah
½,1/3,1/4,1/6,1/8 dan 2/3. Untuk memudahkan perhitungan berapa bagian
masing-masing ahli waris yang ada perlu dicari angka Kelompok Persekutuan
Terkecil (KPT/KPK) atau dalam Waris Islam dikenal dengan istilah Asal Masalah
(AM). Dalam rangka mencari asal masalah dalam ilmu faraidl digunakan
istilah-istilah sebagai berikut.[29]
1.
Mubayanah yaitu apabila faktor-faktor
penyebut berlainan, yang satu tidak dapat untuk membagi yang lain dan tidak
mempunyai pembagi persekutuan, misalnya
½ dan 1/3. Maka asal masalahnya adalah dengan jalan mengalikan faktor-faktor
penyebut yang satu dengan yang lain. Misal ada angka pecahan ½ dan 1/3.
Penyebutnya adalah 2 dan 3, maka asal masalahnya 2x3=6.
2.
Mudakhalah yaitu apabila faktor-faktor penyebut
berlainan, tetapi yang satu tepat dibagi yang lain, misalnya angka 2/3 dan 1/6,
maka asal masalahnya adalah 6.
3.
Muwafaqah yaitu apabila faktor-faktor penyebut
berlainan, tetapi mempunyai pembagi
persekutuan, misalnya angka 1/6 dan 1/8. Dalam hal ini cara mencari asal
masalah adalah diketahui dulu angka pembagui persekutuannya, yaitu 2, kemudian
dikalikan perkalian antara 1/2x salah satu penyebut x penyebut lain. Misal:
1/2x6x8=24. Jadi AM=24.
4.
Mumatsalah yaitu apabila faktor-faktor
penyebut bersamaan, misalnya ½ dan ½, maka dalam hal ini AM adalah 2.
B.
Aul adalah jumlah bagian ahli waris lebih
besar daripada asal masalah. Demikian ada kekurangan harta warisan. Misal
AM=24, tetapi jumlah bagian-bagian ahli waris=27, maka AM dinaikkan menjadi 27
untuk setiap ahli waris secara (Pasal 192 KHI).
Misalnya dalam suatu kasus warisan, ahli waris terdiri dari ayah, ibu,
isteri dan dua orang anak perempuan; dalam hal ini bagian ayah 1/6+ashabah, ibu
1/6, isteri 1/8 dan dua orang anak perempuan 2/3; asal masalahnya 24 ; ayah
mendapat 4 bagian, ibu 4 bagian, isteri 3 bagian dan dua orang anak perempuan
16 bagian; jumlah bagian semuanya adalah 27. untuk memungkinkan harta warisan
di bagikan kepada semua hali waris, asal masalah dinaikkan menjadi 27, hingga
bagian masing-masing adalah; ayah mendapat 4/27 x harta warisan , isteri 3/27 x
harta warisan, dan dua orang anak perempuan 16/27 x harta warisan
C.
Radd adalah jumlah bagian ahli waris
kurang dari asal masalah, sehingga ada sisa harta warisan. Adapun ketentuan
kepada siapa sisa harta warisan tersebut dibagikan, adalah sebagai berikut:
1.
Apabila Pewaris meninggalkan ahli waris ashabah, maka
sisa harta warisan diberikan kepada ahli waris ashabah.
2.
Apabila Pewaris tidak meninggalkan ahli waris ashabah,
maka menurut:
a.
Sahabat Ali bin Abi Thalib.
Sisa harta warisan itu dikembalikan kepada ahli waris yang ada, selain
suami atau isteri, dengan perbandingan besar kecilnya bagian masing-masing. Hal
ini dianut oleh UU Waris Mesir Nomor 77 tahun 1943, kecuali apabila ahli waris
yang ada hanya suami atau isteri.
Misalnya, apabila ahli waris yang ada terdiri dari isteri dan seorang
anak perempuan, maka bagian warisan isteri adalah 1/8 dan bagian anak perempuan
1/2 . asal masalahnya 8; isteri mendapat satu bagian dan anak perempuan 4
bagian; jumlah 5 bagian, masih ada sisa
8 -5 = 3 bagian. Sisa ini dikembalikan kepada anak perempuan, hingga ia
akan mendapat 4+3 = 7 bagian.
b.
Sahabat Utsman bin Affan.
Suami atau isteri juga berhal menerima pengembalian sisa harta warisan
yang tidak habis terbagi menurut ketentuan Alqur’an dan Hadist.
Undang-undang waris Mesir No 77 tahun 1943 menganut pendapat ini dalam
hal apabila ahli waris yang ada hanya suami atau isteri saja, tidak ada waris
lain.
c.
Sahabat Zaid bin Tsabit
Ahli waris yang sudah ditentukan bagiannya dalam Alqur’an dan Hadist
tidak dapat menerima tambahan lagi. Oleh karenanya jika ada sisa harta warisan,
maka sisanya diberikan kepada baitul mal untuk kepentingan masyarakat.
d.
Pasal 193 KHI: sisa harta warisan diberikan kepada
seluruh ahli waris yang ada sesuai dengan hak masing-masing ahli waris dan
secara berimbang.
D.
Tash-hih/Koreksi Asal Masalah
Adanya penentuan asal masalah tersebut ditujukan agar
perolehan bagian masing-masing ahli waris tersebut adalah bilangan bulat, bukan
bilangan pecahan. Oleh karena itu jika ternyata sudah ditentukan asal masalahnya
kemudian ternyata hasil perolehan bagian masing-masing ahli waris masih
bilangan pecahan maka perlu dilakukan tash-hih.
Misalnya ahli waris terdiri dari ayah, ibu, suami dan 5
orang anak perempuan. Dalam kasus ini, bagian ayah 1/6 , ibu 1/6, suami 1/4 dan
5 orang anak perempuan 2/3; asal masalahnya :12; ayah mendapat 2 bagian , ibu 2
bagian, suami 3 bagian dan 5 orang anak perempuan 8 bagian ; asal masalahnya mengalami aul dari
12 menjadi 15. Disini kita melihat
bagian 5 orang anak perempuan adalah 8
bagian. Bilangan 8 apabila dibagi akan mengalami pecahan, karena masing-masing
mendapat 13/5 bagian.
Cara melakukan koreksi asal masalah ialah dengan
memperhatikan angka bagian dari jumlah kepala yang akan menerimanya. Dalam
contoh tersebut diatas kita jumpai angaka bagian 8 dan jumlah kepala yang akan
menerimanya 5. antara dua angka 5 dan 8 menjadi mubayanah atau tabayun. Apabila
terjadi demikian, koreksi asal masalah dilakukan dengan jalan mengalihkan
dengan jumlah kepala yang akan menerimannya; dalam contoh tersebut diatas asal masalah 15 kita kalikan
5 menjadi 75. dengan demikian bagian ayah
2 x5 = 10 bagian, ibu 2 x 5 = 10 bagian, suami 3 x 5 = 15 bagian dan 5
orang anak perempuan 8 x 5 = 40 bagian, masing-masing 8 bagian.
Kemungkinan lain, apabila antara bagian dari jumlah kepala
terjadi muwafaqah atau tawafuq, dua bilangan berlainan, yang satu tidak dapat
untuk membagi yang lain, tetapi kemungkinan pembagi persekutuan, yaitu selalu
2, maka cara melakukan koreksi dengan jalan; 1/2 x jumlah kepala x asal
masalah.
Misalnya, ahli waris terdiri dari ibu, isteri, 6 orang anak
perempuan dan seorang saudara laki-laki kandung; bagian ibu 1/6, isteri 1/8, 6
orang anak perempuan 2/3 dan saudara laki-laki kandung sisanya. Asal masalah 24
, ibu mendapat 4 bagian , isteri 3
bagian , 6 orang anak perempuan 16 bagian , saudara laki-laki kandung 1 bagian.
Disini kita melihat bagian 6 orang anak perempuan adalah 16, saudara laki-laki
kandung 1 bagian. Di sini kita melihat
bagian 6 orang anak perempuan adalah 16, antara jumlah (16) dan jumlah kepala
yang akan menerima (6) terjadi muwafaqah atau tawafuq; pembagi persekutuannya
adalah 3; dengan demikian , untuk melakukan
koreksi asal masalah 24 tersebut.
Dengan jalan mengalikan
1/2 x 6 x 24 atau 3 x 24 = 72, stelah diadalakan koreksi, bagian ibu
adalah 4 x 3 = 12 bagian, siteri 3 x3 = 9 bagian, 6 orang anak perempuan 16 x 3 = 48 bagian; seorang saudara laki-laki
kandung 1 x 3 =3 bagian.
Kemungkinan lain lagi, ahli waris yang mengakibatkan
terjadinya angka pecahan itu terdiri dari 2 golongan, misal :
(a)
ahli waris terdiri dari ibu, 3 orang anak perempuan dan
3 orang cucu laki-laki ( dari anak laki-laki)
(b)
ahli waris terdiri dari ibu, 2 oeang saudara laki-laki
seibu dan 4 orang paman;
(c)
ahli waris terdiri dari isteri, 6 orang saudara
perempuan sibu dan 4 orang paman;
(d)
ahli waris terdiri dari suami, 3 orang anak perempuan
dan 2 orang cucu laki-laki (dari anak laki-laki)
Dengan memperhatikan 4 contoh
kasus warisan tersebut diatas kita melihat dua bilangan kepala yang akan
menerima pada (a) terjadi mumatsalah atau tamatsul; pada (b) terjadi mudakhalah
atau tadakhul; pada (c) terjadi muwafaqah atau tawafuq; pada bagian (d) terjadi
mubayanah atau tabayun.
Untuk melakukan koreksi asal masalah dalam berbagai macam kasus warisan
tersebut dapat diberikan patokan-patokan sebagai berikut:
(a)
Dalam dua bilangan kapala terjadi mumatsalah atau
tamatsul, maka salah satu bilangan itu
kita gunakan untuk mengalihkan asal masalah
(b)
Dalam dua bilangan kepala terjadi mudakhalah atau
tadakhul, maka bilangan yang besar kita ambil untuk mengalikan asal masalah.
(c)
Dalam dua bilangan kepala terjadi muwafaqoh atau
tawafuh, maka asal masalah kita kalikan dengan 1/2 x bilangan kepala 1 x
bilangan kepala II.
(d)
Dalam hal dua bilangan kepala terjadi muwafaqoh atau
tawafuq, maka asal masalah kita kalikan dengan bilangan kepala 1 x bilangan
kepala II.
Cara tersebut kita gunaka juga dalam hal bilangan kepala yang akan
mengakibatkan angka-angka pecahan dalam suatu kasus warisan terdiri dari tiga
golongan. Misalnya ahli waris terdiri dari 2 orang istri, 3 orang saudara
perempuan seibu dan 4 orang paman.
Dalam contoh ini, koreksi kita lakukan dengan jalan mengahdapkan dua
bilangan kepala I dan II bagaimana
hasilnya, yaitu terjadi mubayanah, harus kita adakan perkalian 2 x 3= 6, kemudian hasil itu ( 6) kita
hadapkan kepada bilangan kepala II bagaimana hasilnya, yaitu bilangan 6 kita hadapkan dengan bilangan 4, yaitu
terjadi muwwafaqah, yang lalu kita adakan perkalian : 1 x 6 x 4 = 12 ; kemudian
angka 12 ini kita pergunakan untuk mengalikan asal masalah.