Suasana Desa Adat Wunga, Kecamatan Haharu, Sumba Timur, pekan lalu. Desa yang berada di atas bukit kapur dan ada banyak kubur batu tua itu dipercaya warga Sumba sebagai kampung pertama nenek moyang mereka. Studi genetika menemukan, Wunga memiliki keragaman genetik paling lengkap di seluruh Sumba sehingga diduga orang Sumba berasal dari desa itu.
Studi genetika di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, menemukan irisan dengan cerita lisan asal-usul dan diaspora awal warga di
pulau ini. Irisan itu terkait Wunga di Sumba Timur sebagai kampung
pertama dan ada pembauran populasi. Itu berarti kepercayaan lokal yang
dituturkan secara lisan menyimpan pengetahuan berharga.
Meski terbagi dalam sejumlah subetnis dan sedikitnya 29 kelompok bahasa, warga Sumba umumnya punya kesamaan pengetahuan asal-usul mereka. "Semua orang Sumba asalnya Desa Wunga di Sumba Timur. Kampung yang sebagian rumahnya terbakar pada 2016 ini dipercaya pertama dibangun setelah nenek moyang menyeberang dari Flores hingga tiba di Tanjung Sasar (Sumba)," kata Chris Turu, tokoh masyarakat Sumba Barat dari Desa Adat Tarung, Kecamatan Loli, yang ditemui, Selasa (2/8/2016).
Cerita lisan lain yang dituturkan di Sumba ialah ada populasi manusia lebih awal tiba sebelum kedatangan nenek moyang mereka. Misalnya, pada cerita rakyat Kambera di Sumba Timur, ada kisah Rambu Kahi Maranongu. Menurut budayawan Sumba, Frans W Hebi, itu mengisahkan bidadari, manusia lebih beradab, datang belakangan dengan apu kammi atau apu paita, kelompok manusia lebih awal yang belum mengenal api.
Para sarjana dalam dan luar negeri lama mengetahui kepercayaan lokal tentang Wunga sebagai kampung pertama pulau itu, misalnya Hoskins J (1993). Itu awalnya sulit dibuktikan karena rentang waktu kedatangan nenek moyang orang Sumba ke pulau ini ribuan tahun.
"Kepercayaan Wunga jadi kampung pertama di Sumba kemungkinan dituturkan orang Austronesia yang datang paling belakangan," ucap antropolog Stephen Lansing, Direktur Complexity Institute Nanyang Technological University Singapura.
Tahun 1997, Lansing bekerja sama dengan tim peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengambil sampel genetika dan mengkaji evolusi bahasa di Sumba. Hasilnya dipublikasikan di jurnal internasional PNAS.
Gelombang kedatangan
Riset genetika itu dengan memakai Y-kromosom (penanda genetika pria) ditemukan, genetika orang Sumba punya 3 campuran haplogrup (kelompok motif genetik), yakni Austronesia, Papua, dan Asiatik. Migrasi Papua dari Afrika di Nusantara 50.000 tahun lalu, Asiatik 20.000-10.000 tahun lalu, lalu penutur Austronesia 5.000 tahun lalu. "Bauran genetika kelompok populasi berbeda terekam di kisah lisan di Sumba," kata Lansing.
Riset itu pun menemukan, komposisi genetika Austronesia orang Sumba punya keragaman genetik orang Wunga terlengkap di Sumba. "Semua marka genetik Austronesia orang Sumba ditemui di Wunga, menguatkan cerita desa itu sebagai kampung pertama pulau ini," ujarnya.
Dari Wunga, nenek moyang Austronesia orang Sumba ke selatan, bercabang jadi 2 kelompok, ke timur dan barat. "Populasi non-Austronesia di Sumba barat lebih tinggi. Jadi, komposisi genetika orang Sumba barat dominan Papua," kata Herawati Sudoyo, ahli genetika dari lembaga Eijkman.
Analisis genetika lanjutan dengan autosomal SNPs oleh Murray Cox dari Institute of Fundamental Sciences, Massey University, Selandia Baru (2016), ada dugaan waktu bauran genetika Sumba. "Dari analisis autosomal, bauran genetik Austronesia dan non-Austronesia 4.085 tahun lalu," ujarnya.
Meski terbagi dalam sejumlah subetnis dan sedikitnya 29 kelompok bahasa, warga Sumba umumnya punya kesamaan pengetahuan asal-usul mereka. "Semua orang Sumba asalnya Desa Wunga di Sumba Timur. Kampung yang sebagian rumahnya terbakar pada 2016 ini dipercaya pertama dibangun setelah nenek moyang menyeberang dari Flores hingga tiba di Tanjung Sasar (Sumba)," kata Chris Turu, tokoh masyarakat Sumba Barat dari Desa Adat Tarung, Kecamatan Loli, yang ditemui, Selasa (2/8/2016).
Cerita lisan lain yang dituturkan di Sumba ialah ada populasi manusia lebih awal tiba sebelum kedatangan nenek moyang mereka. Misalnya, pada cerita rakyat Kambera di Sumba Timur, ada kisah Rambu Kahi Maranongu. Menurut budayawan Sumba, Frans W Hebi, itu mengisahkan bidadari, manusia lebih beradab, datang belakangan dengan apu kammi atau apu paita, kelompok manusia lebih awal yang belum mengenal api.
Para sarjana dalam dan luar negeri lama mengetahui kepercayaan lokal tentang Wunga sebagai kampung pertama pulau itu, misalnya Hoskins J (1993). Itu awalnya sulit dibuktikan karena rentang waktu kedatangan nenek moyang orang Sumba ke pulau ini ribuan tahun.
"Kepercayaan Wunga jadi kampung pertama di Sumba kemungkinan dituturkan orang Austronesia yang datang paling belakangan," ucap antropolog Stephen Lansing, Direktur Complexity Institute Nanyang Technological University Singapura.
Tahun 1997, Lansing bekerja sama dengan tim peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengambil sampel genetika dan mengkaji evolusi bahasa di Sumba. Hasilnya dipublikasikan di jurnal internasional PNAS.
Gelombang kedatangan
Riset genetika itu dengan memakai Y-kromosom (penanda genetika pria) ditemukan, genetika orang Sumba punya 3 campuran haplogrup (kelompok motif genetik), yakni Austronesia, Papua, dan Asiatik. Migrasi Papua dari Afrika di Nusantara 50.000 tahun lalu, Asiatik 20.000-10.000 tahun lalu, lalu penutur Austronesia 5.000 tahun lalu. "Bauran genetika kelompok populasi berbeda terekam di kisah lisan di Sumba," kata Lansing.
Riset itu pun menemukan, komposisi genetika Austronesia orang Sumba punya keragaman genetik orang Wunga terlengkap di Sumba. "Semua marka genetik Austronesia orang Sumba ditemui di Wunga, menguatkan cerita desa itu sebagai kampung pertama pulau ini," ujarnya.
Dari Wunga, nenek moyang Austronesia orang Sumba ke selatan, bercabang jadi 2 kelompok, ke timur dan barat. "Populasi non-Austronesia di Sumba barat lebih tinggi. Jadi, komposisi genetika orang Sumba barat dominan Papua," kata Herawati Sudoyo, ahli genetika dari lembaga Eijkman.
Analisis genetika lanjutan dengan autosomal SNPs oleh Murray Cox dari Institute of Fundamental Sciences, Massey University, Selandia Baru (2016), ada dugaan waktu bauran genetika Sumba. "Dari analisis autosomal, bauran genetik Austronesia dan non-Austronesia 4.085 tahun lalu," ujarnya.