>>>Baca juga Kumpulan Judul Skripsi Perdata
>>>Baca Juga Cerita Unik
THARIQAH AL-QAWA`ID WA TARJAMAH
A.
Sejarah Metode Gramatika Tarjamah (Thariqah Al-Qawa’id
Watarjamah)
Cikal bakal metode ini dapat di rujuk ke abad kebangkitan Eropa
(abad 15) ketika banyak sekolah dan universitas di Eropa mengharuskan
pelajarannya belajar bahasa latin karena di anggap mempunyai “nilai pendidikan
yang tinggi” guna mempelajari teks-teks klasik.metode ini merupakan penerminan
yang tepat dari cara bahasa-bahasa yunani kuno dan latin diajarkan selama
berabad-abad. Akan tetapi,penamaan metode klasik ini dengan “Grammar
Translation Method” baru dikenal pada abad 19,ketika metode ini digunakan
untuk pengajaran bahasa arab baik di negara-negara Arab maupun di negara-negara
islam lainnya termasuk indonesia sampai akhir abad19.
Berabad-abad yang lalu hanya sedikit metodelogi pengajaran bahasa
yang di landasi teori belajar bahasa. Pada awalnya di dunia barat pengajaran
bahasa asing di sekolah-sekolah di samakan dengan pengajaran bahasa yunani dan
latin, yaitu menggunakan metode clasic yang memfokuskan diri pada analisa
dramatika, penghapalan kosa-kata, penerjemahan wacana, dan latihan menulis.
Bahasa asing kemudian berubah sebutan menjadi metode kaidah dan
tarjamah dan sering dijuluki dengan metode tradisional, namun konsep penggunaannya
tidak berubah, yakni menekankan analisa tata bahasa, penghafalan kosa-kata,
penerjemahan wacana dan juga latihan menulis.
B.
Ciri-ciri Metode Gramatika Tarjamah(Thariqah Al-Qawa’id
Watarjamah)
1. Perhatian
yang mendalam pada keterampilan membaca,menulis dan menerjemah kan,kurang
memperhatikan aspek menyimak dan berbicara.
2.
Menggunakan
bahasa ibu sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar dan mengajar.
3.
Memperhatikan
kaidah-kaidah Nahwu.
4.
Basis
pembelajarannya adalah menghafal kaidah tata bahasa dan kosa kata kemudian
penerjemahan sejarah harfiah dari bahasa target kebahasa pelajar dan
sebaliknya.
5.
Peran
pendidik dalam proses belajar mengajar lebih aktif daripada peserta didik yang
senantiasa menerima materi secara pasif.
6. Peserta
didik diajarkan membaca secara detail dan mendalam tentang teks-teks atau
naskah pemikiran yang ditulis oleh para tokoh dan pakar dalam berbagai bidang
ilmu pada masa lalu baik berupa syair,naskah (prasa),kata mutiara (alhikam)
maupun kiasan-kiasan.
7.
Penghayatan
yang mendalam dan rinci terhadap bacaan sehingga peserta didik meiliki perasaan
koneksitas terhadap nilai sastra yang terkandung didalam bacaan (bahasa
Arab-bahasa Ibu)
8.
Menitikberatkan
perhatian pada kaidah gramatika (Qawa’id Nahwu dan sharaf) untuk menghafal dan
memahami isi bacaan.
9.
Memberikan
perhatian besar terhadap kata-kata kunci dalam menerjemah.
10.
Peserta
tidak diajarkan menulis karangan dengan gaya bahasa yang serupa/mirip dengan
bahasa yang dipakai para pakar yang telah dipelajarinya.
C.
Tujuan Metode Qawa’id dan Tarjamah
Metode ini sangat menekankan
pembelajaran pada kosakata dan tata bahasa.tujuan mrtode ini adalah:
1.
Menanamkan
pemahaman tentang bahasa.
2.
Pelatihan
siswa untuk menulis dalam bahasa yang tepat.
3.
Menyediakan
siswa dengan kosakata yang luas.
4.
Melatih
siswa mendapatkan makna dengan terjemahan.
5.
Agar
para pelajar pandai dalam menghafal dan memahami tata bahasa.
6.
Lebih
mampu membaca naskah berbahasa Arab atau karya sastra Arab.
7.
Memiliki
nilai disiplin untuk pengembangan intelektual.
Pembelajaran
dalam metode ini didominasi dengan kegiatan membaca dan menulis. Adapun kosa
kata yang dipelajari adalah kosa kata dari teks bacaan. Dimana suatu kalimat
dapat diasumsikan sebagai unit terkecil dalam bahasa ketepatan dalam terjemahan
diutamakan dan bahasa ibu digunakan dalam proses pembelajaran. Dalam metode ini
lebih ditonjolkan kepada keterampilan dalam menyusun bahasa tulisan dari pada
bahasa lisan.
D.
Macam-Macam Pendekatan
Pembelajaran Bahasa Arab
1.
Pendekatan Kemanusiaan ( Humanistic Approach ) / Al-Madkhal
Al-Insani
Pendekatan ini sangat memfokuskan peserta didik dipandang sebagai
manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi. Dalam pola pandang
ini,setidaknya interelasi antara pengajar dan murid dalam hubungannya dengan
proses Transfering Know Ledge sehingga psikologi, minat dan motivasinya dapat
terpenuhi.
2.
Pendekatan
Berbasis Media ( Media Based Approach ) / Al-Madkhal Al-Tiqoni
Pendekatan
ini mengandalkan kepada teknik penggunaan media pengajaran kendala dari
pendekatan ini adalah berkaitan dengan biaya pengadaan alat peraga dan tidak
lengkapnya materi pengajaran yang berkualitas.
3.
Pendekatan Aural-Oral ( Aural-Oral Approach ) / Al-Madkhal
Al-Sam’i Al-Syafahi
Pendekatan ini harus dimulai dengan memperdengarkan bunyi-bunyi
bahasa atau kalimat secara klasikal kemudian meminta murid meniru dan menghafal
sebelum pengajaran membaca dan menulis diajarkan.
4.
Pendekatan Analisis dan Nonanalisis ( Analytical and Non
Analytical Approach ) / Al-Madkhal Al-Tahlili
Perbedaan keduanya adalah:
a.
Pendekatan
analisis adalah pendekatan yang menjadikan sosio-linguistik sebagai dasar
pertimbangan analistik. Titik fokusnya adalah pembahasan semantik,aktifitas
bicara,analisis sistem dan lain-lain.
b.
Pendekatan
Non-Analisis adalah pendekatan yang menjadikan pembaha san psycholinguistik dan
ilmu pendidikan sebagai asas pertimbangan analisis yang bersifat
global,integral dan alami.
5.
Pendekatan Komunikatif ( communicatif Aprroach ) / Al-Madkhal
Al-Ittishali
Pendekatan ini lebih fokus kepada kemampuan komunikasi aktif dan
praktis.
6.
Pendekatan Pembelajaran Aktual.
Diantaranya
adalah pendekatan konsruktivisme,kontekstual,quantum pembelajaran dan
pengajaran, pembelajaran kooperatif, dan Pakem atau Paikem.
E.
Peran Guru dan Murid
Belajar mengajar adalah suatu sistem yang didalamnya melibatkan
sebuah komponen yang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan. Komponennya
adalah guru dan media.
1.
Guru
sebagai sumber belajar sekaligus media.
2.
Guru
dan media sebagai sumber belajar.
3.
Guru
menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada media.
4.
Media
sebagai satu-satunya sumber belajar.
Dalam hal ini peran guru dan murid sangat penting karena jika tidak
ada guru dan murid, maka metode kaidah dan tarjamah tidak mungkin dijalankan,
peran guru dalam metode kaidah dan tarjamah ialah guru sebagai orang yang
menjalankan metode ini, guru memberikan pengenalan dan defenisi kaidah-kaidah
tertentu atau menjelaskannya. Sedangkan seorang murid harus menghafalkan materi
yang di sampaikan oleh guru dan memahaminya dengan baik.
F.
Langkah-Langkah Menggunakan Metode
Metode yang digunakan adalah
kawa’id dan tarjamah, maka media yang digunakan adalah
media pembelajaran kosa kata ( mufradat)
tahapan-tahapan dalam mengajarkan yaitu berikut ini ( kawa’id dan
tarjamah ) :
1.
Dengan
cara menunjuk langsung benda (kosa kata) yang diajarkan.
2.
Menghadirkan
miniatur dari kosa kata yang dimaksud.
3.
Memberikan
gambar dari kosa kata yang diajarkan.
4.
Memperagaan
dari kosa kata yang ingin disampaikan.
5.
Memasukkan
kosa kata yang diajarkan dalam kalimat .
6.
Memberikan
padanan kata.
7.
Memberikan
lawan kata.
8.
Memberikan
definisi dari kosa kata.
G.
Kelemahan dan Kelebihan Metode Qawa’id dan Tarjamah.
Kelemahan dalam metode qawa’id dan tarjamah:
1.
Pengajarannya
hanya dapat menyusun/membimbing siswa terampil berbahasa pasif dan tidak aktif.
2.
Banyak
mengerjakan tentang bahasanya,bukan kemahiran berbahasa.
3.
Terjemahan
harfiah sering mengacaukan makna kalimat dalam konteks luar.
4.
Belajar
hanya mempelajari satu ragam bahasa.
5.
Metode
ini banyak mengabaikan kemahiran kalam.
6.
Banyak
menggunakan bahasa ibu.
7.
Lebih
banyak mengajarkan bahasa dari pada berbahasa.
8.
Siswa
hanya kuat dalam kemampuan tata bahasa dalam membaca,tetapi lemah dalam
kemampuan mendengar, berbicara dan menulis.
Kelebihan dalam metode qawa’id dan tarjamah:
1.
Pelajar
menguasai dalam arti lafal diluar kaidah bahasa
target.
2.
Pelajar
memahami isi detail bahan bacaan yang dipelajarinya dan mampu menerjemahkannya.
3.
Kosa
kata yang dihafal relatif banyak.
4.
Memperkuat
kemampuan pelajar dalam mengingat dan menghafal.
5.
Siswa
mahir dalam membaca,menulis dan menerjemah.
6.
Tidak
menuntut siswa mahir berbahasa arab.
7.
Metode
ini mudah dilaksanakan.
8.
Dapat
mengingatkan wawasan siswa.
H. Strategi
dan Desain Pembelajaran Qowaid (Gramatika)
Ada beberapa strategi dalam mengajarkan gramatika, yaitu:
1.
Musykilat
al-Tullab
Strategi ini dapat mengakomodasi
kebutuhan dan harapan seluruh mahasiswa, karena strategi ini memberi peluang
kepada mahasiswa menanyakan hal-hal yang belum dimengerti dari gramatika yang
telah diajarkan.
2.
Istintajiyah
Pola ini dapat disampaikan dengan
strategi modifikasi lecturing (ceramah), sehingga mahasiswa dapat tetap
konsentrasi mengamati berjalannya materi, dengan diselingi berbagai contoh
untuk pemantapan materi.
3.
Muqaranat al-Nash
Teknik pembelajaran ini bertujuan
agar mahasiswa dapat membandingkan dua model tulisan yang berbeda bentuk, namun
sama tema bahasan. Kajian ini lebih difokuskan pada unsur gramatika bahasanya.
4.
Tahlil
al-Akhtha’
Ini adalah merupakan strategi yang
menuntut adanya kecermatan mahasiswa dalam mengidentifikasi dan menganalisa
kesalahan pada tata bahasa Arab. Di samping menghadirkan pembenaran atas
kesalahan terseebut.
5.
Ikhtiyar
al-Jumal
Strategi ini membutuhkan kejelian
mahasiswa untuk dapat memilah antara kalimat yang salah dan kalimat yang benar.
Strategi ini dapt berguna untuk menggugah sense of language mahasiswa
terhadap struktur kalimat bahasa Arab.[1]
Desain pembelajaran qowaid adalah
sebagai berikut:
1.
Pengantar
atau pendahuluan
2.
Menyampaikan
contoh
3.
Sinkronisasai
atau memadukan
4.
Inovasi
5.
Penerapan.[2]
METODE LANGSUNG (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
A.
Sejarah Thariqoh Al-Mubasyaroh
Metode ini muncul akibat ketidakpuasan
dengan hasil pengajaran bahasa dengan metode gramatika dikaitkan dengan
tuntutan kebutuhan nyata dimasyarakat. Menjelang abad ke-19, hubungan
antarnegara di Eropa mulai terbuka sehingga menyebabkan adanya kebutuhan untuk
bisa saling berkomunikasi aktif diantara mereka. Untuk itu mereka membutuhkan
cara baru belajar bahasa kedua, karena metode yang ada dirasa tidak praktis dan
tidak efektif. Maka pendekatan-pendekatan baru mulai dicetuskan oleh para ahli
di Jerman, Inggris, Perancis dan lain-lain, yang membuka jalan bagi lahirnya
metode baru yang disebut metode langsung. Diantara para ahli itu adalah
Francois Goulin (1880-1992) seorang guru bahasa latin dari perancis yang
mengembangkan metode berdasarkan pengamatannya pada penggunaan bahasa ibu oleh
anak-anak. Metode Langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh) merupakan metode
yang memprioritaskan pada keterampilan berbicara.
B. Pengertian Metode Langsung (Mubasyaroh)
Metode Langsung (Mubasyaroh) merupakan metode yang memprioritaskan pada
keterampilan berbicara. Metode ini muncul sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap
hasil pengajaran bahasa dari metode sebelumnya (gramatika tarjamah), yang
dipandang memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang mati. Seruan-seruan yang
menuntut adanya perubahan-perubahan mendasar dalam cara pembelajaran bahasa itu
mendapatkan momentumnya pada awal abad ke-20 di Eropa dan Amerika, serta
digunakan baik di Negara Arab maupun di negara-negara Islam Asia termasuk
Indonesia pada waktu yang bersamaan.
Sebagai suatu reaksiproaktif terhadap metode gramatika tarjamah, maka
karakteristik dari metode ini adalah:
1. Memberi prioritas yang tinggi pada ketrampilan berbicara sebagai ganti
ketrampilan membaca, menulis dan menerjemah,
2. Basis pembelajarannya terfokus pada teknik demontrastif; menirukan dan
menghafal langsung dimana murid-murid mengulang kata, kalimat, dan percakapan
melalui asosiasi, konteks dan definisi yang diajarkan secara induktif yaitu
berangkat dari contoh-contoh kemudian diambil kesimpulan,
3. Menghindari penggunaan bahasa ibu pelajar,
4. Kemampuan komunikasi lisan dilatih secara cepat melalui Tanya jawab yang
terencana dalam pola interaktif yang bervariasi,
5. Interaksi antara guru dan murid terjalin secara aktif,
Jadi, pada dasarnya metode ini berangkat dari satu asumsi dasar, bahwa
pembelajaran bahasa asing tidaklah jauh berbeda dengan belajar bahasa ibu,
yaitu dengan penggunaan bahasa secara langsung dan intensif dalam komunikasi
keseharian, dimana tahapannya bermula dari mendengarkan kata-kata, menirukan
secara lisan, sedangkan mengarang dan membaca dikembangkan kemudian.
Metode ini berorientasi pada pembentukan keterampilan pelajar agar mampu
berbicara secara spontanitas dengan tata bahasa yang fungsional dan berfungsi
untuk mengontrol kebenaran ujarannya hingga mirip penutur aslinya.[3]
C. Ciri-ciri Metode Langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
Ciri-ciri Metode Langsung (Thariqoh
Al-Mubasyaroh) adalah sebagai berikut :
1.
Member prioritas yang tinggi pada
keterampilan berbicara
2.
Basis pembelajarannya terfokus pada tekhnik
demonstratif, menirukan dan menghapal langsung, dimana murid-murid
mengulang-ulang kata, kalimat, dan percakapan melalui asosiasi, konteks, dan
definisi yang diajarkan secara induktif, yaitu berangkat dari contoh-contoh
kemudian diambil kesimpulan.
3.
Mengelakkan/menghindari penggunaan bahasa
ibu pelajar
4.
Kemampuan komunikasi lisan dilatih secara
cepat melalui tanya jawab yang terencana dalam pola interaksi yang bervariasi.
5.
Interaksi antar guru dan murid terjalin
secara aktif, dimana guru berperan memberikan stimulus berupa contoh-contoh,
sedangkan murid hanya merespon dalam bentuk menirukan, menjawab pertanyaan dan
memperagakannya.
6.
Berbahasa
adalah berbicara, maka berbicra merupakan aspek yang harus diperiolitaskan.
7.
Sejak
dini pelajar dibiasakan berpikir dalam bahasa-bahasa asing yang dipelajari.
8.
Bahasa
ibu dan bahasa kedua atau terjemahan kedalam dua bahasa tersebut tidak
digunakan.
9.
Tidak
begitu memperhatikan tata bahasa, walaupun ada hanya diberikan dengan
mengulang-ulang contoh kalimat secara lisan.
D. Tujuan Metode Langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
Metode ini memerlukan hal-hal berikut:
1. Materi pengajaran pada tahap awal berupa latihan oral (As-Safahiyah)
2. Materi dilanjutkan dengan latihan menutur kata-kata sederhana, baik kata
benda (Isim), atau kata kerja (fi’il) yang sering didengar oleh
peserta didik.
3. Materi dilanjutkan dengan latihan penturan kalimat sederhana dengan
menggunakan kalimat yang merupakan aktivitas peserta didik sehari-hari.
4. Peserta didik diberikan kesempatan untuk berlatih dengan cara tanya
jawab dengan guru/sesamanya.
5. Materi qira`ah harus harus disertai diskusi dengan bahasa Arab,
baik dalam mejelaskan makna yang terkandung didalam bahan bacaan ataupun
jabatan setiap kata dalam kalimat.
6. Selama proses pengajaran hendaknya dibantu dengan alat peraga atau media
yang memadai.
E. Pendekatan Pembelajaran Metode Langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
1. Guru membuka pembelajan dengan langsung berbicara dengan bahasa Arab.
Mengucapakan salam dan bertanya mengenai pelajaran saat itu. Siswa menjawab
pertanyaan dengan bahasa Arab. Demikian guru meneruskan pertanyaan dan sesekali
memberi perintah.
2. Pelajaran berkembang diseputar sebuah gambar yang menjadi media untuk
mengajarkan mufrodat, kemudian siswa mengulangi kata-kata dan ungkapan-ungkapan
baru serta mencoba kalimat sendiri sebagai jawaban pertanyaan guru.
3. Setelah mufrodat dipelajari dan dipahami bahwa makna guru menyuruh siswa
membaca teks bacaan mengenai tema yang sama dengan suara keras. Guru member
contoh kalimat yang dibaca terlebih dahulu dan siswa menirukan bagian yang
menjadi inti pelajaran tidak diterjemahkan, guru mengajukan pertanmyaan dalam
bahasa Arab dan harus dijawab oleh siswa dengan bahasa Arab pula.
4. Pelajaran bisa diakhiri dengan bernyanyi bersama.
F. Langkah-langkah penggunaan Metode Langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
1. Guru memulai penyajian materi secara lisan, mengucapkan satu kata dengan
menunjukkan bendanya atau gambar itu.
2. Latihan berikutnya berupa tanya jawab dengan kata tanya “ma ( ما ), hal ( هل( , aina
( أين ) dan sebagainya.
3. Setelah guru yakin bahwa siswa menguasai materi yang disajikan baik
dalam pelafalan maupun pemahaman makna.
4. Kegiatan berikutnya ialah menjawab secara lisan pertanyaan atau
latihan yang ada dalam buku, dilanjutkan dengan mengerjakannya secara tertulis.
5. Bacaan umum yang sesuai dengan tingkatan siswa diberikan sebagai
tambahan, misalnya berupa cerita humor, cerita yang mengandung hikmah dan
bacaan yang mengandung ungkapan-ungkapan pendek indah, karena pendek dan
menarik biasanya siswa menghafalnya diluar kepala.
6. Tata bahasa diberikan pada tingkat tertentu secara induktif.
G. Kelemahan dan Kelebihan Metode
Langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
Kelemahan metode langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
1.
Metode
ini memiliki prinsip-prinsip yang mungkin dapat diterima oleh sekolah-sekolah
yang jumlah pelajarannya tidak banyak.
2.
Metode
ini menuntut para guru yang mempunyai kelancaran berbicara seperti penutur
asli.
3.
Metode
ini mengandalkan kemahiran guru dalm menyajikan materi, bukan buku-buku teks
yang baik.
4.
Metode
ini menghindari pengunaan bahasa kedua atau terjemahan. Hal ini justru bisa
menghambat kemajuan pelajar, sebab banyak waktu dan tenaga terbuang dalam
menerangkan kata yang abstrak ( tidak bisa digambarkan ) atau konsep tertentu
dalam bahasa asing.
Kelebihan metode langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
1.
Dengan
kedisiplinan medengarkan dan menggunakan pola-pola dialog secara teratur, maka
para pelajar bisa terampil dalam menyimak dan berbicara.
2.
Dengan
banyaknya peragaan atau demonstrasi gerakan, pengunaan gambar, bahkan belajar
dialam nyata para pelajar bisa mengetahui banyak kosa kata.
3.
Dengan
banyak latihan pengucapan secara ketat dalam bimbingan guru, maka para pelajar
bisa memiliki lafal yang relatif medekati penutur asli.
4.
Para
pelajar mendapat banyak latihan dalam bercakap-cakap khususnya mengenai
topik-topik yang sudah dilatih dalam kelas. Dapat membantu mereka dalam
menganalisis pola-pola percakapan dalam topik-topik lain.
METODE MEMBACA (Thariqoh Al-Qiraah)
A. Sejarah Metode Membaca (Thariqoh Al-Qiraah)
Ketidakpuasan terhadap metode langsung yang
kurang memberikan perhatian kepada kemahiran membaca dan menulis, mendorong
para guru dan ahli bahasa untuk mencari metode baru. Teori metode mubasyaroh
kurang mengacu pada qowaid / kaidah-kaidah nahunya sehingga dalam
hal ini lebih dicondongkan dalam berbicara saja. Opini yang berkembang diantara
para guru adalah bahwa mengajarkan bahasa asing dengan target penguasaan semua
keterampilan berbahasa adalah sesuatu yang mustahil. Karena alasan itulah maka
Profesor Coleman dan kawan-kawan dalam sebuah laporan yang ditulis pada tahun
1929 menyarankan menggunakan metode dengan satu tujuan pengajaran yang lebih
realistis yaitu, keterampilan membaca. Metode ini diberi nama “metode qiraah”
ini digunakan untuk seluruh sekolah Eropa dan Amerika. Bukan berarti kegiatan
belajar mengajar hanya terbatas pada latihan membaca. Latihan menulis dan
membaca juga diberikan walau dalam porsi terbatas.
B. Ciri-ciri Metode Qiraah
a. Kegiatan pembelajaran yang berbasis pada pemahaman isi bacaan dengan
didahului oleh pengenalan makna kosakata, kemudian menambahkan isinya secara
bersamaan dengan bantuan guru.
b. Tata bahasa tidak dibahas secara panjang lebar, namun dipilih yang
sesuai dengan fungsi maknanya.
c. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan hadirnya tugas-tugas yang
dijawab olehh murid untuk mengokohkan pemahaman akan bahan bacaan yang
dimaksud.
d. Membaca diam lebih diutamakan daaripada membaca keras[4].
C. Teknik MaharohQiraah
a. Guru memulai pelajaran dengan member contoh qiraah jahriah dengan
benar. Guru dimungkinkan untuk membacakan teks dan diikuti oleh siswa dengan
melihat teksnya, siswa menirukan bacaan gurunya.
b. Sebaiknya teks yang disajikan pendek sehingga mudah dipahami siswa
sehingga fokus hanya untuk mengucapkan dan tidak pindah untuk berfikir tentang
makna.
c. Tersedianya waktu yang cukup untuk melatih siswa mendengarkan teks,
setelah selesai kemudian mereka diminta untuk membaca teks dengan keras.
d. Melatih siswa membaca dengan cara bersama-sama dan juiga individu. Saat
siswa membaca secara individu guru harus aktif mendorong siswanya membaca
dengan cepat tidak membaca kata-perkata atau sering berhenti dalam setiap
baris.
e. Hendaknya guru selalu mencatat kesalahan-kesalahan yang terjadi baik
berkaitan dengan bunyi atau pengucapan. Berdasarkan catatan tersebut guru bisa
mencari penyebab dan solusinya[5].
D.
Peran Guru dan Murid
1.
Guru
membacakan beberapa kalimat dan meminta siswa untuk mengulanginya
2.
Guru
menyuruh siswa membaca untuk melatih ketepatan mahrajul huruf
3.
Guru
menanyakan kepada siswa agar dapat menguji hafalan siswa
4.
Guru
dapat mengajari siswa penggunaan kamus
5.
Guru
dapat memberi pengetahuan tentang tanda baca
6.
Guru
dapat memberi pengajaran dalam penggunaan harakat yang tepat
7.
Guru
sebagai pemandu yang penuh dengan motivasi
8.
Guru
sebagai moderator yang kreatif
E. Metode Pembelajaran Qiraah
Dalam pembelajaran membaca terdapat
beberapa teori dan metode yang muncul dan berkembang[6].
·
Metode Harfiyah
Guru memulai dengan mengajarkan huruf
hijaiyah satu persatu, murid pun lambat dalam membaca karena siswa cenderung
membaca huruf perhuruf daripada membaca kesatuan kata.
·
Metode Sautiyah
Dimulai dengan mengajarkan huruf berharakat
fathah dan seterusnya. Diantara kelebihan metode ini adalah mengajarkan huruf
dengan bunyinya bukan namanya. Kekurangannya terkadang metode ini menghambat
kelancaran atau kecepatan membaca siswa, karena siswa terbiasa membaca huruf hijaiyah.
·
Metode Suku Kata
Siswa terlebih dahulu membaca suku kata
kemudian mempelajari kata yang tersusun dari kata tersebut. Harus didahului
oleh pembelajaran huruf mad.
·
Metode Kata
Guru memulai dengan menampilkan sebuah kata
disertai gambar yang sesuai jika kata itu mungkin digambar. Kemudian guru itu
mengucapkan kata itu beberapa kali dan diikuti siswa. Langkah selanjutnya guru
menampilkan kata tadi tanpa disertai gambar untuk dikenali dan dibaca siswa.
Setelah mampu membaca kata tersebut, baru kemudian guru menganalisa dan mengurai
huruf-huruf yang terkandung dalam kata
tadi.
Kelebihan Metode Kata :
a. Sejalan dengan landasan psikologi pengetahuan visual manusia yang
dimulai dari hal-hal umum.
b. Membiarkan siswa berlatih membaca cepat.
c. Siswa membaca kesatuan kata yang mempunyai arti.
Kekurangan
Metode Kata :
a. Siswa lebih fokus kepada gambar daripada kata yang diajarkan.
b. Terkadang siswa hanya menebak dan mengira kata berdasarkan gambar, bukan
membaca yang sesunguhnya.
c. Jika kata yang diajarkan sangat mirip, siswa mengacaukannya.
·
Metode Kalimat
Guru menampilkan sebuah kalimat pendek
dikartu atau papan tulis, kemudian membaca kalimat tersebut beberapa kali dan
diikuti siswa.
Kelebihannya :
a. Mengedapankan satuan kalimat atau kata yang bermakna.
b. Membiasakan siswa membaca satuan yang lebih besar.
Kelemahannya
:
a. Menguras tenaga guru dan menggunakan guru yang terlatih sedangkan
ketersediaan guru professional dalam bidang bahasa Arab sangat terbatas.
·
Metode Gabungan
Metode ini menggabungkan metode harfiyah,
sautiyah, suku kata, metode kata dan metode kalimat[7].
F. Tujuan Pembelajaran Qiroah
Membaca merupakan sarana utama untuk
mencapai tujuan pembelajaran bahasa ,lebih-lebih bagi pembelajar bahasa arab
non arab dan tinggal diluar negara-negara arab seperti para pembelajar di
Indonesia.
Tujuan
pembelajaran Qira’ah :
1. Mengucapkan
bunyi dari makhrajnya serta membedakan bunyi huruf yang mirip.
2. Menghubungkan tanda dengan makna.
3. Memahami apa yang dibaca .
4. Memperhatikan harakat panjang pendek.
5. Berhenti pada tempat yang sesuai.
Adapun tujuan khusus dari pembelajaran keterampilan membaca ini dibagi
menjadi tiga tingkatan berbahasa, yaitu
1. Tingkat pemula
1. Mengenali
lambing-lambang (symbol huruf)
2. Mengenali kata dan
kalimat.
3. Menenmukan ide pokok
dan kata kunci.
4. Menceritakan kembali
isi bacaan pendek.
2. Tingkat menengah
1. Menemukan ide pokok dan
ide penunjang
2. Menceritakan kembali
berbagai jenis isi bacaan
3. Tingkat lanjut
1. Menemukan ide pokok dan
ide penunjang
2. Menafsirkan isi bacaan
3. Membuat inti sari bacaan
4. Menceritakan kembali
berbagai jenis bacaan
G. Tujuan Metode Qiraah
a.
Kartu dan Macam-macanya (al-Bithoqoh)
Kartu biasanya terbuat dari kertas yang
keras dan tebal, masing-masing sisinya memiliki kata, frasa, kalimat atau
ungkapan. Adapun macam-macam kartu sebagai berikut :
-
Kartu pertanyaan dan jawaban ( bithoqoh
al- asilah wa al-ijabah)
-
Kartu kosa kata ( bithoqoh al-Takmilah )
-
Kartu tiruan (bithoqoh al-Musaghar)
b. Laboratorium Baca
Biasanya laboratorium baca terdiri dari
sejumlah kitab-kitab kecil, isinya berisi materi bahasa yang tersusun secara
gradasi dari sederhana menuju sulit yang dapat membantu siswa untuk lebih cepat
membaca sesuai kemampuannya.
Media yang digunakan dalam metode ini adalah teks. Seorang pendidik
harus menggunakan teks atau buku untuk metode ini, dan mengarahkan kepada
peserta didik untuk membaca teks dengan baik dan benar.Media teks yang
digunakan boleh apa saja, yang memudahkan peserta didik memahami lebih cepat
dan sesuai dengan apa yang diinginkan.
Pendekatan antara murid dan guru haruslah saling terjalin karena
pendekatan antara murid dan guru merupakan hal yang harus dilakukan dalam
metode membaca karena tanpa adanya itu metode tersebut lebih bersifat
monoton.
THARIQAH AS-SAM’IYAH AS-SYAFAWIYAH
A. Sejarahnya
Keterampilan berbahasa yang dihasilkan oleh
metode membaca yang terbatas pada kemampuan membaca teks-teks ternyata tidak
lagi memadai untuk memenuhi kebutuhan yang berkembang pada tahun 40’an. Dalam
situasi perang Dunia Ke II, Amerika Serikat memerlukan personalia yang yang
lancer berbahasa asing untuk ditempatkan dibeberapa Negara, baik sebagai
penerjemah dokumen-dokumen maupun pekerjaan lain yang memerlukan komunikasi
langsung dengan penduduk setempat. Untuk itu, Departemen Pertahanan Negara
Amerika Serikat membentuk satu badan yang menamai Army Specialized Training
Program (ASIP) dengan melibatkan universitas di AS. Program yang dimulai tahun
1943 ini betujuan agar peserta dapat berketerampilan berbicara dalam beberapa bahasa asing, dengan pendekatan
dan metode yang baru sama sekali pengajaran bahasa asing model ASIP ini layak
diterapkan secara umum diluar program ketentaraan. Model ASIP inilah yang
merupakan cikal bakal dari metode Audiolingual, setelah dikembang dan diberi
landasan metodologis oleh berbagai universitas di Amerika.
Metode ini didasarkan atas beberapa asumsi,
antara lain bahwa bahasa yang pertama-tama adalah ujaran. Oleh karena itu,
harus memperdengarkan bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk kata, kalimat kemudian
mengucapkannya, sebelum pelajran membaca dan menulis. Asumsi lain dari metode
ini adalah bahwa bahasa merupakan kebiasaan. Suatu perilaku akan menmjadi
kebiasaan apabila diulang berkali-kali. Oleh karena itu pengajaranbahasa harus
harus dilakukan dengan teknik pengulangan atau repotesi. Metode ini juga
didasarkan atas asumsi bahwa bahasa-bahasa didunia ini berbeda satu sama lain.
Oleh karena itu, pemilihan bahan ajar harus berbasis hasil analisis kontrastif,
antara lain bahasa ibu dan bahasa target yang sedang dipelajari[9].
B. Cirri-ciri metode As-sam’iyah As-syafawiyah
Adapun cirri khas yang menonjol dari metode
ini adalah :
1. Memiliki rangkaian penbelajaran yang sistematis, dari menyimak ke
berbicara baru kemudian membaca dan menulis. Dengan rangkaian ini dipahami
adany atujuan pengajaran bahasa yang ingin mengakomodasi keempat keterampilan
bahasa secara seimbang.
2. Keterampilan menulis diajarkan sebatas pola pada kalimat dan kosa kata
yang sudah dipelajari secara lisan, karena pelajaran menulis merupakan
representasi dari pelajran berbicara.
3. Menghindari sebisa munghkin penerjemahan bahasa.
4. Menekankan pada peniruan, penghafalan, asosiasi, dan analogi.
5. Penguasaan pola kalimat dilakukan dengan latihan-latihan pola yang
berurutan, stimulus ke response ke reinforcement[10].
C. Teknik-teknik As-Sam’iyah As-Syafawiyah
Dan adapun teknik-tekniknya, sama seperti
teknik pembelajaran Maharah Qiraah. Dan langkah-langkahnya bebeda. Dan
langkah-langkah metode ini adalah [11]:
a. Guru membacakan beberapa kata dan kalimat disertai penjelasan maknanya (
dengan menggunakan gambar, isyarat, gerakan dan laini-lain) .
b. Guru menyuruh siswa membuka buku teks dan membacanya, serta meminta
siswa mengulanginya kembali.
c. Siswa mengulangi kalimat dan jumlah secara bersama-sama, kelas dibagi
dua atau tiga kelompok, setiap kelmpok diminta unutk mengulangi.
d. Setelah siswa memahami kata dan kalimat, guru menampilkan teks sederhana
dan menyuruh siswa membaca dalam hati.
e. Guru mengajukan pertanyaan sesuai dengan bahan bacaan sehingga dapat
diketahui dengan mudah tingkat pemahamannya.
f. Sebaiknya pertanyaan-pertanyaan yanbg diberikan mebutuhka jawaban
pendek.
g. Jika salah seorang siswa tidak mampu menjawab pertanyaan, hendaknya
pertanyaannya diberikan kepada siswa yang lain.
h. Setelah selesai Tanya jawab, siswa diminta mengulangi lagi dalam hati.
i.
Pada akhir pertemuan bguru memotivasi siswa
mengajukan pertanyaan yang jawabannya ada dalam teks bacaan, dan dijawab oleh
teman-temannya baik mengenai pemahaman bahasa atau tata bahasa.
D. Pendekatan-pendekatan yang digunakan metode As-sam’iyah As-syafawiyah
Ada dua pendekatan teori yang mendasari pengajaran
bahasa sebagaiman kita ketahui, yaitu teori tata bahasa tradisional dan
struktural. Keduanya memiliki pandangan yang yang saling berbeda dalam hal tata
bahasa. Teori tradisional meyakini bahwa sturktur bahasa-bahasa didunia tidak
sama. Menurut teori tradisional bahasa yang baik adalah menurut para ahli
bahasa (dalam istilah linguistic disebut perspektif). Sedangkan menurut teori
structural yang baik dan benar adalah yang digu akan oleh penutur asli ( dalam istilah
lnguistik disebut deskriptif[12]).
Dengan demikian pendekatan structural
melhat struktur bahasa sebagai fokus perhatian. Struktur bahasa dalam hal ini
dianggap sama dengan pola-pola kalimat, pandangan ini bertolak belakang dengan
pendekatanb tradisional yang memandang sebaiknya.
Metode Audiolingual adalah metode
mendasarkan diri kepada pendekatan structural dalam pengajaran bahasa arab dan
metode ini menekankan pada penelaahan dan pendeskripsian suatu bahasa yang akan
dipelajari dengan memulainya dari system bunyi (fonologi) kemudian sisten
pembentukan kata ( Morfologi ) dan system pembentukan kalimat ( sintaksis).
E. Langkah-langkah penggunaan metode
Sebagaimana metode ini, yaitu mendengarkan
dan berbicara maka aplikasinya klebih menekankan dua aspek ini sebelum kepada
kedua aspek lainnya. Jika melihat konsep dasarnya maka ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam aplikasinya, yaitu [13]:
a. Pelajar harus menyimak, kemudian berbicara, kemudian membaca dan
akhirnya menulis.
b. Tata bahasa harus disajikan dalam bentuk pola-pola kalimat atau dialog-dialog
dengan topic situasi-situasi sehari-hari.
c. Latihan (drill/al-tadribat) harus mengikuti operant-conditioning
seperti yang telah dijelaskan.
d. Semua unsur tata bahasa harus disajikan dari yang mudah kepada yang
sukar atau bertahap.
e. Kemungkinan-kemungkinan untuk membuat kesalahan dalam member respon
harus dihindarkan, penguatan positif lebih dari efektif daripada penguatan
negatif.
F. Tujuan Metode Ini
Metode ini bertujuan bahwa metode
audiolingual pada dasarnya tidak hanya menekankan latihan dan pembiasaan para
pelajar untuk membentuk kecakapan berbahasa, tetapi juga kecermatan pengajar
dalam membimbing mereka sangat diperhatikan. Oleh sebab itu seorang pengajar
harus benar-benar menguasai prinsip-prinsip itu[14].
G. Peran Guru dan Murid
Belajar mengajar adalah suatu system yang
didalamnya melibatkan sejumlah komponen yang saling bekerja sama untuk mencapai
tujuan. Komponennya dalam perna guru dan murid ialah guru dan media,
diantaranya[15]
:
1.
Guru sebagai sumber belajar sekaligus media
2.
Guru dan media sebagai sumber belajar
3.
Guru menyerahakan sebagian tanggung
jawabnya kepada media.
4.
Media satu-satunya sumber belajar.
H. Kelebihan dan Kekurangan Metode Ini
Sebagaimana metode langsung, metode
audiolingual memiliki kelebihan dan kekurangan. Aspek kelebihannya antara lain[16]:
a.
Para pelajar menjadi terampil dalam membuat
pola-pola kalimat yang sudah di drill.
b.
Para pelajar memiliki lafal yang baik dan
benar.
c.
Para pelajar tidak tinggal dalam dialog
tetapi terus menerus memberi respon pada rangsangan yang diberikan oleh guru.
Aspek Kekurangannya antara lain:
a.
Para pelajar cenderung untuk member respon
secara serentak ( atau secara individual) seperti “ membeo” dan sering tidak
mengetahui makna yang diucapkan. Respon ini terlalu mekanistis.
b.
Para pelajar tidak diberi latihan dalam
makna-makna lain dari kalimat yang dilatih berdasarkan konteks.
c.
Sebetulnya para pelajar tidak berperan
aktif tetapi hanya memberikan respon pada rangsangan yang diberikan oleh guru.
Jadi gurulah yang menentukan semua latihan dan materi pelajaran dikelas. Dialah
yang mengetahui jawaban atas semua pertanyaan yang diajukan dikelas. Dengan
kata lain, penguasaan kegiatan dalam kelas dapat disebut” dikuasai sepenuhnya
oleh guru:”.
d.
Metode
ini berpendirian bahwa jika pada tahap-tahap awal para pelajar tidak/belum
mengerti makna dari kalimat-kalimat yang ditirunya tidak dianggap sebagai hal
yang meresahkan. Selanjutnya dengan menyimak apa yang dikatakan oleh guru
member respon yang benar dan melakukan semua tugas tanpa salah, pelajar sudah
dianggap belajar tujuan dengan benar. Jika dianalisa pendirian ini kurang dapat
diterima, sebab meniru tanpa mengetahui makna adalah suatu aktivitas yang
mubazir kecuali itu hapalan-hapalan pola kalimat dengan ucapanyang baik dan
benar belum berarti bahwa para pelajar dengan sendirinya akan mampu
berkomunikasi dengan wajar. Oleh sebab itu diperlukan bimbingan yang intensif
dalm mencapai kemampuan komunikasi ini.
I.
Konsep Dasar Metode Audiolingual
a.
Dasar
berbahasa adalah percakapan, sedangkan tulisan adalah bagian dari percakapan.
Maka materi yang perlu di prioritaskan dalam pengajaran bahasa asing atau
bahasa tujuan adalah memahami pembicaraan dan berbicara.
b.
Cara
yang tepat untuk mengajari bahasa asing atau bahasa tujuan adalah membentuk
kebiasaan berbahasa.
c.
Materi
yang harus di pelajari adalah bahasa asing atau bahasa tujuan itu.
d.
Para
ahli bahasa struktural menolak adanya pikiran tata bahasa semesta yang memandang adanya kaidah-kaidah bahasa secara keseluruhan.
METODE GABUNGAN ( THARIQAH AL-INTIQAIYAH)
A. Sejarahnya
Yang dimaksud gabungan disini tentu saja
bukan menggabungkan semua metode yang ada sekaligus, melainkan lebih bersifat
“tambal sulam”, artinya suatu metode tertentu dipandang dapat mengatasi
kekurangan metode yang lain. Walaupun setiap metode memiliki kelebiahan dan
kekurangan, namun tidak berarti semuanya dapat digabungkan sekaligus, sebab
menggabungkan disini sesuai kebutuhan atas dasar pertinbangan tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, kemampuan pelajar, bahkan kondisi guru.
Yang cocok dilakukan dalam hal ini adalah memanfaatkan kelebihan metode
tertentu untuk mengatasi kekurangan metode tertentu.
Munculnya metode gabungan (al-thariqah al-intiqaiyah/ electic
method) dengan demikian merupakan kreativitas para pelajar bahasa asing untuk
mengefektifkan proses belajar mengajar bahasa asing. Metode ini juga sekaligus
memberikan kebebasan kepada mereka untuk menciptakan variasi metode.
Sebagaimana metode-metode lainnya, metode gabungan
ini memiliki dasar yang memiliki pijakannya. Ada enam hal yang menjadi pijakan
dalam metode ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Khuli (1983:26) :
1.
Setiap metode pengajaran bahasa asing
memiliki kelebihan. Kelebihan ini bisa dimanfaatkan dalam pengajaran bahasa
asing .
2.
Tidak ada metode yang sempurna dan tidak
ada juga metode yang jelek, tetapi semuanya memiliki kekuatan dan kelemahan
metode tertentu.
3.
Setiap metode memiliki latar belakang,
karakteristik, dasar pikiran, dan peruntukan yang berbeda. Jika metode-metode
tersebut digabungkan, maka menjadi sebuah kolaborasi yang saling
menyempurnakan.
4.
Tidak ada satu metode pun yang sesuai dengan
semua tujuan, semua guru, semua siswa, dan semua program pengajaran bahasa
asing.
5.
Hal yang penting dalam mengajar adalah
member perhatian kepada para pelajar dan kebutuhannya, bukan menguasai metode
tanpa didasarkan kepada para pelajar dan kebutuhannya.
6.
Setiap guru bahasa asing diberi kebebasan
untuk menggunakan langkah-langkah atau teknik-teknik dalam menggunakan metode
pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan para pelajarnya dan sesuai dengan
kemampuannya.
B. Langkah-langkah Menggunakan Metode Gabungan
Langkah-langkah seorang guru dalam
menggunakan metode gabungan ini adalah :
1. Pendahuluan, sebagaimana metode-metode lain.
2. Memberikan materi berupa dialog-dialog pendek yang rileks, dengan tema
kegiatan sehari-hari secara lisan dengan gerakan-gerakan,isyarat-isyarat,
dramatisasi atau gambar.
3. Para pelajar diarahkan untuk disiplin menyimak dialog-dialog tersebut,
lalu menirukan dialog-dialog yang disajikan sampai lancar.
4. Para pelajar dibimbing menerapkan dialog-dialog tersebut dengan
teman-temannya secara bergiliran.
5. Setelah lancar menerapkan
dialog-dialog yang telah dipelari, maka diberi teks bacaan yang temanya
berkaitan dengan dialog-dialog tadi. Selanjutnya guru memberi contoh cara
membaca yang baik dan benar, diikuti oleh para pelajar secara berulang-ulang.
6. Jika terdapat kosakata yang sulit guru mula-mula memaknainya dengan
isyarat, atau gerakan atau gambar atau lainnya. Jika tidak mungkin dengan ini
semua guru menerjemahkannya kedalam bahasa pelajar.
7. Guru mengenalkan beberapa struktur yang penting dalam teks bacaan,
lalu membahasnya seperlunya.
8. Guru menyuruh menelaah bacaan, lalu mendiskusikan isinya.
9. Sebagai
penutup, jika diperlukan evaluasi akhir berupa petanyaan tentang isi bacaan
yang telah dibahas. Pelaksanaannya bisa saja secara individual atau kelompok
sesuai dengan situasi dan kondisi. Jika tidak memungkinkan karena waktu,
misalnya guru dapat menyajikannya berupa tugas yang harus dikerjakan
masing-masing pelajar.
C. Ciri-Ciri Pengajaran Bahasa Arab
Dengan Metode Gabungan
1.
Kemahiran
berbahasa diajarkan dengan urutan bercakap, menulis, memahami dan membaca.
2.
Kegiatan
belajar dikelas berupa latihan (oral practice), membaca keras (reading
aloud) dan tanya jawab.
3.
Dalam
metode ini juga terdapat latihan menterjemahkan pelajaran gramatika secara
deduktif.
4.
Digunakan
alat-alat atau audiovisual.
D.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Gabungan
Telah disinggung dimuka, bahwa tidak ada metode yang terbaik dan
terburuk. Menggunaka metode apapun, khususnya dalam pengajaran bahasa asing,
didalamnya akan ada banyak masalah yan harus diatasi termasuk menggunakan
metode gabungan ini.
Walaupun terlihat kegiatannya lebih variatif, kemampuan para
pelajar dalam menggunakan bahasa asing dipandang lebih merata, namun
menggunakan metode gabungan nampaknya kan bermasalah dengan kesedihan guru dan
siswa dan alokasi waktu.
Belum tentu semua guru sanggup melakukan serangkaian kegiatan
mengajar yang begitu banyak dan bervariasi. Penggunaan metode ini nampaknya
menuntut adanya guru yang terlalu banyak malah bisa menimbulkan kejenuhan
belajar, apalagi jika materi dibawakan secara monoton. Waktu yang diperlukan
juga relatif lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan metode lain, padahal
umumnya alokasi waktu pelajaran bahasa arab disekolah-sekolah indonesia
terbatas, kecuali disekolah-sekolah tertentu yang memberikan perhatian lebih
kepada bidang studi bahasa arab.
>>Download File --Klik disini(Goole Drive)
[1] Ibid, hal. 97
[2]Abdul Aziz
Ibrahim al ‘ashoily, Thuruq Tadris al-Lughoh al-Arobiyah, (Riyadh : Darul fikr
lit thoba’ah wa al-tauzi’ wa al-nasyr bidamasyqi, 2002 ), hal. 137
[3] Radliyah
Zaenuddin. Metodologi & Strategi Alternatif Pembelajaran
Bahasa Arab. 2005. Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group.cet. 1 hlm. 39-40
[4] Abd. Wahab
Rasyidi, Memahami Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa Arab. Malang : UIN Maliki. Press 2012. hal. 52
[5] Ibid. hal. 72-73
[6] Muhammad Ali Al-Khuli, Strategi Pembelajaran Bahasa
Arab, (Yogyakarta. Baran Publishing:2010) hal. 109
[7] Metode Qiraah.blogspot.com/2012
[9] Abd.Wahab Rosyidi, Memahami Konsep Dasar
Pembelajaran Bahasa Arab (Malang : UIN Maliki Press 2012) hal. 52-53
[10] Ibid. hal.54
[11] Ibid. hal.74
[12] Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,
(Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Press 2011) hal. 185
[13] Ibid. hal. 188-189
[14] Ibid. hal.189
[15] Abd. Wahab Rosyidi . Memahami Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: UIN Maliki Press 2012) hal.108-109
[16] Acep Hermawan, Metodologi pembelajaran Bahasa Arab,
(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Press. 2011) hal.191