Pengertian Hadits Dan Ilmu Hadits

ADMIN

     
HADIS DAN ILMU HADIS  

A. Pengertian Hadis

       Hadis atau al-hadits menurut bahasa al-jadil yang artinyasesuatu yang barlawan-lawan dari al-Qadim (lama)artinya yangberartimenunjukkankepada waktu yang dekatatau waktu yang singkat seperti:
حَدِيْثُ الْعَهْدِ فِى الْإِسْلَامِ
(orang yang barumasuk memeluk agama Islam).

      Hadis juga sering disebut dengan al-khabarf yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, samamaknanya dengan hadis. Sedangkan menurut istilah (terminologi), para ahli memberikan definisi (ta'rif) yang berbeda-beda sesuai dengan latarbelakang disiplin ilmunya.Seperti pengertian hadits menurut ahliushul akan berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh ahlihadis.

B. Pengertian Sunnah, Khabar, Atsar, Dan Hadis Qudsi

     1. Pengertian Sunnah

          Menurut bahasa sunnah berarti:

الطّرِيْقَةُ مَحْمُوْدَةً كَانَتْ اَوْمَذْمُوْمَةً
"Jalan yang terpuji dan atau yang tercela."

          Sedang sunnah menurut istilah, di kalangan ulama terdapatperbedaan pendapat. Hal ini disebabkan karena perbedaan latarbelakang, persepsi, dan sudut pandang masing-masing terhadapdiri Rasulullah SAW Secara garis besamya mereka terkelompok menjadi tiga golongan; ahli hadis, ahli usul, dan ahli fiqh.

Pengertian sunnah menurut ahli hadis adalah:
مَا ا ُشِرَ عَنِ ا لنَّبِيَّ صَلَّ ا للُّه عَلَىْه وَ سَلَّمَ مِنْ قَوْ لٍ أَ وْ فِعْلٍ أَ وْ تَقْرِيْبرٍ اَوْ صِفَةٍ خَلْقِيَّةٍ اَ وْ خُلُقِيَّةٍ اَ وْ سِىَرَ ةٍ سَوَ ا ء كاَ نَ قَبْلَ الْبِعْشَةِ اَ وْ بَعْدَ هَا
          "Segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan,perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baiksebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya".

          Akan tetapi bagi ulama ushuliyyin jika antara Sunnah dan hadis dibedakan, maka bagi mereka, hadis adalah sebatas sunnah qauliyah-nya Nabi SAW saja. Ini berarti, sunnah cakupannya lebih luas dibanding hadis, sebab sunnah mencakup perkataan perbuatan dan penetapan (taqrir) Rasul, yang bisa dijadikan dalil hukum syar‘i. Mereka mendefinisikan sunnah sebagaimana di atas, karenamereka memandang diri rasul sebagai uswatun hasanah (contohatau tauladan yang baik). Oleh karenanya, mereka menerimasecara utuh segala yang diberikan tentang diri Rasul SAWtanpa membedakan apakah yang diberitakan itu berhubungandengan hukum syara’ atau tidak.
          Dengan demikian, berpegang teguh kepada al-Quran dansunnah nabi akan menjamin seseorang terhindar dari kesesatan.Sebagaimana hadis rasul yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
"Aku tinggalkan pada kalian dua pusaka. Kamu tidak akan sesatsetelah (berpegang) pada keduanya, yaitu Kitab Allah danSunnahKu". (HR Hakim)
        Lebih jauh lagi, apabila sunnah disamakan dengan hadis berarti tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada nabi saja,tetapi juga termasuk segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabiin. Ini berarti, pengertian sunnah bagi mereka sama dengan pengertian hadis sebagaimana disebutkan terdahulu. Berbeda dengan ahli hadis, ahli usul mengatakan, sunnahadalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW yangberhubungan dengan hukum syara', baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir beliau.
           Definisi ahli ushul ini membatasi pengertian sunnah hanyapada segala sesuatu yang bersumber dari nabi, baik perkataan,perbuatan, maupun taqrimyayang berkaitan dengan hukumsyara’.Dengan demikian, sifat, perilaku, sejarah hidup, dan segala yangbersumber dari Nabi SAW yang tidak berkaitan dengan hukumsyara’ dan terjadi sebelum diangkat menjadi rasul tidak dikatakan sunnah. Demikian pula tidak dikatakan sebagai sunnah segala yang bersumberdarisahabatdan tabi’in, baik perkataan, perbuatan,maupun ketetapan-ketetapannya.
     Pemahaman ahli ushul terhadap sunnah sebagaimana tersebut di atas, didasarkan pada argumentasi rasional bahwa Rasulullah SAW. sebagai pembawa dan pengatur undang-undangyang menerangkan kepada manusia tentang dustur al-hayat(undang-undang hidup) dan menciptakan kerangka dasar bagipara mujtahid yang hidup sesudahnya. Hal-hal yang tidakmengandung misi seperti ini tidak dapat dikatakan sunnah danoleh karenanya ia tidak dapat dijadikan sumber hukum yangmengikat .Ulama ahli Fiqh mendefinisikan sunnah seperti ini karenamereka memusatkan pembahasan tentang pribadi dan perilakuRasul SAW. pada perbuatan-perbuatan yang melandasi hukumsyara', untuk diterapkan pada perbuatan manusia pada umumnya, baik yang wajib, haram, makruh, mubah, maupun sunnat. Inimemang tidak dapat dilepaskan dari dasar hukum menurutmereka, yaitu hukum syara' yang lima.
Oleh karena itu, apabila mereka berkata, perkara ini ’sunnat’, maksudnya mereka memandang bahwa pekerjaan itu mempunyai nilai syariat yang dibebankan oleh Allah SWT kepada setiap orang yang baligh dan berakal dengan tuntutan yang tidak mesti. Dengan kata lain, tidak fardhu dan tidak wajib (menurut ulama Hana fiyah) dan tidak wajib (menurut ulama Fiqh lainnya). Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa sunnah berlawanan dengan bid'ah, karena sunnah di masa Rasulullah SAW diartikan dengan cara dan perilaku yang diikuti, yang menyangkut masalah agama. Sedangkan bid'ah menurut bahasa adalah perkara yang baru. Imam Syatibi berkata, "Pokok pengertian bid'ah adalah mencipta sesuatu yang baru, tanpa contoh terlebih dahulu".
Pada dasamya, bid'ah itu berlawanan dengan sunnah. Karena sunnah, adalah cara Rasul SAW berikut penjelasannyamengenai masalah-masalah agama, tidak termasuk masalahmasalah yang berhubungan dengan adat. Sementara bid’ahadalah amalan-amalan keagamaan yang dibuat sendiri dantidak berdasar pada ajaran rasul (agama). Pendapat ini didukungoleh ulama-ulama fiqh dan ushul fiqh.

2. Pengertian Khabar dan Atsar

     Khabar menurut bahasa serupa dengan makna hadits, yakni segala berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedang pengertian khabar menurut istilah, antara satu ulama dengan ulama lainnya berbeda pendapat. Menurut ulama ahli hadis sama artinya dengan hadis, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu marfu’, mauquf, dan maqthu’. mencakup segala yang datang dari Nabi SAW, gahahat dan tahi’in. baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
Ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yangdatang selain dari Nabi SAW, sedang yang datang dari Nabi SAWdisebut hadis. Ada juga yang mengatakan bahwa hadislebih umum dan lebih luas daripada khabar, sehingga tiap hadisdapatdikatakan khabar, tetapi tidak setiapkhabardikatakan hadis.

            Adapun atsar menurut pendekatan bahasa sama pula artinya dengan khabar, hadis, dan sunnah. Jumhur ulama mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat dan tabi’in. Sedangkan menurut ulama Khurasan bahwa atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu’.

3. Pengertian Hadis Qudsiy

                   Rasul SAW kadang menyampaikan kepada para sahabat nasehat-nasehat dalam bentuk wahyu, akan tetapi wahyu tersebut bukanlah bagian dari ayat Al-Quran. Itulah yang biasa disebut dengan Hadis Oudsiv atau sering disebut juga dengan Hadis llahy atmi-Hadis Rabbany.Yang dimaksud dengan Hadis Qudsiy yaitu:

كُلُّ حَدِ ىْثٍ ىُضِىْفُ فِلىْهِ الرَّ سُوْ لِ صَلَّ ا للُّه عَلَىْهِ وَ سَلَّمَ قَوْ لاَّ إِ لَلى اللَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ
Setiap hadis yang Rasul menyandarkan perkataannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.”

              Jumlah hadis Qudsiy ini menurut Syihab Al-DTn ibn HajaAl-Haytami dalam “Kitab Syarah Arba’in Al-Nawawiyahtidak cukup banyak, yaitu berjumlah lebih dari seratus hadis.Hadis Qudsiy ini biasanya bercirikan sebagai berikut:
a. Ada redaksi hadis qala/yaqulu Aliahu
b. Ada redaksi fi ma rawa/yarwihi‘anillahi taharaka wa ta’ala
c. Dengan redaksi lain yang semakna dengan redaksi di atassetelah selesai penyebutan rawi yang menjadi sumber pertamanya, yakni sahabat.
a. Semua lafazh al-quran adalah mutawatir, terjaga dari perubahan dan pergantian karna ia mukzijat, sedang hadis  qudsiy tidak demikian.
b. Ada larangan periwavatan al-Quran dengan makna, sementara hadis tidak.
c. Ketentunan hukum bagi al-Qnran tidak berlaku bagi hadis Ondsiy1 senerti larangan membacanya bagi orang yang sedang herhadas. baik kecil maupun besar.
d. Dinilai ibadah bagi yang membaca al-quran sementarapada hadis Oudsiv tidak demikian.
e. Al-Quran bisa dibaca untuk shalat sementara hadis qudsitidak berlaku demikian.
f. Proses pewahyuan ayat-ayat al-quran dengan makna danlafazh yang jelas-jelas dari Allah, sedangkan hadis qudsyHnri Allah cpynp.ntara lafazhnya dari nabi sendiri.

C.  Bentuk-Bentuk Hadis

1.   Hadis Qauli

      Yang dimaksud dengan hadis qauli adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW yang berupa perkataan atau ucapanyang rnemnat berbagai maksud syara', penstiwa, dan keadaan, baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, akhlak, maupunyang lainnya.
Di antara contoh hadis qauli ialah Hadis tentangdo’a Rasul SAW. yang ditujukan kepada yang mendengar,menghafal, dan menyampaikan ilmu. Hadis tersebut berbunyi:
"Semoga Allah memberi kebaikan kepada orang yang mendengarkan perkataan dariku kemudian menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain, karena banyak orang berbicara mengenai fiqh padahal ia bukan ahlinya. Ada tiga sifat yang karenanya tidak akan timbul rasa dengki dihati seorang muslim, yaitu ikhlas beramal semata-mata kepada Allah SWT, menasehati, taat dan patuh kepada pihak penguasa; dan setia terhadap jama’ah. Karena sesungguhnya doa mereka akan memberikan motivasi (dan menjaganya) dari belakang". (HR. Ahmad)

2. Hadis Fi’li

           Dimaksudkan dengan Hadis Fi’li adalah segala yang di sandarkan kepada Nabi SAW . Berupa perbuatannya yang sampai kepada kita.

3. Hadis Taqriri

        Yang dimaksud dengan hadis taqriri, adalah segala hadisyang berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang dari sahabatnya. Nabi SAW membiarkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat,baik mengenai pelakunya maupun perbuatannya.

4. Hadis Hammi

            Yang dimaksud dengan hadishammi adalah hadis yang berupa hasrat Nabi SAW.yang belum terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 'Asyura. Nabi SAW belum sempat merealisasikan hasratnya ini, karena wafat sebelum sampai bulan ‘Asyura. Menurut Imam Syafi’i dan para pengikutnya, bahwa menjalankan hadis hammi ini disunahkan, sebagaimana menjalankan sunnah-sunnah yang lainnya.

5. Hadis Ahwali

 Yang dimaksud dengan hadis Ahwali ialah Hadis yang berupa hal ihwal Nabi SAW yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya.

D. Pengertian Ilmu Hadis Dan Cabang-Cabangnya

1. Pengertian Ilmu Hadis

      Yang dimaksud dengan ilmu hadis, menurut ulama mutaqaddimin adalah:

عِلْمٌ ىُبْحَثُ فِىْهِ عَنْ كَىْفِيَةِ اتَّصَا لِ الأَ حَا دِ يْثِ بِا لرَّ سُوْ لِ صَلَّ اللُّه عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مِنْ حَيْثُ مَعْرِ فَةِ أُ حْوَ ا لِ رُ وَّ ا تِهَا ضَبْطَّا وَ عَدَّ اَلَةَّ وَ مِنْ حَيْتتُ كَيْفِيَةِ السَّنَدِ ا تّصَا لاَّ وَ ا نْقِطَا عَّا
“Ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadist sampai kepada rasul SAW dari segi hal ihwal para perawinya, kedabitan, dan dari sambungan tidaknya sanad, dan sebagainya.”
    Pada perkembangan selanjutnya, oleh ulama mutaakhirin,ilmu hadis ini dipecah menjadi dua, yaitu Ilmu Hadis Riwayahdan ilmu Hadis Dirayah. Pengertian yang diajukan oleh ulamamutaqaddimin itu sendiri, oleh ulama mutaakhirin dimasukkanke dalam pengertian ilmu Hadis Dirayah.
a. Ilmu Hadis Riwayah
      Yang dimaksud dengan ilmu Hadis Riwayah, ialah:
اَ لْعِلْمُ الّذِ ى يَقُوْ مُ عَلَى نَقْلِ مَا أُ ضِيْفَ إِ لَى النَّبِيَّ صَلَّى اللُّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ قَوْ ل أَ وْ فِعْلٍ أَ وْ تَقْرِ يْرٍ أَوْ صِفَةٍ خَلْقِيَّةٍ أَ وْ خُلُقِيَّةٍ نَقْلاَّ دَقِيْقًا مُحَرَّ رًا
"Ilmu pengetahuan yang mempelajari hadis-hadis yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at maupun tingkah lakunya".
   Obyek ilmu Hadis Riwayah ialah bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain, dan memindahkan ataumendewankan. Demikian menurut pendapat Al-Suyuthi. Dalammenyampaikan dan membukukan hadis hanya disebutkan apaadanya, baik yang berkaitan dengan matan maupun sanadnya.Ilmu ini tidak membicarakan tentang syadz (kejanggalan) dan'Mat (kecacatan) matan hadis. Demikian pula ilmu ini tidakmembahas tentang kualitas para perawi, baik keadilan, kedabitan, atau fasikannya.
    Adapun faedah mempelajari ilmu Hadis Riwayah adalahuntuk menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang pertama, yaitu Nabi SAW.
b. Ilmu Hadis Dirayah
   Ilmu Hadis Dirayah biasa juga disebut sebagai Ilmu Musthalah Al-Hadits, Ilmu Ushul Al-Hadits, Ulum Al-Haditsf dan Qawa’id Al-Tahdits. Al-Tirmisi mendefinisikan ilmu ini dengan:
قَوَ انِيْنُ تُحدُّ يَدْرِ ي بِها أَ حْوَ الُ مَتْنٍ وسَنَدٍ وَكَيْفِيَّةِ التَحَمُّلِ وَالأَدَاءِ وَصِفَاتِ الرَّ جَالِ وَغَيْرِ ذَلِكَ
"Undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi dan lain-lain.”
Ibnu al-Akfani mendcfinisikan ilmu ini sebagai berikut:
“Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syaat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya serta untukmengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syaratnya, macam-macam Hadis yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya".
Yang dimaksud dengan:
a. Hakikat Periwayatan adalah penukilan hadis dan penyandarannya kepada sumber hadis atau sumber berita.
b. Syarat-syarat periwayatan ialah penerimaan perawi terhadaphadis yang akan diriwayatkan dengan bermacam-macam carapenerimaan, seperti melalui Al-Sama’ (pendengaran), AlQira’ah (pembacaan), Al-Washiah (berwasiat), Al-Ijazah(pemberian izin dari perawi).
c. Macam-macam periwayatan ialah membicarakan sekitarbersambung dan terputusnya periwayatan dan lain-lain.
d. Hukum-hukum periwayatan ialah pembicaraan sekitar diterima atau ditolaknya suatu hadis.
   Dari beberapa pengertian di atas, dapat diketahui, bahwa obyek pembahasan Ilmu Hadis Dirayah, adalah keadaan paraperawi dan marwinya. Keadaan para perawi, baik yang menyangkut pribadinya, seperti akhlak, tabi’at, dan keadaan hafalannya,maupun yang menyangkut persambungan dan terputusnya sanad.Sedang keadaan marwi adalah dari sudut kesahihan, kedhaifannya, dan dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.Dari beberapa faedah di atas, apabila diambil intisarinya,maka faedah mempelajari Ilmu Hadis Dirayah adalah untukmengetahui kualitas sebuah hadis, apakah ia maqbul (diterima)dan mardud (ditolak), baik dilihat dari sudut sanad maupun matannya.
  Ilmu ini telah tumbuh sejak zaman Rasul SAW masih hidup.Akan tetapi ilmu ini terasa diperlukan setelah Rasul wafat, terutama sekali ketika umat Islam memulai upaya mengumpulkanhadis dan mengadakan perlawatan yang mereka lakukan, sudahbarang tentu secara langsung atau tidak, memerlukan kaidahkaidah guna menyeleksi periwayatan hadis. Di sinilah Ilmu HadisDirayah mulai terwujud dalam bentuk kaidah-kaidah yangsederhana.
 Pada perkembangan berikutnya kaidah-kaidah itu semakindisempumakan oleh para ulama yang muncul pada abad keduadan ketiga Hijriyah, baik mereka yang mengkhususkan diridalam mempelajari bidang hadis, maupun bidang-bidang lainnya, sehingga menjadi satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri.
  Dalam sejarah perkembangan hadis tercatat, bahwa ulamayang pertama kali berhasil menyusun ilmu ini dalam suatu disiplinilmu secara lengkap, adalah Al-Qadhi Abu Muhammad AlRamahurmuzi (w. 360 H) dengan kitabnya Al-Muhaddits AlFashil baina Al-Rawi wa Al-Wa’i.
  Demikianlah selanjutnya bermunculan kitab-kitab Musthalah Al-Hadits, baik dalam bentuk nadzam, seperti kitab AlfiyahAl-Suyuthif maupun dalam bentuk natsar (prosa). Dari keduajenis ini para ulama juga memberikan syarahnya, seperti kitabManhaj Dzawi Al-Nadzar karya Al-Tirmisi sebagai syarah darikitab Nadzam karangan Al-Suyuthi; dan kitab Tadrib Al-Rawikarangan Al-Suyuthisebagai syarah dari kitab Al-Taqrib karangan Imam Nawawi.
 Dengan melihat uraian Ilmu Hadis Riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah di atas, tergambar adanya kaitan yang sangat erat, antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini karena, setiap ada periwayatan hadis tentu adakaidah-kaidah yangdipakaidan diperlukan,baik dalam penerimaannya maupun penyampaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan ilmu Hadis Riwayah, Ilmu Hadis Dirayah juga terns berkembang menuju kesempumaannya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan langsung dengan perjalanan Hadis Riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin Ilmu Hadis Riwayah berdiri tanpa Ilmu Hadis Dirayah, begitu juga sebaliknya.

2. Cabang-cabang Ilmu Hadist

a. Ilmu Rijal al-Hadis
      Ilmu Rijal al-Hadis, ialah:
عِلْمٌ يُعْرَ فُ بِهِ رُوَّاةُ احَدِ يْثِ مِنْ حَيْثُ أَنَّهُمْ رُوَاةٌ لِلْحَدِ يْثِ 
"Ilmu untuk mengetahui para perawi hadis dalam kapasitasnya sebagai perawi hadis".
Ilmu ini sangat penting kedudukannya dalam lapangan ilmu hadis. Hal ini karena, sebagaimana diketahui, bahwa obyek kajian hadis pada dasamya ada dua hal, yaitu matan dan sanad.Ilmu Rijal hadis ini lahir bersama-sama dengan periwayatanhadis dalam Islam dan mengambil porsi khusus untuk mempelajari persoalan-persoalan di sekitar sanad.
Di antara kitab yang paling tua yang menguraikan tentangsejarah para perawi thabaqat demi thabaqat adalah karya Muhammad ibn Sa’ad (w. 230 H) yaitu Thabaqat Al-Kubra dan karyaKhalifah ibn ‘Ashfari (w. 240 H) yaitu Thabaqat Al-Ruwwah, dan lain-lain.

          b Ilmu al-jarh wa at-ta’dil
              “Ilmu Al-Jarh, yang secara bahasa berarti ‘luka, cela, atau cacat’, adalah ilmu pengatahuan yang mempelajari kecacatan para perawi, seperti pada keadilan dan kedhabitannya. Para ahli hadis mendefinisikan al-jarh dengan:

الَطَّعْنُ فِى رَاوِ ى احَدِ يْثِ بِمَا يَسْلُبُ أَوْيَخُلُّ بِعَدَالَتِهِ أَوْ ضَبْطِهِ
"Kecacatan pada perawi Hadis disebabkan oleh sesuatu yangdapat merusak keadilan atau kedabitan perawi".
          Ilmu jarh wa al-ta’dil ini dipergunakan untuk menetapkan apakah periwayatan seorang perawi itu bisa diterima atau harusditolak sama sekali. Apabila seorang rawi “dijarh” oleh para ahlisebagai rawi yang cacat, maka periwayatannya harus ditolak. Sebaliknya, bila dipuji maka hadisnya bisa diterimaselama syarat-syarat yang lain dipenuhi.

          Adapun informasi jarh dan ta’dilnya. seorang rawi bisadiketahui melalui dua jalan, yaitu:
     1) Popularitas para perawi di kalangan para ahli ilmu bahwamereka dikenal sebagai orang yang adil, atau rawi yangmempunyai ‘aib. Bagi yang sudah terkenal di kalangan ahliilmu tentang keadilannya, maka mereka tidak perlu lagidiperbincangkan keadilannya, begitu juga dengan perawiyang terkenal dengan kefasikan atau dustanya maka tidakperlu lagi dipersoalkan.
     2) Berdasarkan pujian atau pen-tajrih-an dari rawi lain yangadil. Bila seorang rawi yang adil menta’dilkan seorang rawiyang lain yang belum dikenal keadilannya, maka telah dianggap cukup dan rawi tersebut bisa menyandang gelar adil danperiwayatannya bisa diterima. Begitu juga dengan rawi yangdi-tajrih. Bila seorang rawi yang adil telah mentajrihnyamaka periwayatannya menjadi tidak bisa diterima.
              Sementara orang yang melakukan ta’dil dan tajrih harusmemenuhi syarat, sebagai berikut: berilmu pengetahuan, taqwa, wara’, jujur, menjauhi sifat fanatik terhadap golongan dan mengetahui ruang lingkup ilmu jarh dan ta’dil ini.
c. Ilmu Tarikh ar-Ruwah
      Ilmu Tarikh ar-Ruwah, ialah:
اَلْعِلْمُ الَّذِ ىذ ى يُعَرَّ فُ بِرُوَاةِ حَدِ يْثِ مِنَ النَّا حِيَةِ اَتِلى تَتَعَلَّقُ بِرِوَا يَ تِهِمْ لِلْحَدِ يْثِ
“Ilmu untuk mengetahui para perawi hadis yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadis.”
d. Ilmu ‘Ilal al-Hadis
 Kata ‘ilal adalah bentuk jama’ dari kata “al-‘illah' yang Menurutbahasaberarti“al-maradh”(penyakitatau sakit).Menurutmuhaddisin, istilah ’illah berarti sebab yang tersembunyi atausamar-samar yang berakibat tercemamya hadis. Akan tetapiyang kelihatan adalah kebalikannya yakni tidak terlihat adanya kecacatan.

e. Ilmu an-Nasikh wa al-Mansukh
   Yang dimaksud dengan Ilmu Al-Nasikh wa Al-Mansukh disini, ialah terbatas di sekitar nasikh dan mansukh pada hadis.Kata al-naskh menurut bahasa mempunyai dua pengertian,al-izalah (menghilangkan) seperti nashakhati al-syamsu al-zhilla(matahari menghilangkan bayangan) dan an-naql (menyalin) seperti nasakhtu al-kitab (aku menyalin kitab) yang berarti sayasalin isi suatu kitab untuk dipindahkan ke kitab lain.Sedangkan an-naskh menurut istilah, sebagaimana pendapat ulama ushul adalah:
رَفْعُ الشَّا رِعِ حُكْمًا ثَرْعِيَّ مُتَرَاخٍ عَنْهُ
"Syari' mengangkat (membatalkan) sesuatu hukum syara' dengan menggunakan dalil syar'i yang datang kemudian".


f. Ilmu Asbab Wurud al-Hadis
  Kata asbab adalah jama’ dari sabab. Menurut ahli bahasa diartikandengan“al-habl” (tali), saluran, yang artinya dijelaskan sebagai: “segala yang menghubungkan satu benda dengan benda lainnya”.Menurut istilah adalah:
كُلُّ شَيْءٍ يَتَوَ صَّلُ بِهِ إِلَى غَايَتِهِ
"Segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan".
g. Ilmu Garib al-Hadis
Menurut Ibnu Al-Shalah, yang dimaksud dengan Gharib AlHadits ialah:
عِبَارَةٌ عَمَّا وَقَعَ فِلى مُتُوْنِ اْلأَحَادِ يْثِ مِنَ اْلأَلْفَاظِ الْغَا مِضَةِ الْبَعِيْدِةِ مِنَ الْفَهْمِ لِقِلَّةِ اِسْتِعْالِهِا
“Ungkapan dari lafazh-lafazh yang sulit dan rumit untuk dipahami yang terdapat dalam matan hadis karena (lafazh tersebut) jarang digunakan.”
h. Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif
   Ilmu Al-Tashifwa Al-Tahrif, adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menerangkan tentang hadis-hadis yang sudah diubah titik atau syakalnya (mushahhaf ) dan bentuknya (muharraf ).
i. Ilmu Mukhtalif al-Hadis
Ilmu Mukhtalif Al-Hadits, ialah
          :“Ilmu yang membahas hadis-hadis, yang menurut lahimya salingbertentangan atau berlawanan, kemudian pertentangan tersebutdihilangkan atau dikompromikan antarakeduanya, sebagaimanamembahas hadis-hadis yang sulit dipahami kandungannya, dengan menghilangkan kesulitannya serta menjelaskan hakikatnya”.

E. Unsur-Usur Pokok Hadis

1. Sanad

   Kata"Sanad” menurutbahasaadalah "sandaran", atau sesuatu yang kita jadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena hadisbersandar kepadanya. Menurut istilah, terdapat perbedaanrumusan pengertian. Al-Badru bin Jama’ah dan Al-ThTby mengatakan bahwa sanad adalah:
اَلإِ خْبَارُ عَنْ طَرِ يْقِ الَمَتـَنِ
"Silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadis), yang menyampaikannya kepada matan hadis".

2. Matan

  Kata “matan” atau “al-matn” menurut bahasa berarti ma irtafa’a min al-ardhi (tanah yang meninggi). Sedang menurut istilah adalah:
مَايَنْتَهِى إِلَيْهِ السَّنَدُ مِنَ الْكَلاَمِ
"Suatu kalimat tempat berakhimya sanad".

3. Rawi

   Kata "rawi" atau "al-rawi" berarti orang yang meriwayatkan atau memberitakan hadis (naqil al-hadits). Sebenamya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad hadis pada tiap-tiap tabaqahnya, juga disebut rawi, jika yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadis. Akan
tetapi yang membedakan antara rawi dan sanad, adalah terletak pada pembukuan atau pentadwinan hadis. Orang yang menerima hadis dan kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin, disebut dengan perawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin (orang yang membukukan dan menghimpun hadis).

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.