DOWNLOAD GRATIS EBOOK/BUKU (Klik Disini)
CARA MENDAPATKAN UANG DI INTERNET (Klik Disini)
KUMPULAN SKRIPSI H.PERDATA (Klik Disini) , H.TATA NEGARA (Klik Disini)
CARA MENDAPATKAN UANG DI INTERNET (Klik Disini)
KUMPULAN SKRIPSI H.PERDATA (Klik Disini) , H.TATA NEGARA (Klik Disini)
A. Sengketa dan Upaya Penyelesaiannya
Dalam pergaulan bermasyarakat, tempat kita
hidup di tengah-tengah orang yang berbeda tabiat dan kepentingan, kita pasti
akan sering berhadapan dengan perselisihan. Perselisihan itu bisa
disebabkan oleh hal yang sepele dan
tidak mempunyai akibat hukum apa pun, seperti perbedaan pendapat antara
suami-istri, tentang penentuan waktu keberangkatan ke luar kota, atau bisa pula
merupakan persoalan serius dan mempunyai akibat hukum, misalnya tentang batas
tanah dengan tetangga atau perselisihan atas perjanjian yang telah dibuat
sebelumnya.
Pada hakikatnya, konflik atau sengketa muncul
karena adanya masalah. Masalah sendiri terjadi karena adanya kesenjangan antara
das sollen dan das sein, atau karena adanya perbedaan antara hal yang
diinginkan dengan hal yang terjadi. Semakin jauh perbedaan antara kenyataan dan
harapan yang terjadi, maka akan semakin besar permasalahannya. Sebaliknya
semakin dekat jarak kesenjangan antara keinginan dan yang terjadi maka semakin kecil
pula masalah yang terjadi. Apabila antara das sollen dengan das sein sudah
seimbang, maka dengan sendirinya masalah akan hilang.
Pada dasarnya konflik yang terjadi dalam
masyarakat dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu konflik vertikal dan
konflik horizontal. Konflik vertikal adalah konflik antara antara elit dengan
masyarakat. Yang dimaksud elit disini bisa penjabat, para pengambil kebijakan,
kelompok bisnis, polisi, militer, dan sebagainya. Konflik horizontal adalah
konflik antaraagama, suku, golongan, konflik harga diri, harta benda, konflik
bisnis, dan lain-lain.
B. Ruang Lingkup dan Pengelolaan Sengketa
Dalam penyelesaian perkara perdata di
pengadilan, istilah sengketa tidak selalu identik dengan perkara. Dalam proses
litigasi perdata, perlu dibedakan terlebih dahulu pengertian antara istilah
perkara dan sengketa perdata. Dapat ditegaskan bahwa pengertian perkara lebih
luas daripada pengertian sengketa. Dengan kata lain sengketa itu adalah
sebagian dari perkara sedangkan perkara belum tentu sengketa. Dalam pengertian
perkara tersimpul dua keadaan yaitu ada perselisihan (sengketa) dan tidak ada
perselisihan (nonsengketa).
Ada perselisihan artinya ada sesuatu yang
menjadi pokok perselisihan, ada yang dipertengkarkan. Perselisihan atau
persengketaan itu tidak dapat diselesaikan oelh oleh pihak-pihak sendiri,
melainkan memerlukan penyelesaian melalui pengadilan sebagai institusi yang
berwenang dan tidak memihak. Tidak ada persilisohan artinya tidak ada yang
diselisihkan, tidak ada yang disengketakan. Yang bersangkutan tidak minta
peradilan atau keputusan dari hakim, melainkan minta ketetapan dari hakim
tentang status dari sesuatu hal, sehingga mendapatkan kepastian hukum yang
harus dihormati dan diakui oleh semua orang.
Pihak-pihak yang bersengketa dalam praktek
dapat melakukan beberapa pendekatan dalam mengelola sengketa yang dihadapi.
Secara umum ada beberapa pendekatan pengelolaan konflik atau sengketa yang
terjadi, yaitu:
1.
Power Based
Power based merupakan pendekatan pengelolaan
sengketa dengan mendasarkan pada kekuatan atau kekuasaan untuk memaksa
seseorang iuntuk berbuat seseatu atau tidak berbuat sesuatu.
2.
Right Basid
Right Basid adalah pendekatan pengelolaan
sengketa dengan mendasarkan konsep hak (hukum), yaitu konsep benar dan salah
berdasarkan barameter yuridis melalui prosedur adjudikasi, baik di pengadilan
maupun forum arbitrasi.
3.
Interest Basid
Interest Basid merupakan pendekatan
pengelolaan sengketa dengan mendasarkan pada kepentingan atau kebutuhan
pihak-pihak yang bersengketa, bukan melihat pada posisi masing-masing. Solusi
diupayakan mencermikan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa secara mutual.
C. Cara Penyelesaian Sengketa
Setiap jenis sengketa yang terjadi selalu
menuntut pemecahan dan penyelesaian yang tepat. Masing-masing sengketa yang
terjadi belum tentu sama tretment penyelesaiannya.
Dari berbagai macam cara penyelesaian sengketa
bisnis yang ada, pada dasarnya dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Adjudikatif
2. Konsensus (kompromi)
3. Quasi Adjudikatif
Di samping pembagian diatas, mekanisme penyelesaian
sengketa bisnis dapat pula dibedakan menjadi dua, yaitu melalui jalur litigasi
dan jalur nonlitigasi.
1.
Jalur litigasi (ordinary court)
Jalur litigasi merupakan mekanisme
penyelesaian perkara melalui jalur pengadilan dengan menggunakan pendekatan
hukum (law approach) melalui aparat ataupun lembaga penegak hukum yang
berwenang sesuai dengan aturan perundang-undangan.
2.
Jalur nonlitigasi (extra ordinary court)
Jalur nonlitigasi adalah mekanisme
penyelesaian sengketa diluar pengadilan, tetapi menggunakan mekanisme yang
hidup dalam masyarakat yang bentuk dan macamnya sangat bervariasi seperti
musyawarah, perdamaian, kekeluargaan, penyelesaian adat dan lain-lain.
D. Urgensi ADR dan kritik Terhadap Pengadilan
1.
Lamanya proses beracara dalam persidangan
penyelesaian pekara perdata
2.
Lamanya penyelesaian sengketa dapat juga
disebabkan oleh panjangnya tahapan penyelesaian sengketa, yakni proses beracara
di pengadilan negeri, kemudian masih dapat banding ke pengadilan tinggi, dan
kasasi ke mahkamah agung. Bahkan proses masih dapat lebih panjang jika diajukan
peninjauan kembali,
3.
Lama dan panjangnya proses penyelesaian
sengketa melalui pengadilan tersebut tentunya membawa akibat yang berkaitan
dengan tingginya biaya yang diperlukan
4.
Sidang pengadilan di pengadilan negeri
dilakukan secara terbuka, padahal di sisi lain kerahasiaan adalah sesuatu yang
diutamakan di dalam kegiatan bisnin.
5.
Seringkali
hakim yang menangani atau menyelesaikan perkara dalam bisnis kurang menguasai
substansi hukum.
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan ADR
a. Faktor ekonomis
b. Faktor budaya hukum
c. Faktor luasnya ruang lingkup permasalahan yang dapat di bahas
d. Faktor pembinaan hubungan baik para pihak
e. Faktor proses
BAB II
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR
PENGADILAN
A. Pengertian dan Tujuan ADR
ADR merupakan kehendak sukarela dari pihak-pihak yang
berkepentingan untuk menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan. Dalam
arti di luar mekanisme ajudikasi standar konvensional. Oleh karna itu, meskipun
masih berada dalam lingkup atau sangat erat dengan pengadilan, tetapi masih
menggunakan prosedur ajudikasi non standar, makanisme tersebut masih merupakan
ADR.
Dalam bab I ketentuan umum UU No. 30 tahun 1999, pasal 1 butir 10,
disebutkan bahwa ADR adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsolidasi, dan
penilaian ahli.
B. Sumben Hukum ADR
Adapun dasar-dasar hukum tersebut antara lain dapat ditemukan dalam:
1.
Pancasila, sebagai dasar filosofi kehidupan
masyarakat telah mengisyaratkan bahwa penyelesaian sengketa melalui musyawarah
mufakat lebih diutamakan (vide Sila ke 4)
2.
UUD 1945, sebagai hukum dasar di Indonesia,
juga menekankan kebersamaan dan kegotongroyongan (vide Pasal 33)
3.
Pasal 377 HIR/705 RBg.
4.
Pasal 615 s/d 651 Rv, yang meliputi lima
bagian pokok.
5.
Undang-undang No. 14 tahun 1970 yang temuat
dalam penjelasan pasal 3 dan pasal 14 ayat (2).
6.
Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman, yang termuat dalam penjelasan pasal 3 ayat (1) dan pasal 16 ayat (1)
dan (2).
7.
UU No. 30 Tahun 1999 tentang 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
8.
Etika Bisnis.
C. Macam-Macam Penyelesaian Sengketa Alternatif
1.
Konsultasi
Peran konsultan dalam penyelesaian sengketa
yang terjadi tidak bersifat dominan. Konsultan hanya bertugas memberi pendapat
(hukum), sebagaimana diminta oleh kliennya, selanjutnyakeputusan mengenai
penyelesaian sengketa tersebut diambil sendiri oleh para pihak.
2.
Negosiasi dan Perdamaian
Negosiasi merupakan bentuk penyelesaian
sengketa oleh para pihak sendiri, tanpa bantuan dari pihak lain, dengan cara
bermusyawarah atau berunding untuk mencari pemecahan yang dianggab adil oleh
para pihak. Hasil dari negosiasi berupa penyelesaian kompromi yang tidak
mengikat secara hukum.
3.
Mediasi (penengahan)
Mediasi merupakan mekanisme penyelesaian
sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang tidak memihak (impartial)
yang turut aktif memberikan bimbingan atau arahan guna mencapai penyelesaian.
Namun ia tidak berfungsi sebagai hakim yang berwenang mengambil keputusan.
Inisiatif penyelesaian tetap berada pada tangan para pihak yang bersengketa.
Dengan demikian hasil penyelesaiannya bersifat kompromi.
4.
Konsiliasi (permufakatan)
Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa dengan
intervensi pihak ketiga (konsiliator). Konsiliator lebih bersifat aktif, dengan
mengambil inisiatif menyusun dan merumuskan langkah-langkah penyelesaian, yang
selanjutnya diajukan dan ditawarkan kepada para pihak yang bersengketa.
5.
Pendapat Hukum oleh Lembaga Arbitrase
Pasal 52 Undang-Undang nomor 30 tahun 1999
menyatakan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon
pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari
suatu perjanjian.
6.
Arbitrase
Arbitrase merupakan salah satu bentuk
adjudikasi privat, dengan melibatkan pihak ketiga (arbiter) yang diberi
kewenangan penuh oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa, sehingga
berwenanng mengambil putusan yang bersifat final dan mengikat (binding).
7.
Good Office (Jasa Baik)
Good Office merupakan penyelesaian sengketa
dengan bantuan pihak ketiga yang memebrikan jasa baik berupa penyediaan tempat
atau fasilitas-fasilitas untuk dogunakan oleh para pihak yang bersengketa untuk melakukan musyawarah atau perundingan
guna mencapai penyelesaian.
8.
Summary Jury Trial (Pemeriksaan Jury secara
sumir)
Summary Jury Trial merupakan mekanisme
penyelesaian sengketa khas negara-negara yang peradilannya memakai sistem jury,
khusunya Amerika Serikat.
9.
Mini Trial (Persidangan Mini)
Hampir sama dengan summary jury trial, bedanya
hanya tanpa adanya jury penasehat (advisory jury).
10.
Rent A Judge
Meknisme penyelesaian dengan cara para pihak
menyewa seorang hakim pengadilan, biasanya yang sudah pensiun, untuk
menyelesaikan sengketa.
11.
Mediasi-Arbitrasi
Merupakan bentuk kombinasi penyelesaian
sengketa antara mediasi dan arbitrasi atau merupakan proses penyelesaian
sengketa campuran yang dilakukan setelah proses mediasi tidak berhasil.
D. Keunggulan dan Kelemahan ADR
Kelebihan tersebut antara lain sebagai berikut:
a.
Kerahasiaan dijamin oleh para pihak yang
bersengketa.
b.
Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan
karena hal prosedur dan administrasi
c.
Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut
keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang
memadai mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil.
Meskipun ADR memiliki beberapa keunggulan,
tetapi ADR sebenarnya merupakan mekanisme yang rentan terutama untuk kondisi
Indonesia, karena ADR juga mempunyai kelemahan-kelemahan, di antaranya:
a.
ADR belum dikenal secara luas, baik oleh
mayarakat awam, maupun masyarakat bisnis, bahkna oleh masyarakat akademis
senidiri.
b.
Masyarakat belum menaruh kepercayaan yang
memadai, sehingga enggan memasukkan perkaranya kepada lembaga-lembaga ADR.
c.
Lembaga ADR tidak mempunyai kewenangan
melakukan eksekusi putusannya.
d.
Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap
hasil-hasil penyelesaian yang dicapai dalam ADR, sehingga mereka seringkali
mengingkari dengan berbagai cara.