Mau Dapetin Jutaan Dollar? klik disini

SEJARAH LENGKAP MASUKNYA ISLAM KE ACEH DAN TEORINYA

DOWNLOAD GRATIS EBOOK/BUKU (Klik Disini)
CARA MENDAPATKAN UANG DI INTERNET (Klik Disini) 
KUMPULAN SKRIPSI H.PERDATA (Klik Disini) H.TATA NEGARA (Klik Disini)





PROSES MASUKNYA ISLAM KE ACEH

Islam telah masuk ke Aceh sejak abad pertama Hijriah (ke-7 atau 8 M), seperti dikemukakan oleh Hamka, namun ia menjadi sebuah agama populis pada abad kesembilan seperti pendapat Ali Hasjmy atau menjadi sebuah kekuasaan pada abad ke-13 M seperti pendapat para orientalis, Snouck Hourgronje, misalnya.
Akan tetapi sebelum penetrasi Islam ke wilayah ini, agama Hindu atau lainnya telah eksis, bahkan situs peninggalannya masih dapat kita temui. Gavin W. Jones menyatakan bahwa menjelang abad kedelapan Masehi, Hinduisme dan Budhisme telah ada di pulau Sumatera dan Jawa. Bahkan pernah ada kerajaan besar di Sumatera, yaitu kerajaan Sriwijaya di Palembang.

Aceh Pra Islam
Sejauh ini literatur yang berbicara tentang Aceh, pada umumnya memuat informasi tentang Islam, terutama menekankan pada setting sosial dan islamisasinya. Lalu bagaimana kondisi sosio-kultur masyarakat Aceh sebelum Islam? Agama apa yang dianut oleh masyarakat Aceh pra Islam? Berbagai kesulitan membentang untuk menjawab pertanyaan ini. Di antaranya disebabkan oleh langkanya referensi yang dapat ditemukan.

Bahwa sebagian besar catatan sejarah tentang Aceh sebelum tahun 400 M tidak diketahui secara jelas. Bahkan, catatan J. Kreemer sebagaimana dikutip oleh Aboe bakar Atjeh menyebutkan bahwa sebelum tahun 1500 sejarah Aceh masih belum diketahui orang.

Snouck Hurgronye menunjukkan sedikit gambaran yang mengindikasikan adanya pengaruh Hindu di Aceh, dengan memperhatikan cara berpakaian para wanita Aceh yang dikatakannya bersanggul miring mirip dengan cara para wanita Hindu. Menurutnya pula, langsung atau tidak langsung, Hinduisme pada suatu waktu mengalir ke dalam peradaban dan bahasa Aceh walaupun hal ini sangat sulit diteliti dalam riwayat dan adat. Julius Jacobseorang ahli kesehatan yang pernah bertugas di Aceh tahun 1878 menyatakan bahwapengaruh Hindu atas penduduk setidak-tidaknya dapat ditemukan dengan kenyataantentang pemakaian nama-nama tempat dalam bahasa Hindu istilahnya terdapat dalambahasa Aceh.Dalam ranah kesusastraan, sastra Aceh juga memiliki keterpengaruhan Hindu, seperti adanya Hikayat Sri Rama dalam bahasa Melayu, dikenal sebagai saduran dari Kakawin Ramayana karya Walmiki. Baik versi Aceh maupun Melayu dari Hikayat Sri Rama maupun Rahwana telah menimbulkan dugaan bahwa hikayat itu mencerminkan sejarah Aceh dan Raja Rahwana yang dimaksud di dalamnya adalah Raja yang pernah bertahta di Indrapuri (Aceh Besar). Nama-nama gampong tua dari bahasa Sangsekerta seperti Indrapuri atau Indraparwa, juga telah dikaitkan oleh sementara penduduk sebagai suatu nama kota- kota kerajaan Hindu yang pernah tumbuh di Aceh, meski demikian hal itu samasekali tidak dapat dijadikan pegangan untuk mengatakan bahwa telah berdiri kerajaan Hindu di Aceh, karena masih memerlukan pembuktian- pembuktian yang dapat dipercaya mengenai hal ini. Pada masa itu, budaya yang hidup dalam masyarakat Aceh diserap dari nilai-nilaiagama Hindu. Menurut Van Langen, pada dasarnya orang Aceh berasal dari bangsa Hindu. Migrasi Hindu bertapak di Pantai Utara Aceh dan dari sini menuju ke pedalaman. Dari Gigieng dan Pidie, mungkin juga dari daerah Pase, migrasi Hindu menuju ke daerah 22 Mukim di Aceh Besar.

Meskipun pendapat ini dibantah oleh C. Snouck Hurgronje, akan tetapi jika diperhatikan dari intensitas pergaulan, terutama dalam bidang perdaganganantara Aceh dan India pada masa itu, maka dapat dikatakan bahwa agama Hindu merupakan anutan sebagian masyarakat Aceh sebelum kedatangan Islam. Selain Hindu, diperkirakan agama Budha juga menjadi anutan bagi sebagian masyarakat Aceh yang lain,yang diduga dibawa oleh orang-orang Cina.
Dengan demikian terdapat kecenderungan bahwa budaya yang berkembang dalam masyarakat Aceh pra Islam bersumber dari ajaran Hindu tetapi tidak ditemukan catatan sejarah yang menceritakan seberapa besar pengaruh Hindu di Aceh pada masa pra Islam.

Masuknya Islam ke Aceh
 Dalam naskah tua Izhar al-Haqq yang dirujuk oleh A.Hasjmy, diinformasikan bahwa pada 173 H (789 M), terdapat sebuah kapal asing yang datang dari Teluk Kambay (Gujarat) India singgah berlabuh di Bandar Perlak. Kapal ini di antaranya membawa para saudagar muslim dari Arab, Persia dan India di bawah pimpinan seorang nahkoda utusan khalifah Bani Abbas, sehingga ia disebut Nahkoda Khalifah.

Pada masa itu, dunia Islam berada dalam kekuasaan Khalifah Harun ar-Rasyid (785-809 M) yang berpusat di Baghdad. Bila ini benar, maka sangat wajar kalau khalifah memberi perintah untuk mengembangkan Islam ke berbagai penjuru dunia, termasuk ke wilayah timur yaitu di kawasan Nusantara. Apalagi pada masa Harun ar-Rasyid, dunia Islam mengalami masa kemajuan di berbagai bidang kehidupan, seperti digambarkan dalam cerita-cerita seribu satu malam.
Kehadiran rombongan Nahkoda Khalifah di Perlak menyebabkan terjalinnya hubungan dan kontak budaya antarbangsa di wilayah ini. Di samping menjalankan misi dagang, rombongan Nahkoda Khalifah ini juga membawa misi dakwah syiar Islam. Meraka mengajarkan persaudaraan, persamaan, kasih sayang, tolong menolong, bagaimana berniaga, bertani, bermasyarakat dan cara beribadat kepada Allah, sehingga raja dan rakyat Perlak tertarik dan memeluk Islam. Sebelum Islam datang, di Perlak telah berdiri kerajaan yang diperintah oleh raja-raja yang bergelar  Meurah, berasal dari keturunan raja- raja Syahir Nuwi dari Negeri Syam.Sayid Ali dari suku Qurasisy, salah seorang di antara rombongan Nahkoda Khalifah, kawin dengan Makdhum Tansyuri, adik dari Syahir Nuwi Meurah Perlak. Dari perkawinan inilah, lahir Sayid Abdul Aziz, yang kemudian setelah dewasa dilantik menjadi Sultan Perlak Pertama (225-249 H/840-864 M) Untuk mengingat jasa nahkoda Khalifah, maka ibukota Kerajaan Islam Perlak diubah namanya menjadi Bandar Khalifah.

Kerajaan Islam Perlak berkembang dan eksis hingga abad ke-13 M, sebelum akhirnya bergabung dengan Kerajaan Samudera Pasai. Bahkan dalam mengendalikan pemerintahan di Kerajaan Islam Perlak ini, para sultan dipengaruhi oleh paham keagamaan yang dibawa oleh rombongan Nahkoda Khalifah, yaitu Syi’ah dan Sunni. Oleh karenanya ketika kedua paham keagamaan ini sama-sama berpengaruh, maka Perlak pernah dibagi menjadi dua kekuasaan, di wilayah pesisir diserahkan kepada kelompok Syi’ah dan wilayah pedalaman diperintah oleh kelompok Sunni.
Dengan demikian dapat dikatakan di antara para pendatang asal Arab, India dan Persia yang sengaja datang dalam rangka berniaga dan mengemban misi dakwah ke Perlak adalah ulama, seperti Sayid Ali Quraisy danQaid al- Mujahidin Maulana Naina al-Malaba’i.
Dalam perkembangannya, ada di antara keturtunan mereka yang tampil sebagai sultan. Karena mereka tidak menganut satu paham keagamaan, tetapi ada yang Syi’ah dan ada yang Sunni, maka hal ini juga berpengaruh terhadap tipe kepemimpinannya.

Pada tahun 986 M, Kerajaan Sriwijaya menyerang dan dapat menguasai Perlak hingga beberapa tahun, tetapi kemudian direbut kembali oleh Sultan Makhdum Malik Mansur Syah (1012-1059). Dampak positif ketika mendapat serangan dan diinvasi oleh Kerajaan Sriwijaya adalah semakin meluasnya pengaruh Islam ke daerah di sekitarnya yangdibawa oleh para “pelarian/muhajirin”
dari Perlak. Di antara mereka kemudian mendirikan kerajaan, seperti kerajaan Beunua di Tamiang.

Dari literatur yang di tulis oleh Edwin M. Loeb, Thomas Arnold dan Hoesein Djajadiningrat
sama-sama menjelaskan pada tahun 1291 Marco Polo melawat ke Aceh di mana saat itu dirinya bekerja untuk Kubalai Khan di Cina. Marco Polo singgah di wilayah Perlak. Di wilayah ini, Marco Polo menemukan jejak atau bekas- bekas peninggalan, setidaknya ada atau pernah ada lima kerajaan kecil di Aceh, yaitu Ferlec (Perlak), Basma (Pasai), Samara (Samudra), Dagroian (Indagiri) dan Lambri (Lamuri).
Ketika itu, Marco Polo berada di suatu tempat yang bernama Samara di sebelah utara Perlak, selama lima bulan untuk menunggu datangnya angin baik untuk berlayar. Di dekat Samara terdapat tempat yang bernama Basma (Pasai) yang dipisahkan oleh sebuah aliran sungai, kemudian tempat ini dikenal dengan Samudera PasaiMarco Polo menyaksikan bahwa penduduk Samudra Pasai saat itu telah menganut Islam dan diperintah oleh seorang yang alim. Kenyataan yang disaksikan oleh Marco Polo, dikuatkan oleh bukti bahwa di daerah Samudera Pasai pernah berdiri sebuah kerajaan Islam, yaitu Samudera Pasai.
Menurut Hikayat Raja-raja Pasai dan Sejarah Melayu yang dikutip oleh Yusni Saby, keberadaan Kerajaan Samudra Pasai berawal dari 1042, saat datangnya Meurah Khair (Meurah Giri) keturunanan dari sultan Perlak, yang kemudian mendirikan Kerajaan Samudera Pasai dan menjadi raja pertama dengan gelar Maharaja Mahmud Syah berkuasa hingga tahun 1078. Kerajaan ini kemudian mengalami perkembangan yang lebih signifikan pada masa Sultan Malik Salih atau Malikussaleh (1261-1289), yang mulanya bernama Meurah Silu, tetapi setelah datangnya ulama Syaikh Isma’il dari Mekkah sekitar tahun 1270-1275, Meurah Silu berganti gelar menjadi Sultan Malik Salih (The Pious King).

Pada saat Kaisar Yung Lo berkuasa di China pada Tahun 1368, pernah mengirim ekspedisi ke Aceh di bawah pimpinan Laksamana Muhammad Cheng Ho, maka antara China dan Aceh terjalin hubungan yang baik. Saat itu Aceh diperintah oleh Sultan Zainuddin Malik Zahir Berdaulat (1350-1394). Salah satu hadiah dari Kerajan China untuk Kerajaan Samudera Pasai adalah sebuah lonceng raksasa, Cakra Donya yang hingga sekarang masih dapat disaksikan di Banda Aceh. Selain Syaikh Isma’il dari Mekah, Kerajaan Samudera Pasai juga didatangi oleh ulama-ulama lain dari Timur Tengah, Persia dan India. Dari India, misalnya, Faqir Ma’abri(Mengir) datang ke Pasai dalam rangka syiar Islam. Sejak ini, Pasai berkembang menjadi Kerajaan Islam yang terkenal di kawasan Asia Tenggara. Bahkan dalam bidang identitas keislaman, pernah terjalin hubungan yang baik antara Kerajaan Pasai, Malaka, Demak dan Blambangan Jawa Timur. Penguasa Malaka, Sultan Mansur Syah pernah meminta kepada ulama Pasai Makhdum Pematakan  untuk menjelaskan isi kitab Durr Manzum, yangd iberikan kepadanya oleh Maulana Abu Bakr yang datang ke Malaka. Kemudian sultan juga mengirimMaulana Ishaq, salah seorang ulama Pasai juga dikirim ke Blambangan, Jawa Timur untuk mengembangkan agama Islam. Bahkan ketika Pasai diinvasi oleh Majapahit pertengahan abad ke-14, dakwah Islam ke wilayah Nusantara lainnya tidak terhenti karenanya.

Samudra Pasai juga mengirim para dai untuk menyebarluaskan agama Islam ke berbagai wilayah di Nusantara dan wilayah Melayu lainnya. Sidi Abdul Aziz diutus ke Malaka,s ehingga Raja Malaka, Parameswara (dari Kerajaan Sriwijaya) memeluk Islam seraya mengganti namanya dengan Megat Iskandar syah dan anaknya dikawinkan dengan putri Sultan Zainal Abidin (1383-1400) dari Samudera Pasai. Para dai Pasai juga sampai di Kedah, sehingga Raja Pra Ang Madan angsa memeluk Islam dan merubah namanyamenjadi Muzlafaz Syah. Sementara untuk wilayah Patani (Thailand), Islam dibawa oleh ulama Pasai yang beranama Syekh Said, dan bukti sejarah yang sekarang masih bisa disaksikan adalah adanya Makam Tok Pasai di Patani. Penyebaran Islam ke Brunei dan Filipina Selatan dilakukan oleh ulama Pasai lainnya, masing-masing bernama Syaikh Syarif Kasimdan Syaikh Abubakar.

Fatahillah yang dikenal luas dengan Faletehan atau Sunan Gunung Jati juga ulama kelahiran Pasai sekitar tahun 1490. Setelah belajar di Tanah Suci, Fatahillah kembali Nusantara dan menuju Banten. Selama di Banten,Fatahillah membantu Kerajaan Demak mengalahkan Sunda Kelapa (Kini Tanjung Priok) dan berhasil mendirikan kota Jayakarta (kini Jakarta). Sejak ini, Islam kemudian menjadi lebih berkembang di Jawa. Penyebaran Islam juga sampai di Cirebon yang dilakukan oleh Maulana Ishak, di Gresik oleh Maulana Malik Ibrahim dan di Jawa Timur oleh Sunan Ampel. (Tawarikh Sultan- sultan Kerajaan Aceh. Penulis; M. Yunus Jamil)

Era berikutnya adalah Kerajaan Aceh Darussalam, yang eksis sekitar lima abad. Catatan sejarah dalam Tawarikh Raja-raja Kerajaan Aceh menginformasikan bahwa, jauhs ebelum adanya pengaruh Islam di ujung Aceh, telah berdiri Kerajaan Hindu Indra Purba dengan Lamuri (wilayah yang kini termasuk Aceh Besar) sebagai pusatnya. Setelah menduduki Kerajaan Indra Jaya antara tahun 1059- 1069, tentara Tiongkok menyerang Kerajaan Indra Purba yang ketika itu diperintah oleh Maharaja Indra Sakti. Kemudian, tentara Tiongkok dikalahkan oleh sekitar 300 orang di bawah pimpinan Syaikh Abdullah Kan’an, yang bergelar syiah Hudan, seorang keturunan Arab Kan’an dari Kerajaan Islam Pureulak.
Atas keberhasilan ini, kemudian Maharaja Indra Sakti dan rakyat Indra Purba menganut Islam, bahkan ia mengawinkan putrinya Blieng Keusuma dengan Muerah Johan yang turut mengusir tentara Tiongkok. Setelah Maharaja Indra sakti Meninggal, diangkatlah Meurah Johan sebagai Raja Indra Purba dengan gelar Sultan Alaiddin Johan Syah dan nama Kerajaan diubah menjadi Darussalam yang berpusat di Bandar Darussalam, pada hari Jum’at, Bulan Ramadhan  601 H (1205 M).

Teori Islamisasi Aceh
Catatan sejarah yang menyebutkan secara pasti tahun masuknya Islam ke Aceh memang tidak ditemukan, tetapi petunjuk yang ada dapat ditelusuri dalam Hikayat Raja-raja Pasai yang ditulis setelah tahun 1350- menyatakan bahwa ada nakhoda Arab bernama Syaikh Ismail telah berlayar dari Mekah menuju Sumatera sengaja dilakukan dengan maksud untuk menyiarkan Islam. Menurut catatan Mohammad Said misi ini berhasil mengislamkan Meurah Silu, yang kemudian berubah gelar menjadi Sultan Malik as-Salih, Raja Pasai pertama. Sebelum tiba di Pasai, rombongan terlebih dahulu singgah di Barus, Lamuri dan Perlak untuk mengislamkan penduduk di sana. Di samping itu, salah satu historiografi Aceh menyatakan bahwa nenek moyang para sultan Aceh bernama Syaikh Jamal al-Alam, seorang Arab yang diutus oleh Khalifah Utsman (Khalifah ketiga Khulafaa-ur-Raasyidiin) untuk mengislamkan masyarakat Aceh. Riwayat lain menyebutkan bahwa Islam dibawa ke Aceh sekitar tahun 1111 M oleh seorang Arab bernama Abdullah Arif.

Akan tetapi jauh sebelum itu, para pedagang Arab telah menjalin hubungan perdagangan yang luas dengan bangsa-bangsa di Asia Timur dan Selatan. Sejak abad ke-10 hingga ke-15 M, para pedagang Arab menguasai perdagangan di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur. Padahal sebelum itu, yaitu pada masa pra Islam atau sebelum kedatangan bangsa Arab ke Asia, perdagangan di kawasan Asia Tengah, Selatan dan Tenggara didominasi oleh Cina. Sebelum bangsa Portugis menemukan jalur ke Tanjung Harapan dan Terusan Suez pun belum dibuka, Cina mengeskpor komoditi dagang dari kawasan Asia ke Timur Tengah, terutama Mesir sebagai pasar andalan Eropa. Implikasinya adalah bergesernya monopoli imperium Islam di Timur Tengah terhadap pasar Eropa. Hal ini diperparah lagi oleh serbuan dan pendudukan Mesir oleh pasukan Kristen Eropa. Situasi demikian mendorong pedagang muslim Timur Tengah melakukan ekspansi ke kawasan Asia. Mereka kemudian menaklukkan India dan menyerang Cina.

Setelah Islam masuk India pada akhir abad ke- 7 H, sebuah kekuasaan, kerajaan Mughal didirikan di sana. Hubungan dan jalur perdagangan yang telah dibangun India dengan kerajaan- kerajaan Nusantara tetap dilanjutkan oleh rezim penakluk demi keberlangsungan ekonomi kerajaan. Hal ini berarti bahwa semenjak India ditaklukan, Nusantara telah bersentuhan langsung dan berinteraksi dengan Islam. Saat itu, salah satu kerajaan yang terpenting dalam perkembangan Islam di Nusantara adalah Kerajaan Lamuri di Aceh. Orang Arab menyebutnya rami, ramni, sedangkan orang Cina menyebutnya lan-li, lan-wu-linan-wu-li dan nan-poli. Orang Aceh menyebutnya lammuri, sementara Marco Polo menyebutnya lambri. Kerajaan ini terletak di kawasan Sibreh, Aceh Besar (sekarang). Dari sinilah upaya islamisasi Lamuri dilakukan oleh bangsa Arab yang berasal dari Timur Tengah.

Sebelum Lamuri, Kerajaan Perlak yang kini merupakan bagian dari wilayah Aceh Timur, sejak tahun 1075 M telah lebih dulu menerima Islam. Bahkan, Bandar Perlak telah menjadi sebuah pelabuhan yang ramai disinggahi kapal- kapal dagang dari Arab pada abad ke-8 M. Sebagian pedagang ini kawin dengan penduduk setempat, sehingga agama Islam yang mereka anut ikut pula tersebar kepada keluarga, kerabat dan masyarakat setempat. Lambat laun, penduduk muslim kian bertambah sehingga pada 1 Muharram 225 H (840 M) Kerajaan Perlak pun berganti nama menjadi Bandar Khalifah, sebagai salah satu upaya masyarakat setempat untuk menghormati dan mengenang jasa rombongan Nakhoda Khalifah yang telah menyebarkan Islam di sana.

Kerajaan- kerajaan Islam di Aceh

1. Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak merupakan kerajan pertama di Nusantara atau bahkan Asia Tenggara. Kerajaan ini diproklamirkan berdiri pada hari Selasa, tanggal 1 Muharram tahun 225 H(840 M). Untuk mengenang jasa penyebar Islam pertama di Perlak yaitu seorang Nahkoda Khalifah maka Bandar Perlak diganti namanya menjadi Bandar Khalifah. Raja pertama yang memerintah kerajaan ini ialah Said Maulana Alaiddin Abdul Aziz Syah dan memerintah selama 24 tahun: dari tahun 225-249 H (840- 864 M). Ibukota kerajaan ini adalah Bandar Khalifah (Bandar Perlak).

Masa pemerintahan Islam Perlak berlangsung selama 467 tahun dari tahun 225 H sampai dengan tahun 692 H dengan 13 orang sultan. Kerajaan Islam Perlak lahir bertepatan dengan masa pemerintahan Al- Muktashim Billah, khalifah Abbasiyah terakhir yang memerintah tahun 218-227 H (833-842 M). Sampai awal abad ke-10 tercatat empat orang raja yang memerintah Kerajaan Islam Perlak, yaitu:
1.  Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah (225-249 H /840-864 M)
2.  Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdurrahim Syah (249-285 H/ 864-888 H)
3.  Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abbas Syah (285-300 H / 888-913 H)
4.  Sultan Alaiddin Sayid Maulana Ali Mughaiyat Syah (302-305 H/ 915-918 M)

Penobatan Sultan yang keempat tertunda selama tiga tahun karena terjadi pertentangan politik antara aliran Syiah dan Ahlussunnah wal Jama’ah (sunni). Para saudagar yang dipimpin Nahkoda Khalifah terdiri atas pemimpin- pemimpin kaum Syiah yang tersingkir oleh penguasa dari dinasti Abbasiyah di Tanah Arab, Persia dan India. Pertentangan politik antara kedua mazhab ini dalam kerajaan Islam saat itu sampai meluas ke Perlak. Akhirnya, kelompok Ahlussunnah wal Jama’ah berhasil menumbangkan kerajaan Islam Syiah dan menggantikannya dengan kerajaan Ahlussunnah Perlak. Dinasti Makhdum merupakan pelanjut dari sultan-sultan dinasti Sayid Maulana yang berjumlah dua belas orang, yaitu:
1.  Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Syah Johan Berdaulat, (306- 310 H/ 918- 922M)
2.  Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat (310- 334 H/922-946 M)
3.  Sultan Makhdum Alaiddin Abdulmalik Syah Johan Berdaulat (334-361 H(946-973 M)
4.  Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Syah Johan Berdaulat (402-450 H /1012-1059 M)
5.  Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Syah Johan Berdaulat (450-470H /1059-1078 M)
6.  Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Syah Johan Berdaulat (470-501 H (1078-1108 M)
7.  Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Syah Johan Berdaulat(501-527 H /1108-1134 M)
8.  Sultan Makhdum Alaiddin Mahmud Syah Johan Berdaulat,(527-552 H /1134-1158 M)
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Syah JohanBerdaulat, (552-565 H /1158-1170 M)
10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad SyahJohan Berdaulat (565-592 H /1170-1196 M)
11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik AbduljalilSyah Johan Berdaulat (592-622 H /1196-1225 M)
12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M

Dalam masa pemerintahan Sultan Abdul Malik Syah, kaum Syiah kembali melakukan perlawanan terhadap sultan dan terjadilah perang saudara selama empat tahun. Akhirnya, perang saudara ini dapat diakhiri dengan kesepakatan damai, yaitu kerajaan Islam Perlak dibagi menjadi dua. Perlak pesisir untuk golongan Syiah dengan ibukota Bandar Perlak. Perlak pedalaman untuk golongan Ahlussunnah (sunni) dengan ibukota Bandar Khalifah. Pembagian wilayah kekuasaan ini mengakhiri perang saudara yang terjadi diantara dua idiologi politik yang saling mempengaruhi peta politik dunia Islam. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah IItidak mempunyai putera mahkota, namun dibalik itu terjadi peristiwa penting dari sisi politis yaitu dilangsungkannya perkawinan dua orang puterinya dengan dua orang raja. Puteri Ratna Kemala dikawinkan dengan Parameswara, salah seorang Raja Malaka, yang menggantikan namanya dengan Iskandarsyah setelah memeluk Islam. Dengan bantuan iparnya Malik Abdul Azis Syah (putera mahkota Malik Muhammad Amin Syah II), sultan berjihad mengembangkan Ajaran Islam ke seluruh daratan Semenanjung Tanah Melayu. SementaraPuteri Ganggang Sari dinikahkan dengan Sultan Malikussalih yang memerintah kerajaan Islam Samudera Pasai dari tahun 659- 688 H (1261-1289 M). Faktor perkawinan ini menyebabkan lancarnya penyatuan Kerajaan Islam Perlak ke dalam Kerajaan Islam Samudera Pasai.

2. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Islam Samudera Pasai adalah Kerajaan Islam terbesar dan termegah di AsiaTenggara pada abad ke-13. Kerajaan ini terletak di daerah Aceh Utara, di pesisir timur laut Aceh. Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke 13 M, sebagai hasil dari proses islamisasi daerah- daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7, ke-8 M, dan seterusnya.
Sebelumberdirinya Kerajaan Islam Samudera Pasai, di daerah ini telah berdiri kerajaan-kerajaan kecil yang dipimpin oleh raja- raja yang bergelar ”Meurah”. Gelar Meurah Cut Intan misalnya, adalah pahlawan Aceh dari negeri- negeri kecil seperti Jeumpa, Samudera, Tanoh Data, dan lain-lain.
Bukti berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 M itu didukung oleh adanya nisan kuburan terbuat dari granit asal Samudera Pasai. Dari nisan itu dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H, yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M. Pembentukan kerajaan Islam Samudera Pasai diawali dengan kedatangan seorang pembaharu Islam ke wilayah itu pada tahun 433 H (1042 M).  Meurah Khair datang ketanoh Data (di sekitar Cot Girek sekarang) untuk memperkenalkan sistem pemerintahan Islam ke raja Samudera. Meurah Khair, sang pembaharu, berasal dari keluarga Sultan Mahmud Perlak. Ia datang dengan dua tujuan sekaligus yaitu untuk mendakwah Islam dan membangun Kerajaan Islam Samudera Pasai. Akhirnya tujuan in tercapai dan ia menjadi raja pertama yang bergelar Maharaja Mahmud Syah, ia juga diberi gelar lokal yaitu, Meurah Giri. Masa pemerintahannya dumulai dari tahun 433 H sampai dengan tahun 470 H (1042-1078 M)

Berikut adalah daftar raja-raja kerajaan Samudera Pasai:
1.    Maharaja MahmudSyah (Meurah Giri), 433-470 H (1042-1078 M)
2.    Maharaja Mansur Syah, 470-527 H (1078-1113 M)
3.    Maharaja Khiyassyudin Syah, 527-550 H (1113-1155 M)
4.    Maharaja Nurdin Sultan al-Kamil, 550-607 H (1155-1210 M)
5.    Sultan Malikussalih, 659-688 H (659-688 H(1261-1289 M)
6.    Sultan Muhammad Malikul Dhahir, 688-725 H (1289-1326 M)
7.    Sultan Ahmad Malikul Dhahir, 725-750 H (1326-1350 M)
8.    Sultan Zainuddin Malikul Az-Zahir,750-796 H (1350-1394 M)
9.    Sultan Zainal Abidin, 1383-1400 H
10.  Malikah Nihrasiyah Rawangsa Khadiyu, 801-831 H (1400-1427 M)

Sementara menurut pengakuan sarjana-sarjana Barat, Malik as-Saleh merupakan pendiri kerajaan tersebut. Hal itu diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Melayu dan juga hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan sarjana-sarjana Barat, khususnya para sarjana Belanda, seperti Snouck Hurgronye, J.P. Molquette,J.L. Moens, J. Hushoff Poll, G.P. Rouffacr, H.KJ. Cowan, dan lain-lain.
Dari segi politik, munculnya kerajaan Samudera Pasai abad ke-13 M itu sejalan dengan suramnya peranan maritim kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya memegang peranan penting di kawasan Sumatera dan sekelilingnya. Dalam Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan, gelar Malik al- Saleh sebelum menjadi raja adalah bernama Meurah Silu atau Merah Silu. Ia masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekah, yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik al-Saleh. Nisan kuburan itu didapatkan diGampong Samudera bekas kerajaan Samudera Pasai tersebut. Meurah Selu adalah puteraMerah Gajah. Nama Merah merupakan gelar bangsawan yang lazim di Sumatera Utara. Selu kemungkinan berasal dari kata sungkala yang aslinya berasal dari Sanskrit Chula (wilayah Thailand).
Dari hikayat itu terdapat petunjuk bahwa tempat pertama sebagai pusat kerajaan Samudera Pasai adalahMuara Sungai Peusangan, sebuah sungai yang cukup panjang dan lebar di sepanjang jalur pantai yang memudahkan parahu- perahu dan kapal-kapal mengayuhkan dayungnya ke pedalaman dan sebaliknya. Ada dua kota yang terletak berseberangan di muara sungai peusangan yaitu, Pasai dan Samudera. Kota Samudera terletak agak lebih ke pedalaman, sedangkan kota Pasai terletak lebih ke muara. Di tempat yang terakhir inilah terletak beberapa makam raja-raja. Pendapat bahwa Islam sudah berkembang di sana sejak awal abad ke-13 M, didukung oleh berita Cina dan pendapat Ibn Batutah, seorang pengembara terkenal asal Maroko, yang pada pertengahan abad ke-14 M (tahun 746H/1345 M) mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya dari Delhi ke Cina. Ketika itu Samudera Pasai diperintah oleh Sultan Malik al-Zahir, putera Sultan Malik al-Saleh. Menurut sumber-sumber Cina, pada awal tahun1282 M kerajaan kecil Sa-mu-ta-la (Samudera) mengirimkan duta- dutanya ke kerajaan Cina dengan nama- nama muslim yakni Husein dan Sulaiman.

Ibnu Batutah juga menyatakan bahwa Islam sudah hampir seabad lamanya disiarkan di Samudera Pasai. Ia meriwayatkan kesalehan, kerendahan hati dan semangat keagamaan rajanya yang seperti rakyat nya mengikuti mazhab Imam Syafi’i.
Berdasarkan beritanya pula, kerajaan Samudera Pasai ketika itu merupakan pusat studi agama Islam dan tempat berkumpulnya para ulama dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan keduniaan. Dalam kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritim ini, tidak mempunyai basis agraris. Basis perekonomiannya adalah perdagangan dan pelayaran. Pengawasan terhadap perdagangan dan pelayaran itu merupakan sendi-sendi kekuasaan yang memungkinkankerajaan memperoleh penghasilan dan pajak yang besar. Tome Pires menceritakan, di Pasai ada mata uang dirham. Dikatakannya pula bahwa setiap kapal yang membawa barang- barang dari Barat dikenakan pajak 6%.

Mata uang dirham dari Samudera Pasai tersebut pernah diteliti oleh H.K.J Cowanuntuk menunjukkan bukti- bukti sejarah raja- raja Pasai. Mata uang tersebut menggunakan nama- nama Sultan Alauddin, Sultan Manshur Malik al-Zahir, Sultan Abu Zaid dan Abdullah, pada tahun 1973 M, ditemukan lagi 11 mata uang dirham di antaranya bertuliskan nama Sultan Muhammad Malik al-Zahir, Sultan Ahmad, Sultan Abdullah,semuanya adalah raja-raja Samudera Pasai pada abad ke-14 M dan 15 M.

Atas dasar mata uang emas yang ditemukan itu, dapat diketahui nama-nama raja dan urutan pemerintahannya sebagai berikut:
1. Sultan Malik al-Saleh yang memerintah sampai pada tahun 1207M,
2. Muhammad Malik al-Zahir (1297-1326 M)
3. Mahmud Malik al-zahir (1326-1345M)
4. Manshur Malik al-Zahir (1345-1346 M)
5. Ahmad Malik alZahir (1346-1383 M)
6. Zainal-Abidin Malik al-Zahir (1383-1405 M)
7. Nahrasiyah (1402- ? )
8.  Abu Zaid Malik al-Zahir(7-1455 M)
9. Mahmud Malikal Zahir (1455-1477 M)
10. Zain al-Abidin (1477-1500 M)
11. Abdullah Malik al-Zahir (1501-1513 M)
12.  Sultan yang terakhir adalah Zain al-Abidin (1513-1524 M).

Kerajaan Samudera Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. Pada tahun 1521 M, kerajaan ini ditaklukan oleh portugis yang mendudukinya selama tiga tahun, kemudian tahun 1524 M diambil alih oleh raja Aceh, Ali Mughayat Shah. Selanjutnya, kerajaan Samudera Pasai berada di bawah pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.

Dalam masa pemerintahan Sultan Muhammad Malikul Dhahir (688-725 H)dibentuklah suatu konfederasi kerajaan- kerajaan Islam yang terdiri atas Kerajaan Islam Perlak, Kerajaan Islam Beunua (Tamiang) dan kerajaan Islam Samudera Pasai. Ibnu Batutah pernah berkunjung ke kerajaan Pasai dan menuliskan catatan bahwa Kerajaan Samudera Pasai diperintah oleh seorang raja yang sangat alim dan salih. Kerajaan ini ramai dikunjungi oleh pera pedagang dari berbagai penjuru dunia saat itu untuk keperluan berdagang dan menuntut ilmu agama Islam.

3. Kerajaan Islam Tamiang
Kerajaan Islam Tamiang pada asalnya bernama Negeri Beunua/ Benua. Asal usul Negeri Benua adalah Pulau Kampai di Pangkalansusu (Langkat- Sumatera Utara). Di tahun 580 H (1184 M) satu rombongan masyarakat yang berasal dari negeri Peunaroon (Tanah Alas) yang dipimpin oleh Panglima Pucook Sulooh membuka daerah baru yang diberi nama ”Batu Karang”. Para Pendatang ini berasal dari Tanah Alas. Mereka penganut Islam yang telah lama menetap di Perlak. Pucook Sulooh meninggal dunia pada tahun 609 H (1212 M).Anaknya yang bernama Raja Sepala mewariskan Kerajaan negeri Tamiang. Kemudian diwariskan kepadaRaja Pahdiwangsa dan selanjutnya oleh Raja Dinok. Setelah Raja Dinok mangkat, negeri Tamiang diwariskan kepada puteranya yang bernama Raja Malas.

Selanjutnya Tamiang diperintah oleh Raja Kelabu Tunggal. Setelah raja ini mangkat, dilanjutkan oleh Raja Peundekar. Kemudian raja ini mengangkat menantunya yang bernama Proom Syah menjadi raja. Dari keturunan raja ini Tamiang diperintah secara terus menerus sampai ia digantikan oleh Raja Muhammad yang digelar Raja Silang. Selanjutnya negeri ini diperintah oleh Raja Muda Seudia Putera dari seorang panglimayang bernama Makhdum Sa’ad. Dari keturunan raja Muda Seudia ini yang memerintah Tamiang secara turun temurun sampai ke masa terakhir pemerintahan kerajaan ini diperintah oleh Tengku Raja Sulong bin Raja Habsyah bin Raja Ma’an.
Kerajaan Tamiang merupakan kerajaan Islam terbesar ketiga di Aceh, wilayah kekuasaannya mencakup sebagian wilayah timur kerajaan Deli. Selanjutnya kerajaan Islam Tamiang masuk ke dalam Kerajaan Aceh Darussalam yang merupakan konfederasi dari kerajaan Islam Aceh lainnya.

Daftar Pustaka

#Aboebakar Atjeh, ”Tentang Nama Aceh” dalam Ismail Suny (Ed.), Bunga Rampai Tentang Aceh, Bharata Karya Aksara,Jakarta, 1980.
#Al-Chaidar, Gerakan Aceh Merdeka: Jihad Rakyat Aceh Mewujudkan Negara Islam,Madani Press, Jakarta, 1999.
#Ali Hasjmy, 50 Tahun Aceh Membangun, Majelis Ulama Indonesia Daerah Istimewa Aceh bekerjasama denganPemerintah Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh, 1995.
#Ali Hasjmy, Kebudayaan Aceh Dalam Sejarah, Penerbit Beuna, Jakarta, 1983.
#Ali Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Al-Ma’arif, Bandung, 1981.
#Azyumardi Azra,  Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVI: dan XVIII,
Mizan, Bandung, 1994.
#C.S. Hurgronje, Islam di Hindia Belanda, Bharatara, Jakarta, 1973, h. 17.
#Djoko Suryo, dkk., Agama dan Peribahan Sosial,LKPSM, Yogyakarta, 2001.
#Edwin M. Loeb, Sumatra: Its History and People, Oxpord University Press, New York, 1972.
#Gavin W. Jones, “Agama-agama di Indonesia: Sejarah dan Perkembangannya”, dalam seri Prisma II,  Agama danTantangan Zaman, LP3ES, Jakarta, 1985.
#H.J.De Graaf, ”Islam di Asia Tenggara sampai Abad ke 18” dalam Azyumardi Azra (Ed.)
Perspektif Islam di AsiaTenggara, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1989.
#Hamzah Yunus, “Bandingan terhadap Sejarah Pemerintahan selama Berdiri Kerajaan-kerajaan Islam di Aceh” dalam Sinar Darussalam No. 94-95. YPD Unsyiah IAIN Ar-Raniry 1978.
#M. Hasbi Amiruddin (Ed.),  Aceh Serambi Mekkah,Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh 2008
#HM. Zainuddin, Tarich Atjeh dan Nusantara, Pustaka Iskandar Muda, Medan.
#Mahyuddin Hj. Yahya dan A.J. Halimi, Sejarah Islam, Fajar Bakti Sdn. Bhd, Kuala Lumpur, tt.
#Marwati Djoened Poeponegoro dan Noegroho Nosusanto (Ed). Sejarah Nasional Indonesia II
,Balai Pustaka, Jakarta,1984.
#Mohammad Said, Aceh Sepanjang Abad, Waspada; Medan, 1981.Muhammad brahim dan Rusdi Sufi, ”Proses Islamisasi dan Munculnya Kerajaan-kerajaan Islam di Aceh, dalam A.Hasjmy (peny.)Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Al-Ma’arif, Bandung, 1989.
#Muhammad Junus Djamil, Gerak Kebangkitan Aceh, ttp., 2005.Muhammad Syamsu As, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, Lentera Basritama, Jakarta, 1999.
#Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Grafiti Pres, Jakarta, 2005.
#Raden Hoesein Djajadiningrat, alih bahasa Teuku Hamid, Kesultanan Aceh, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Pengembangan Permeseuman Daerah Istimewa, Banda Aceh 1982/1983.
#Sir Richard Winstedt, A. History of Classical Malay Literature, Oxford University Press, London, 1969.
#Sri Suyanta, Pola Hubungan ulama dan Umara: Pasang Surut Peran Ulama Aceh, Disertasi UIN Syarif Hidayatullah,Jakarta, 2005.
#Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, MUI, Jakarta, 1991.
#Thomas Arnold, The Spread of Islam in The World: A. History of Peaceful Preaching, Goodword Books, India, 2001.
#Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1992.
#Tuanku Abdul Jalil, ”Kerajaan Islam Perlak Poros Aceh-Demak-Ternate” dalam A. Hasjmy (peny.), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Al-Ma’arif, Bandung, 1993.
#Tuanku Abdul Jalil, Adat Meukuta Alam, Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh, Banda Aceh 1991.
#Uka Tjandrasasmita, ”Proses Kedatangan Islam dan Munculnya Kerajaan-kerajaan Islam do Aceh” dalam A. Hasjmy(peny.) Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Al-Ma’arif, Bandung, 1993.
#Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1984.
#V.I. Braginsky, Sejarah Sastra Melayu Dalam ’Abad 7-19(Terjemahan), Henri Setiawan, INIS, Jakarta, 1998.
#Wan Hussein Azmi, ”Islam di Aceh, Masuk dan Berkembangnya Hingga Abad XVI” dalam A. Hasjmy (peny.), Sejarahdan Berkembangnya Islam di Indonesia Al-ma’arif, Bandung, 1993.
#Yusny Saby, ”The Ulama in Aceh: A Brief Historical Survey” dalam Studia Islamika: Indonesia Journal For IslamicStudies, Vol. 8 Number 1, Jakarta, 2001.
#Zakaria Ahmad, Sekitar Keradjaan Atjeh dalam TH 1520-1675 Monora, Medan, 1972.


Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "SEJARAH LENGKAP MASUKNYA ISLAM KE ACEH DAN TEORINYA"


  1. Karna Di ERTIGAPOKER Sedang ada HOT PROMO loh!
    Bonus Deposit Member Baru 100.000
    Bonus Deposit 5% (klaim 1 kali / hari)
    Bonus Referral 15% (berlaku untuk selamanya
    Bonus Deposit Go-Pay 10% tanpa batas
    Bonus Deposit Pulsa 10.000 minimal deposit 200.000
    Rollingan Mingguan 0.5% (setiap hari Kamis

    ERTIGA POKER
    ERTIGA
    POKER ONLINE INDONESIA
    POKER ONLINE TERPERCAYA
    BANDAR POKER
    BANDAR POKER ONLINE
    BANDAR POKER TERBESAR
    SITUS POKER ONLINE
    POKER ONLINE


    ceritahiburandewasa

    MULUSNYA BODY ATASANKU TANTE SISKA
    KENIKMATAN BERCINTA DENGAN ISTRI TETANGGA
    CERITA SEX TERBARU JANDA MASIH HOT

    ReplyDelete
  2. Sejarah Lengkap Masuknya Islam Ke Aceh Dan Teorinya >>>>> Download Now

    >>>>> Download Full

    Sejarah Lengkap Masuknya Islam Ke Aceh Dan Teorinya >>>>> Download LINK

    >>>>> Download Now

    Sejarah Lengkap Masuknya Islam Ke Aceh Dan Teorinya >>>>> Download Full

    >>>>> Download LINK

    ReplyDelete